Pertanian Organik: Bisakah Benar-Benar Terealisasi?

Pertanian Organik
Dokumentasi Pertanian Organik (Sumber: Dokumentasi Penulis)

Pertanian organik di Indonesia didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang mengedepankan penggunaan sumber daya alam yang terbarukan, menjaga keanekaragaman hayati, dan tidak menggunakan bahan kimia sintetik seperti pestisida dan pupuk kimia.

Untuk memastikan keaslian produk pertanian organik, Pertanian organik telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir.

Beberapa petani dan produsen pangan sudah mencoba beralih ke metode ini karena meningkatnya permintaan konsumen yang sadar akan pentingnya mengonsumsi produk makanan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Organisasi dan sertifikasi pertanian organik juga telah didirikan untuk mengatur dan mengawasi standar produksi organik yang dikelola oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Lembaga Sertifikasi Organik (LSO).

Bacaan Lainnya

Beberapa keuntungan yang dapat dilihat dari implementasi pertanian organik, yaitu produk pertanian organik sering kali lebih kaya akan nutrisi dan tidak mengandung residu pestisida yang berbahaya.

Pertanian organik memiliki kelebihan seperti mengurangi penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat mencemari tanah, air, dan udara.

Petani yang terlibat dalam praktik pertanian organik tidak terpapar bahan kimia berbahaya selama proses produksi. Praktik pertanian organik yang berfokus pada pemeliharaan kesuburan tanah dan keberagaman hayati membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Di Indonesia, meskipun pertanian organik memiliki potensi yang besar, namun masih menghadapi beberapa tantangan dan masalah.

Berikut adalah beberapa masalah yang sering dihadapi dalam pertanian organik di Indonesia adalah alih fungsi lahan, dapat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberlanjutan pertanian organik.

Alih fungsi lahan dari pertanian organik ke penggunaan non-pertanian seperti pemukiman, industri, atau pariwisata dapat menyebabkan penurunan luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik.

Hal ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik di suatu daerah. Alih fungsi lahan yang tidak terencana atau tidak berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Contohnya, konversi lahan pertanian organik menjadi pemukiman atau industri dapat menyebabkan polusi air, degradasi tanah, atau peningkatan emisi gas rumah kaca. Ini dapat mengancam keberlanjutan lingkungan dan produksi pangan organik.

Pertanian organik berupaya memelihara siklus nutrisi dan keseimbangan ekologi dalam sistem pertanian. Alih fungsi lahan yang tidak mempertimbangkan prinsip-prinsip pertanian organik dapat mengganggu keseimbangan ekologi dan menghambat siklus nutrisi yang sehat dalam ekosistem.

Alih fungsi lahan dapat menghilangkan identitas pertanian organik di suatu wilayah. Pertanian organik seringkali terkait dengan budaya, nilai-nilai lokal, dan praktik-praktik tradisional.

Ketika lahan beralih fungsi, identitas pertanian organik dapat terancam dan pengetahuan serta keterampilan yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun dapat terhapus.

Distribusi pupuk pertanian organik di Indonesia juga masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satu tantangan utama dalam distribusi pupuk organik adalah ketersediaannya.

Pupuk organik umumnya dihasilkan dari bahan organik seperti kompos, pupuk hijau, dan pupuk kandang. Namun, produksi pupuk organik masih terbatas dan tidak dapat memenuhi permintaan yang meningkat dari petani organik.

Distribusi pupuk organik membutuhkan infrastruktur dan logistik yang memadai. Pupuk organik cenderung lebih berat dan membutuhkan penanganan khusus.

Kurangnya infrastruktur yang baik, seperti jalan, gudang, dan sarana transportasi yang memadai, dapat menghambat distribusi pupuk organik secara efisien ke daerah pertanian. Pupuk organik umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk kimia.

Hal ini dapat menjadi kendala bagi petani organik, terutama bagi petani kecil yang memiliki keterbatasan finansial. Diperlukan upaya untuk menjaga harga pupuk organik tetap terjangkau dan memberikan insentif yang sesuai kepada petani organik.

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan juga terkait sertifikasi, pasar dan harga, krisis regenerasi petani muda serta Pendidikan yang masih kurang. Mendapatkan sertifikasi pertanian organik dapat menjadi proses yang rumit dan mahal bagi petani.

Standar sertifikasi yang ketat dan birokrasi yang kompleks sering kali menjadi hambatan bagi petani kecil untuk beralih ke pertanian organik. Kurangnya sistem sertifikasi yang terpercaya juga dapat menghambat pemasaran produk organik Indonesia di pasar internasional.

Pasar untuk produk pertanian organik di Indonesia masih terbatas dan belum berkembang secara signifikan.

Harga produk organik sering kali lebih tinggi dibandingkan dengan produk pertanian konvensional, sehingga dapat menjadi hambatan bagi konsumen yang memiliki keterbatasan finansial.

Perlu adanya upaya yang lebih besar untuk mengembangkan pasar dan memastikan harga yang kompetitif untuk produk pertanian organik.

Pertanian seringkali dianggap sebagai profesi yang kurang menarik oleh generasi muda. Mereka cenderung menganggap pertanian sebagai pekerjaan yang berat, tidak modern, dan kurang menguntungkan.

Persepsi ini membuat mereka kurang tertarik untuk terlibat dalam pertanian organik. Generasi muda seringkali kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang pertanian organik.

Kurikulum di sekolah-sekolah juga cenderung fokus pada pendidikan formal yang jarang membahas pertanian organik atau pertanian berkelanjutan. Kurangnya akses terhadap pelatihan dan pendidikan yang spesifik tentang pertanian organik juga menjadi kendala.

Memulai usaha pertanian organik membutuhkan investasi awal yang cukup besar. Generasi muda seringkali tidak memiliki sumber daya finansial dan akses terhadap lahan yang dibutuhkan untuk memulai pertanian organik.

Hal ini membuat mereka enggan untuk terlibat dalam sektor ini. Kurangnya dukungan dari pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi terkait juga dapat menjadi faktor yang menghambat generasi muda untuk terlibat dalam pertanian organik.

Diperlukan upaya yang lebih besar dalam memberikan pelatihan, bantuan teknis, dan pembiayaan yang memadai bagi generasi muda yang ingin terlibat dalam pertanian organik.

Perubahan gaya hidup menuju perkotaan dan modernisasi menyebabkan generasi muda kehilangan minat dalam pertanian tradisional. Mereka cenderung mencari pekerjaan di sektor non-pertanian yang dianggap lebih menjanjikan secara finansial dan prestisius.

Kesadaran akan manfaat pertanian organik masih rendah di kalangan petani dan masyarakat umum di Indonesia. Banyak petani yang tidak mengerti atau tidak memiliki akses terhadap pengetahuan dan teknik pertanian organik yang efektif.

Kurangnya pendidikan dan pelatihan yang memadai merupakan salah satu faktor utama yang menghambat perkembangan pertanian organik.

Adanya permasalahan-permasalahan dilapangan yang lumayan banyak, bahkan alih fungsi lahan menjadi permasalahan krusial dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia, khususnya di Bali. Tercatat sebanyak 537 hektar lahan telah beralih fungsi per-tahun 2016.

Dengan adanya data tersebut, mulai terdapat pertanyaan-pertanyaan, akankah pertanian organik dapat berlangsung secara berkesinambungan dan memberikan kesejahteraan khususnya bagi petani?

Untuk mempertahankan keberlanjutan pertanian organik, perlu adanya perencanaan terkait tata ruang yang berkelanjutan, yang mana harus memperhitungkan perlindungan lahan pertanian organik dan membatasi konversi lahan pertanian menjadi penggunaan non-pertanian.

Selain itu, perlu adanya regulasi dan kebijakan yang mendukung pertanian organik. Hal ini meliputi pengaturan tentang perlindungan lahan pertanian organik, insentif untuk petani organik, dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Petani organik juga perlu mendapatkan dukungan keuangan dan teknis dalam mempertahankan dan mengembangkan usaha pertanian organik mereka, sehingga dapat bersaing dengan penggunaan lahan non-pertanian yang lebih menguntungkan secara finansial.

Kerjasama antara pemerintah, lembaga pertanian, petani organik, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk mempertahankan keberlanjutan pertanian organik dan memastikan perlindungan lahan pertanian organik dari alih fungsi yang merugikan.

Terakhir terkait pendidikan tentang pertanian organik dan keberlanjutan harus ditingkatkan di sekolah-sekolah. Diperlukan sosialisasi penyadaran yang lebih aktif untuk mengubah persepsi negatif dan meningkatkan minat generasi muda terhadap pertanian organik.

 

Penulis: Ni Luh Putu Sulis Dewi Damayanti
Mahasiswi Magister Sains Pertanian, Universitas Warmadewa

 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses