Pendahuluan
Latar Belakang
Kekerasan sesama remaja merupakan salah satu masalah yang sangat serius yang mencakup berbagai perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja terhadap teman sebayanya, berupa kekerasan fisik, verbal, psikologis, dan kematian, yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Kekerasan tidak hanya merugikan bagi korban, tetapi juga berdampak bagi masyarakat luas karena menciptakan rasa tidak aman di lingkungan masyarakat.
Maraknya tindakan kekerasan sesama remaja sama seperti gunung es, kelihatannya hanya di puncak saja padahal di bawahnya banyak faktor yang saling berkaitan, salah satunya sebagai berikut:
Masalah dalam Diri Remaja Tersebut
Remaja sering dikenal dengan masa-masa penghabisan kesenangan untuk itu banyak remaja mencari jati diri dengan menunjukan eksistensi dengan cara yang salah, salah satunya melalui kekerasan.
Emosi yang belum stabil, hormon yang bergejolak, dan emosi yang gampang meledak-ledak.
Masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, atau gangguan perilaku lainnya, yang bisa membuat remaja menjadi lebih agresif.
Pengalaman yang buruk, remaja yang pernah mendapatkan perilaku kekerasan baik di rumah atau di luar rumah cenderung akan mengulangi hal yang sama ke orang lain.
Baca Juga: Pentingnya Pencegahan Pergaulan Bebas di Kalangan Remaja
Pengaruh Lingkungan Sekitar
Keluarga yang tidak harmonis, keluarga yang tidak harmonis memungkinkan remaja melakukan kekerasan, jika di rumah sering adanya kekerasan maka anak jadi belajar bahwa kekerasan itu hal biasa.
Kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua, membuat anak ingin mendapatkan perhatian yang lebih dari orang lain dengan cara yang negatif, salah satunya kekerasan.
Kurangnya kontrol dan edukasi dari orang tua dan sekolah, remaja perlu diajarkan mengenai bahaya kekerasan dan cara menyelesaikan masalah tanpa kekerasan serta pentingnya menghormati orang lain.
Pengawasan juga perlu dilakukan guna mendeteksi secara dini tindakan yang mengarah kekerasan.
Teman sebaya yang negatif, remaja mudah terpengaruh terhadap teman-temannya. Salah satunya seperti, jika temannya berantem, ia ikut-ikut berantem. Untuk itu, perlunya memilih-milih teman supaya tidak terbawa arus ke lingkungan yang negatif.
Pengaruh Media
Hampir semua remaja khususnya saat ini hanya fomo atau ikut-ikutan. Jadi, ketika remaja melihat film, video, dan lainnya, yang penuh dengan adegan kekerasan, bisa membuat remaja menjadi kebal terhadap kekerasaan.
Juga karena adanya cyberbullying, hal tersebut mendorong remaja untuk melakukan kekerasan.
Baca Juga: Dampak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologis Anak
Oleh karena itu, perlunya peran hukum yang sesuai dengan asas kepastian hukum, keadilan hukum, dan kemanfaatan hukum, untuk memberikan keadilan bagi korban yang dirugikan serta hukuman apa yang paling sesuai dengan perbuatan pelaku.
Peran Hukum terhadap Kekerasan Sesama Remaja yang Menyebabkan Kematian
Dalam kasus kekerasan yang sering terjadi antara remaja yang menyebabkan kematian, di sini perlu peran hukum yang sangat krusial dalam memberikan keadilan bagi korban dan memberikan hukuman yang sesuai dengan perbuatan pelaku.
Ini untuk memberikan efek jera bagi pelaku dan tentunya supaya tidak terjadi kejadian yang serupa.
Hukum tidak hanya memberikan sanksi bagi pelaku, tetapi juga memberikan perlindungan dan keadilan bagi korban.
Untuk itu, hukum membuat suatu peraturan untuk mencegah tindakan tersebut dan memberikan efek jera bagi pelaku.
Kasus kekerasan sesama remaja yang mengakibatkan meninggal dunia, terdapat beberapa pasal dan undang-undang yang relevan.
Baca Juga: Kesehatan Mental pada Remaja di Lingkungan Jenjang Sekolah Menengah Atas
Salah satunya dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Salah satunya seperti berikut:
1. Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
2. Pasal 340 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
3. Pasal 351 ayat (3) KUHP yang berbunyi “Penganiayaan jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
4. Pasal 170 ayat (1) dan (2) poin (3) KUHP
- “Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.”
- “Yang bersalah diancam: dengan pidana penjara paling lama 12 tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.”
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 80 ayat (3) juncto dengan Pasal 76C
- Pasal 76C yang berbunyi “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.”
- Pasal 80 ayat (3) yang berbunyi “Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Baca Juga: Hukuman Mati dan Hak Asasi Manusia
Dalam hal ini, mengenai sanksi yang diberikan kepada pelaku sesuai yang diperbuat berpatokan dengan pasal-pasal tersebut, dan tentunya sistem peradilan pidana anak akan diterapkan.
Hal ini berarti bahwa proses peradilan dan hukuman yang dijatuhkan akan disesuaikan dengan usia dan memberikan perlindungan yang seadil-adilnya, baik bagi korban maupun pelaku tindak pidana.
Akan tetapi, masih banyak korban yang merasa dirugikan karena akibat putusan dari sanksi penjatuhan pidana.
Di Indonesia sendiri, peran hukum yang sebenarnya memberikan keadilan justru bertimpang balik dari keadilan.
Penjatuhan putusan yang selalu dilandaskan tentang hak asasi manusia justru hanya berlaku kepada pelaku yang sanksi tersebut tidak menyebabkan efek jera.
Bahkan pelaku bisa mengulangi lagi tindakan tersebut serta berdampak bagi remaja lainnya, yang lagi bola api panas-panasnya mencari jati diri untuk berani melakukan kekerasan yang menyebabkan kematian, karena apa?
Karena mereka tahu bahwa peran hukum yang sangat bertimpang balik dari keadilan, mereka akan berpikir bahwasanya jika menyebabkan kematian adalah suatu hal yang biasa karena mereka akan dilindungi hak asasi manusia.
Baca Juga: Faktor Kenakalan Remaja yang Memengaruhi Kesehatan Mental pada Masa Kini
Lantas, bagaimana dengan korban yang seharusnya lebih mendapatkan keadilan dan hak asasi manusia?
Hukum di Indonesia hanya selalu berpatokan kepada pelaku jika pelaku sudah diberikan sanksi, tidak mempertimbangkan sesuai atau tidak sesuainya dengan apa yang pelaku perbuat.
Penulis: Tegar Waluyo
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Takengon
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News