Mengusung Riset Berbasis Nilai Moral dan Kebudayaan: Tim PKM-RSH FIP UPI Berikan Treatment Pagelaran Wayang Golek kepada Anak Binaan LPKA Kota Bandung

Wayang Golek
Dokumentasi Kegiatan Mahasiswa (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Penelitian terbaru yang diinisiasi oleh tim PKM RSH FIP UPI yang beranggotakan Yunita Putri Lestari (Psikologi 2021), Febrian Kusnadi (Psikologi 2021), Maitria Prada Yusuf (Pendidikan Sosiologi 2020), Syifa Fauziah (PKn 2022), dan Candra Nugraha (Pendidikan Bahasa Sunda 2022) yang dibimbing oleh Ibu Sri Maslihah, M.Psi., Psikolog membawa inovasi berani dalam upaya memberikan treatment mengenai pendidikan seks dan penanaman nilai moral kepada pelaku kekerasan seksual remaja yang berada dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Kota Bandung.

Ibu Sri Maslihah, M.Psi., Psikolog sebagai Dosen Pendamping tim peneliti menjelaskan, “Kami memandang pentingnya merangkul budaya dan seni dalam program rehabilitasi remaja.

Wayang golek dipilih karena mampu menyajikan nilai-nilai moral dan pendidikan seks secara menyeluruh, sambil mempertahankan akar budaya Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Penelitian ini melibatkan remaja yang berada di lembaga pembinaan khusus anak, di mana mereka diajak untuk terlibat dalam pertunjukan wayang golek yang mengangkat cerita-cerita moral dan edukasi tentang pendidikan seks.

Selain pertunjukan, sesi diskusi dan refleksi dilakukan untuk membimbing mereka dalam memahami implikasi perbuatan mereka dan mengajak mereka berpikir tentang pemulihan.

Artpsy Fusion Program merupakan pendekatan inovatif yang memadukan pesona wayang dengan pendidikan nilai moral dan pendidikan seksual.

Program ini membawa seni tradisional Indonesia ke dalam dunia pendidikan modern, menciptakan pengalaman belajar yang menyenangkan dan bermakna bagi anak-anak bina di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

Dengan memanfaatkan kekuatan seni, diharapkan program ini akan membentuk karakter anak-anak dan memberikan fondasi yang kokoh untuk masa depan mereka.

Program ini berlangsung selama dua bulan yang diawali oleh pre-test, lalu dilanjut dengan dua kali pagelaran wayang golek yang membahas dua tema yaitu nilai moral dan pendidikan seks.

Dalam pertemuan selanjutnya, tim PKM memberikan treatment terakhir berupa pemberian mini scrapbook yang berisikan poin nilai moral sebagai bentuk retention agar anak bina dapat meninternalisasikan nilai moral dan pengetahuan seks yang sudah dibahas pada pagelaran wayang sebelumnya.

Pemberian treatment ditutup dengan roleplay yang dilakukan oleh 6 anak bina yang menjadi subjek penelitian.

Pada treatment terakhir, keenam anak bina pelaku kekerasan seksual berkesempatan untuk berperan sebagai karakter dalam cerita wayang.

Mereka memainkan peran dengan penuh semangat dan kreativitas, menggambarkan karakter-karakter yang menghadapi situasi kehidupan sehari-hari.

Dalam proses ini, mereka belajar untuk memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita wayang, seperti kejujuran, tolong-menolong, dan bertanggung jawab.

Melalui riset yang didanai oleh Kemenristekdikti ini, Yunita Putri dkk ingin mengetahui perbedaan penalaran moral dan pengetahuan pendidikan seks anak binaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kota Bandung sebelum dan setelah diberikan treatment pagelaran wayang golek.

Yunita Putri, sebagai ketua kelompok mengungkapkan riset ini dilatarbelakangi oleh maraknya kekerasan seksual yang terjadi setiap tahun.

Meskipun angka pelaku kekerasan seksual di umur 12-18 tahun berada pada posisi kedua setelah pelaku dewasa, pelaku kekerasan seksual remaja diindikasikan memiliki peluang tinggi untuk menjadi residivis ketika dewasa (Campregher, 2016; van der Put et al., 2014).

Lebih lanjut, berangkat dari angka yang cukup tinggi dalam data anak binaan di LPKA dan belum adanya treatment khusus dari pihak LPKA kepada pelaku kekerasan seksual, tim berinisiatif memberikan treatment wayang golek yang berbasis nilai moral dan budaya.

Tujuannya supaya anak binaan LPKA Kota Bandung khususnya pelaku kekerasan seksual remaja mendapatkan kegiatan produktif, mendapatkan pengetahuan tentang nilai moral, dan pengetahuan mengenai pendidikan seks.

“Intervensi ini membuktikan bahwa seni tradisional seperti pagelaran wayang golek memiliki potensi besar sebagai alat pendidikan dan rehabilitasi sosial.

Penggabungan nilai moral dan pendidikan seks melalui seni membuka peluang untuk memperluas intervensi dalam upaya mencegah anak bina pelaku kekerasan seksual menjadi residivis di kemudian hari,” tambah Dr. Sri Maslihah, M.Psi., Psikolog.

Hasil penelitian menunjukkan hasil yang cukup signifikan pada perilaku dan pemahaman nilai moral anak bina. Terdapat perbedaan interaksi sebelum dan setelah pemberian treatment.

Anak-anak bina menjadi lebih interaktif dalam berkomunikasi dan menunjukkan ketertarikan terhadap program yang diberikan.

Hal tersebut terlihat ketika anak bina antusias untuk bertanya dan berpartisipasi aktif dalam diskusi review mini scrapbook sebagai upaya retention sebelum memainkan peran.

Karena tidak hanya nilai moral, pagelaran wayang juga memberikan wadah untuk mendiskusikan pendidikan seks secara bijak dan informatif.

Melalui sesi diskusi dan refleksi, anak bina dapat memahami konsep-konsep penting tentang tubuh, reproduksi, dan persahabatan melalui peran yang mereka mainkan dalam cerita wayang.

Diskusi dan pembahasan mengenai tema-tema ini setelah pagelaran membantu mereka memahami pentingnya pengambilan keputusan yang bijak dan etika dalam hubungan sosial.

Melalui penggabungan pagelaran wayang dengan pembelajaran nilai moral dan pendidikan seks, anak-anak bina dapat merasakan pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menarik.

Mereka dapat mengaitkan pelajaran tersebut dengan pengalaman mereka dalam bermain peran dalam cerita wayang, sehingga mempermudah mereka mempraktikkan nilai-nilai dan pengetahuan yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

Yunita Putri sebagai ketua memberikan pendapat bahwa, “Hasil riset ini memberikan bukti bahwa seni tradisional seperti wayang golek dapat menjadi alat yang efektif dalam mempengaruhi pemahaman dan sikap remaja terhadap etika dan perilaku seksual yang benar. Penggabungan pendidikan seks dan nilai moral melalui seni adalah langkah maju dalam rehabilitasi remaja,”

Temuan ini diharapkan dapat menjadi salah satu inovasi baru di dunia rehabilitas sosial sehingga Artpsy Fusion Program dapat menjadi kurikulum baru di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.

Karena dengan menyatukan nilai moral, pendidikan seksual, kreativitas, dan penghormatan terhadap budaya, pagelaran wayang mampu membentuk karakter anak-anak dan memberikan pengetahuan yang penting untuk membimbing mereka menuju masa depan yang lebih baik.

Dengan memadukan tradisi dan pendidikan, program ini menjadi langkah maju yang penting dalam upaya memberikan pendidikan yang holistik dan bermakna bagi anak-anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kota Bandung.

Penulis:

  1. Maitria Prada Yusup
  2. Tim PKM-RSH Artpsy Fusion Program

Mahasiswa Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI