Menjadikan Anak Sang Permata Hati

Anak Permata Hati

Salah satu perhiasan hidup yang didambakan oleh semua semua manusia adalah hadirnya anak-anak di tengah keluarga. Sungguh, rasa bahagia akan terasa lebih sempuna manakala di sebuah keluarga hadir anak-anak yang manis dan menyejukkan hati.

Maka tidak salah jika kepada anak-anak yang dapat menyejukkan hati dan bisa meneduhkan pandangan itu, diberikan kiasan sang permata hati (Qurratu ‘Ayun). Kemudian, jika sebuah keluarga itu tak dikaruniai anak maka pada sebagian keluarga itu akan merasa suatu kehidupan yang hampa (terasa kurang sempuma).

Kesulitan Pengendalian Seorang Anak

Dalam kehidupan di era sekarang ini, memang agak sulit sekali menjumpai anak-anak kita, yang benar-benar merupakan permata hati. Namun, bukan berarti tidak ada dan tak mungkin, hanya sedikit sekali jumlahnya bila diprosentasekan. Hal ini terjadi karena adanya kemajuan teknologi dan perkembangan zaman yang cukup pesat dengan berbagai macam bentuk dan modelnya, misalnya internet, TV, dan lain-lain tetapi di sisi lain tidak diimbangi dengan pembekalan pendidikan agama yang memadai, sehingga terjadi ketidakseimbangan dalam hidup ini.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: 6 Kiat Sukses Membantu Pendidikan Anak di Masa Pandemi

Dikarenakan kedudukan anak itu sebagai pelanjut perjuangan orang tuanya dalam menegakkan kalimat Allah di muka bumu ini, maka proses pembelajaran dan pengkaderan harus sudah dimulai dari mereka masih dalam usia dini. Sejumlah petunjuk penting Islam kepada ummatnya sangat bermanfaat kiranya diberikan untuk terus kita ulang-ulang. Agar kita ketahui dan pada saat yang sama untuk kita amalkan.

Jika kita teliti dan kita baca dalam bahasa Al-Qur’an ataupun hadits, kita akan menemukan banyak informasi tentang masalah keberadaan anak bagi kita, di antaranya yang pertama adalah anak merupakan amanah (karunia) Allah. Maka, sudah menjadi kewajiban dari kedua orang tuanyalah untuk merawat, mendidik, dan membesarkannya dengan cara yang sebaik baiknya. Kelak jika orang tuanya telah meninggal, dan si anak tergolong anak yang sholeh, maka si arak itu masih dapat “menolong” orang tuanya dengan cara mendoakannya

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang artinya:

“Bila mati anak Adam, maka putuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu: shodagoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang akan mendoakannya.” (HR Bukhori, Tirmidzi, dan Abu Dawud)

Jadi, diserukan kepada semua orang tua, jangan pernah ragu untuk memberikan pendidikan yang berkategori terbaik bagi anak-anaknya, sekalipun itu berimplikasi bagi besarnya dana yang harus dikeluarkan. Sungguh pada saatnya kelak, yang dapat memetik hasilnya tidak hanya si anak itu sendiri, melainkan juga orang tuanya. Kedua, anak merupakan perhiasan dunia. Artinya, sebagai perhiasan dunia, kehadiran anak-anak di tengah-tengah keluarga akan melengkapi kebahagiaan yang direguk oleh kedua orang tuanya. Sebab, bersama sama dengan harta, anak-anak memang termasuk perhiasan dunia yang mempesona sekalian manusia,

Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Kahfi 46.

المال والبنون زينة الحيوة الدنيا والبقيت الصلح خير عند ربك ثوابا وخير أملا

Artinya: “Harta dan anak-anak adalah perhiasan ke hidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS Al Kahfi 18: 46)

Ketiga, anak merupakan ujian atau cobaan. Sebagai perhiasan, maka keberadaan anak harus membuat kita lebih berhati-hati dalam mengelolanya. Sebab, bersamaan dengan rasa senang yang dapat ditimbulkan oleh kehadirannya, jangan lupa bahwa anak-anak itu juga bagian dari ujian dari Allah (malapetaka). Tergolong sabarkah kita?

Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Anfal ayat 28.

واعلموا أنما أموالكم وأولدم فتنة وأن ا لله عنده ر أجر عظي

Artinya: “Dan ketahuilah, bahwa harta, anak-anakmu itu ha nyalah sebagai cobaan. Dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS Al-Anfal 8:28)

Membiasakan Anak dengan Perilaku Baik

Berkaitan dengan keberadaan anak di atas, sebagai amanah, perhiasan, dan cobaan, maka kita sebagai orang tua harus pandai-pandai untuk merawat dan mendidiknya secara benar. Benar di sini tidak lain ukurannya adalah apa yang telah dicontohkan oleh Nabi melalui Al-Qur’an dan Sunnahnya, sehingga si anak dapat tumbuh-kembang menjadi anak yang sholeh. Bahkan, lebih lugas dari itu, di tangan kedua orang tuanyalah, soal apakah si anak kelak menjadi muslim atau sebaliknya (menjadi kafir).

Baca Juga: Mendidik Anak dengan Akhlak yang Baik di Era Digital

Sebagaimana sabda Nabi saw yang artinya: “Tiap-tiap anak dilahirkan menurut fitrah. Maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikannya beragama Yahudi,Nasrani, atau Majusi” (HR Bukhori). Secara praktis yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak-anak kita agar menjadi generasi yang menyejukkan hati “Qurratu ‘Ayun”, maka yang harus dilakukan adalah mendidik anak-anak kita seperti halnya tuntunan Rosulullah.

Mendidik Anak Seperti Halnya Tuntunan Rosulullah

Pertama, berdoa agar (mendapat) barakah, mohon perlindungan, dan diusap langit mulutnya dengan kurma (atau yang semisal dengan itu), ketika ia baru lahir. Sabda Nabi yang artinya: “Dari Aisyah ra, bahwa jika Rasulullah memperlakukan bayi maka beliau mendoakannya dengan barakah, dan dicetakinya” (HR.Muslim).

Baca Juga: Modernisasi Sistem Pendidikan Islam di Indonesia

Kedua, memberi nama yang bagus pada saat lahirnya, atau pada hari ketujuhnya. Lalu tunaikan aqiqoh, kemudian cukurlah rambut kepalanya seluruhnya. Hal ini ada pada beberapa hadits, seperti:

“Kamu akan dipanggil kelak di hari kiamat, nama-namamu dan nama-nama orang tuamu. Maka, baguskanlah nama-namamu” (HR Abu Dawud).

“Telah lahir anakku laki-laki semalam, maka aku menamakannya dengan nama kakekku, Ibrahim” (HR Muslim).

“Tiap-tiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya yang menyembelih sebagai tebusan pada hari ketujuhnya dan diberi nama pada hari itu serta dicukur rambut kepalanya” (HR Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Ketiga, menanamkan idealogi atau ketauhidan yang benar, penghayatan tauhid, menjauhi yang syirik dalam bentuk ucapan, perbuatan, atau pikiran/hati (QS. Luqman: 13). Selanjutnya yang keempat, birul walidain  atau mengajarkan tata krama dan adab sopan santun terhadap kedua orang tua (QS. Luqman: 14). Lalu yang kelima, mengajarkan shalat. Kemudian yang keenam, menanamkan sikap tawadu (tidak sombong), serta merendahkan tutur katannya baik kepada Allah ataupun sesama (QS. Luqman: 18-19).

Nicolas Putra Feby Herliyanto
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Sharfina Alya Dianti

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI