Pendidikan Tinggi Disebut Tersier! Bagaimana Dampaknya terhadap Indonesia Emas?

Pendidikan Tinggi
Ilustrasi: istockphoto.

Dunia pendidikan tinggi Indonesia dilanda kritik akibat respon Sekretaris Ditjen Kemendikbudristek Tjitjik Srie Tjahjandarie menanggapi meningkatnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi dari tahun ke tahun. Kalimat yang menjadi kontraversi di kalangan masyarakat adalah menyebut pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier.

“Dari sisi yang lain kita bisa melihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah piliihan,” kata Tjitjik di Kantor Kemendikbud pada Rabu (16/05/2024) lalu.

Pemilihan kata tersier dinilai menyatakan pendidikan tinggi di Indonesia hanya diperuntukkan untuk kalangan tertentu dan tidak wajib.

Bacaan Lainnya
DONASI

Umumnya kata tersier dipakai untuk menggambarkan barang mewah, status sosial yang tinggi, dan kemampuan membeli apa saja yang diinginkan. Pengertian ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 31 Ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

Badan Pusat Statistika menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret tahun 2023 sebanyak 25,90 juta orang. Bahkan menurut databoks sebanyak 23,61% pada tahun 2022 belum sekolah, sangat kontras dengan persentase penduduk Indonesia yang mendapat pendidikan tinggi, yaitu sebanyak 6,41%.

Padahal dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pasal 60 yang berbunyi “Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya”.

Salah satu ciri, suatu negara dikatakan maju adalah penduduknya sangat menyadari pentingnya pendidikan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Partisipasi negara juga penting terutama dalam membangun lembaga pendidikan yang memadai dengan tingkat kemampuan membaca dan menulis masyarakatnya 100%.

Baca Juga: Adakah Keadilan Sosial di Pendidikan Tinggi?

Selain itu, negara yang ahli dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memiliki peluang tinggi untuk disebut negara maju. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang baik dapat meningkatkan pendapatan. keamanan, kesehatan, dan nilai ekspor. Oleh karena itu, pendidikan yang merata sangat mempengaruhi tercapainya negara maju.

Indonesia memiliki visi mewujudkan Indonesia Emas 2045 sehingga pemerintah meluncurkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Hal ini dicetuskan untuk memperingati 100 tahun Indonesia merdeka. Salah satu misi untuk mencapai Indonesia emas adalah pendidikan berkualitas yang merata.

Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, Indonesia harus mampu mengimbangi jika ingin mencapai Indonesia Emas 2045. Namun, nyatanya hingga saat ini, tidak semua anak di Indonesia mendapat pendidikan yang berkualitas.

Persentase lulusan perguruan tinggi di Indonesia bahkan tidak mencapai 10% sangat tertinggal dibandingkan persentase lulusan perguruan tinggi di Jepang, yaitu sebesar 52,7% (Goodstat, 2023).

Hal ini menandakan kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat rendah. Pernyataan perguruan tinggi adalah pendidikan tersier menekankan bahwa kesadaran pentingnya pendidikan yang berkualitas di Indonesia sangat rendah.

Selain itu, pernyataan tersebut artinya mengakui bahwa hingga saat ini Kemendikbud belum dapat memberikan pendidikan berkualitas yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga: Perkembangan Teknologi dan Tingkat Pendidikan Tinggi Berkolaborasi: Pertumbuhan Ekonomi OTW Melambung Tinggi

Tugas sebagai seorang mahasiswa UNAIR dan instansi kependidikan lainnya bukan hanya sekadar peka dan tau melainkan harus turun tangan membantu menyelesaikan masalah ini. Saya harap pemerintah dan jajarannya semakin sadar bahwa kesenjangan ekonomi dalam masyarakat Indonesia masih cukup tinggi.

Salah satu cara untuk menyelesaikan ketimpangan ini adalah melalui pendidikan berkualitas yang merata. Jika pendidikan tinggi hanya ditujukan untuk golongan masyarakat tertentu, bagaimana mungkin visi menjadi Indonesia Emas 2025 dapat tercapai.

Pemerintah dan instansi kependidikan harus bekerja sama untuk mengadakan pendidikan berkualitas sebagai kebutuhan primer bukan tersier.

Penulis: Angelina Valerie Winata
Mahasiswa Farmasi Universitas Airlangga

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Badan Pusat Statistika. 2023. Profil Kemiskinan di Indonesia Tahun 2023. Diakses 21 Mei 2024 pukul 16.32 dari https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2023/07/17/2016/profil-kemiskinan-di-indonesia-maret-2023.html

Harris,  Mochamad. Pengertian Negara Maju: Ciri-Ciri Dan Contohnya. Diakses 22 Mei 2024 pukul 12.00 dari https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-negara-maju/

Kusnandar, Viva Budy. 2022. Hanya 6% Penduduk Indonesia yang Berpendidikan Tinggi Pada Juni 2022. Diakses 21 mei 2024 pukul 16.44 dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/09/20/hanya-6-warga-indonesia-yang-berpendidikan-tinggi-pada-juni-2022

Yonatan, Z. Agnes. 2023. Negara Dengan Persentase Kelulusan Pendidian Tinggi Terbanyak 2023. Diakses 24 Mei pukul 22.50 dari https://data.goodstats.id/statistic/negara-dengan-persentase-lulusan-pendidikan-tinggi-terbanyak-2023-NyP7X#:~:text=52%2C7%25%20dari%20penduduk%20di,lulusan%20pendidikan%20tinggi%20terbanyak%202023.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI