Penurunan daya beli masyarakat adalah kondisi di mana kemampuan masyarakat untuk membeli barang dan jasa mengalami penurunan akibat ketidaksesuaian antara pendapatan dan harga barang.
Penurunan daya beli terjadi ketika pendapatan yang diterima oleh individu atau rumah tangga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi mereka akibat berbagai faktor, seperti meningkatnya harga barang dan jasa (inflasi), berkurangnya pendapatan, atau adanya perubahan dalam kondisi ekonomi secara umum.
Penurunan daya beli seringkali berkaitan dengan turunnya standar hidup masyarakat, di mana mereka cenderung mengurangi pengeluaran atau memilih untuk hanya membeli kebutuhan yang paling mendesak dan penting. Akibatnya, penurunan daya beli semakin diperburuk oleh inflasi, yang mempercepat kenaikan harga-harga di pasar.
Inflasi yang tinggi menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, mengurangi daya beli masyarakat. Selain itu, inflasi membuat biaya hidup semakin mahal, sehingga konsumsi masyarakat menurun.
Kenaikan harga pokok semakin memperburuk kemampuan beli konsumen. Oleh karena itu, inflasi yang tinggi juga berkaitan dengan harga energi yang semakin mahal akan menambah beban ekonomi.
Kenaikan harga energi secara langsung meningkatkan biaya hidup, yang menurunkan daya beli masyarakat. Selain itu, harga energi yang terus melonjak juga mempengaruhi harga barang dan jasa lainnya, memperburuk inflasi.
Harga energi yang meningkat membuat konsumen semakin tertekan, karena pengeluaran mereka semakin besar. Akibatnya, tingginya harga energi memperburuk ketidakstabilan ekonomi, yang semakin menekan daya beli masyarakat.
Ketidakstabilan ekonomi menyebabkan penurunan daya beli karena inflasi yang terus meningkat. Selain itu, ketidakstabilan ekonomi memperburuk kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar.
Kondisi ketidakstabilan ekonomi ini mengurangi konsumsi barang dan jasa secara signifikan. Dengan demikian, ketidakstabilan ekonomi memperburuk ketimpangan pendapatan, membuat kelompok berpendapatan rendah semakin tertekan.
Ketimpangan pendapatan yang semakin lebar menjadi salah satu penyebab turunnya daya beli masyarakat. Selain itu, ketimpangan pendapatan menyebabkan sebagian besar penduduk kesulitan mengakses barang dan jasa yang dibutuhkan.
Ketimpangan pendapatan memperburuk ketidakmerataan konsumsi di berbagai lapisan masyarakat. Dengan demikian, ketimpangan pendapatan mendorong perubahan perilaku konsumen, di mana banyak yang lebih memilih barang murah dan mengurangi pengeluaran.
Perubahan perilaku konsumen menjadi salah satu dampak langsung dari turunnya daya beli, di mana mereka mulai mengurangi pengeluaran untuk barang-barang non-esensial. Selain itu, banyak konsumen yang mulai mengutamakan kebutuhan pokok dan mengurangi pembelian barang non-esensial.
Perubahan perilaku ini juga dipicu oleh ketidakpastian ekonomi yang mendorong masyarakat untuk menahan pengeluaran. Akibat dari perubahan perilaku konsumen yaitu menurunnya permintaan pasar yang memperburuk kondisi perekonomian. Oleh karena itu, kebijakan fiskal dan moneter berperan penting dalam mempengaruhi daya beli dengan cara mengatur pajak, subsidi, dan suku bunga.
Kebijakan fiskal dan moneter yang ketat dapat menurunkan daya beli dengan mengurangi pengeluaran pemerintah dan menaikkan suku bunga. Selain itu, peningkatan pajak dan pengurangan subsidi mengurangi pendapatan masyarakat.
Kebijakan moneter yang membatasi pinjaman juga menekan daya beli. Di sisi lain, kebijakan ini meningkatkan harga impor akibat fluktuasi nilai tukar. Akibatnya, peningkatan harga impor ini semakin memperburuk daya beli masyarakat.
Kenaikan harga impor berkontribusi pada turunnya daya beli karena barang-barang impor menjadi lebih mahal. Selain itu, tingginya harga impor menyebabkan biaya produksi dalam negeri meningkat, sehingga harga barang lokal juga ikut naik.
Implikasi dari kenaikan harga impor adalah daya beli masyarakat semakin tertekan, terutama yang mengandalkan barang-barang murah. Sebagai akibatnya, impor yang semakin mahal terkait erat dengan kebijakan ketenagakerjaan, yang mempengaruhi pendapatan dan lapangan kerja masyarakat.
Kebijakan ketenagakerjaan yang tidak efektif mengurangi kesempatan kerja bagi masyarakat. Selain itu, kebijakan ketenagakerjaan yang tidak mendukung penciptaan lapangan kerja baru memperburuk ekonomi. Hal ini membuat banyak orang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Sebagai hasilnya, kebijakan ketenagakerjaan yang lemah berkontribusi pada tingginya pengangguran, yang menurunkan daya beli.
Tingginya pengangguran menjadi faktor utama turunnya daya beli, karena banyak orang kehilangan pendapatan. Selain itu, pengangguran memperburuk ketidakpastian ekonomi, yang membuat konsumen menahan pengeluaran. Masalah pengangguran ini dapat mengurangi daya beli masyarakat secara signifikan. Oleh karena itu, dampak turunnya daya beli terlihat dari penurunan konsumsi yang berdampak pada perekonomian.
Dampak turunnya daya beli terlihat dari berkurangnya konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa. Selain itu, dampak turunnya daya beli juga memengaruhi penurunan penjualan di sektor ritel. Hal ini menyebabkan pendapatan pelaku usaha menurun, yang memperburuk perekonomian. Oleh karena itu, solusi untuk mengatasi dampak turunnya daya beli adalah dengan meningkatkan kebijakan fiskal yang mendukung daya beli masyarakat.
Solusi turunnya daya beli dapat dimulai dengan kebijakan yang meningkatkan pendapatan masyarakat, seperti subsidi atau insentif. Selain itu, pengurangan pajak bagi kelompok berpendapatan rendah juga dapat menjadi solusi untuk memperbaiki daya beli.
Peningkatan kualitas pendidikan juga berperan dalam meningkatkan daya beli jangka panjang. Selain itu, memperkuat sektor produksi dalam negeri juga menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan pada impor yang mahal.
Penulis: Naila Wilda Allifa
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, Universitas Tidar
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News