Health Environment Movement: Green Culture Mindset (GCM), Participatory Design akan Budaya dan Gaya Hidup Digital dalam Rangka Mewujudkan Society 5.0 yang Ramah Lingkungan

Sampah
Ilustrasi: istockphoto

Menempati peringkat ke-2 sebagai penyumbang sampah terbanyak di dunia adalah bukti bahwa Indonesia masih jauh dari cita-cita pemerintah dalam Indonesia Emas 2045 yang menganut konsep pembangunan kota berkelanjutan.

Kota berkelanjutan berfokus pada kehidupan masyarakat yang ramah lingkungan, seperti bangunan hijau, zero waste, dan lain-lain. Akan tetapi, hingga saat ini, Indonesia masih menghasilkan sampah plastik sebanyak 322 ton per tahun.

Banyak orang kemudian menyalahkan pemerintah yang dinilai tidak serius dalam menggapai tujuan tersebut. Padahal, besar usaha yang sudah dilakukan pemerintah untuk dapat mewujudkan Indonesia yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Hal ini terbukti dengan banyaknya penerapan inovasi-inovasi ramah lingkungan yang diadaptasi dari negara maju. Akan tetapi, sebagian besar dari usaha tersebut tidak memberikan hasil yang signifikan sehingga pelaksanaannya terhambat.

Meninjau beberapa kasus tentang gagalnya usaha pemerintah dalam menerapkan inovasi ramah lingkungan yang ada di Indonesia saat ini, masalah utama yang sebenarnya kita hadapi adalah pola pikir dan budaya hidup masyarakat Indonesia sendiri.

Salah satu kasusnya adalah pengaplikasian inovasi yang diadaptasi dari negara Eropa, trash vending machine di Bali tidak berjalan dengan maksimal. Dengan fasilitas yang sudah baik dari pemerintah, banyak masyarakat yang tetap lebih memilih untuk membakar sampah secara langsung atau membuangnya ke badan air hingga menumpuk di hilir.

Hal tersebut dilakukan karena mereka berpikir bahwa langkah tersebut sudah tepat dan cepat. Hal tersebut membuktikan bahwa perkembangan teknologi juga perlu diimbangi dengan pola pikir masyarakat yang mendukung.

Health Environment Movement: Green Culture Mindset (GCM): Sebuah Solusi Digital akan Permasalahan Lingkungan

Health Environment Movement: Green Culture Mindset (GCM) adalah sebuah langkah sosial yang memberikan solusi terhadap permasalahan lingkungan yang menghambat pembangunan kota berkelanjutan.

Tujuan dari gerakan ini adalah menciptakan pola pikir yang ramah lingkungan secara perlahan dan dapat diturunkan ke generasi selanjutnya sebagai sebuah kebiasaan umum.

Dengan demikian, kota yang memiliki sanitasi yang baik, pengelolaan sampah yang baik, dan kualitas lingkungan yang sehat dapat terwujudkan secara berlanjut. Gerakan ini akan dikemas dengan inovasi kegiatan yang menarik sehingga dapat mengundang masyarakat untuk menerapkannya.

Gerakan sosial ini akan menormalisasikan beberapa kebiasaan ramah lingkungan yang dikolaborasikan dengan teknologi pendukung. Gerakan yang dicanangkan dalam budaya baru Health Environment Movement: Green Culture Mindset (GCM) adalah:

  1. Gerakan OMANEBA (One Man One Bag) adalah gerakan awal yang mewajibkan masyarakat membawa tas belanja saat berbelanja di pasar tradisional, pasar modern, dan toko-toko kelontong. Pasar tradisional juga diharapkan tidak menyediakan kardus bekas maupun plastik sebagai tempat belanja karena kardus maupun plastik tersebut berpotensi menjadi sampah yang tidak didaur ulang dengan baik.
  2. Peringatan ADIOR (A Day Without Individual Motor) adalah gerakan yang menghimbau masyarakat untuk berjalan kaki/ menggunakan sepeda dalam bepergian jarak dekat. Bagi masyarakat yang ingin berpergian jauh dapat memanfaatkan transportasi umum yang mulai berkembang sekarang dengan harga yang murah dan suasana yang nyaman. Dalam pelaksanaannya dapat diperkuat dengan pemberlakuan harga parkir berdasarkan lama kendaraan parkir. Selain itu, peningkatan fasilitas bagi pesepeda juga merupakan langkah baik dalam meningkatkan hak pesepeda.
  3. YKTPB (Yuk Kita Tukar Plastik Botol) adalah ajakan kepada masyarakat untuk menukar plastik botol di vending machine plastic pay yang mulai digerakkan pemerintah. Sosialisasi terhadap ajakan ini dapat dimulai melalui media sosial melalui influencer-influencer muda Indonesia dan generasi muda yang terpelajar. Juga mulai bekerjasama dengan beberapa supermarket besar untuk mulai menerapkan sistem vending machine plastik pay ini.
  4. LANGUASTIK (Lelang Daur Ulang Plastik) adalah media belanja produk daur ulang, terutama plastik dengan kualitas dan nilai jual tinggi. Akhir-akhir ini, produk hasil daur ulang plastik memiliki daya tarik yang tinggi karena diramaikan dengan bentuk-bentuk yang menarik.

Empat gerakan di atas adalah langkah awal untuk mengenalkan masyarakat kepada kebiasaan yang ramah lingkungan. Akan tetapi, keberhasilan dari empat gerakan itu sendiri, membutuhkan dukungan dari berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang sekiranya dapat menyukseskan terwujudnya Health Environment Movement: Green Culture Mindset (GCM) untuk Indonesia Emas 2045.

Pemerintah Memiliki Peranan yang Signifikan dalam Implementasi GCM

Pemerintah memiliki posisi yang kuat dan dapat menjadi pengatur utama dalam implementasi GCM pada kehidupan masyarakat. Selain menjadi pengatur dalam peraturan yang ditetapkan, pemerintah wajib memberikan sarana dan prasarana yang memadai dalam segala gerakan yang diciptakan. Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah dapat dideskripsikan dalam poin-poin berikut.

  1. Dalam membantu pelaksanaan OMANEBA, pemerintah wajib berkolaborasi dengan pihak perusahaan plastik yang akan terdampak akan pengurangan pemakaian plastik. Sebagai contoh, pemerintah dapat memberikan sosialisasi pelatihan akan produksi tas ramah lingkungan sebagai produk sampingan mereka. Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong produsen plastik akan produksi reusable plastic sebagai alternatif lain dari tas ramah lingkungan. Pemerintah juga dapat menyediakan reward bagi masyarakat yang selalu konstan menggunakan tas belanja pribadi dalam kehidupannya, seperti poin yang setara dengan pencapaian masyarakat dalam menukarkan sampah plastik mereka (YKTPB), ataupun bekerja sama dengan minimarket lokal dengan memberikan promo pada produk tertentu apabila pembeli menggunakan tas belanja, sehingga mendorong rasa ingin membawa tas belanja dalam kegiatannya.
  2. Dalam mendorong pelaksanaan ADIOR, pemerintah perlu mengusahakan moda transportasi yang lebih mendukung dari sekarang. Pengadaan bus dalam kota ataupun antar kota dapat ditingkatkan secara intensif dengan memperhatikan aspek kenyamanan masyarakat. Selain itu, peningkatan harga parkir adalah salah satu langkah “pemaksaan” yang dapat dicoba, dengan tujuan mengubah pemikiran masyarakat bahwa dengan menggunakan moda transportasi massal akan mengeluarkan dana pribadi yang lebih sedikit. Perencanaan tersebut juga dapat dibawa ke area yang lebih digital. Sebagai contoh, pemerintah dapat mengembangkan aplikasi transportasi umum, menyediakan berbagai paket perjalanan sekali bayar dengan harga yang terjangkau.
  3. Dalam mendukung YKTPB, pengadaan trash vending machine dapat dilakukan pada daerah keramaian yang memperhatikan jangkauan masyarakat. Pengadaan aplikasi digital juga dapat dilakukan untuk mewadahi hasil pengumpulan sampah plastik masyarakat. Pemerintah dapat memperhatikan kemudahan pemakaian aplikasi secara satu arah, misalnya menggabungkan beberapa aspek yang membutuhkan aplikasi digital dalam satu media yang lebih terarah.
  4. Dalam mendukung LANGUASTIK, pemerintah dapat bekerja sama dengan berbagai media pelatihan, baik pelatihan secara luring maupun daring, mengenai proses peningkatan harga jual dari produk daur ulang, khususnya sampah plastik. Hal ini dapat menjadi salah satu cara untuk mendukung UMKM yang mementingkan aspek lingkungan.

Masyarakat Perlu Sadar akan Pentingnya Perubahan Gaya Hidup pada GCM

Selain pemerintah, masyarakat perlu memahami bahwa mereka adalah tombak terdepan dalam kesuksesan GCM. Perubahan yang “terlihat menyusahkan kehidupan” sebenarnya membawa mereka ke jalan yang lebih tertata.

Hal tersebut akan terasa dari yang awalnya serba mudah, kantong plastik yang disediakan di seluruh toko kelontong dan supermarket terdekat, hingga pemaksaan untuk membawa tas belanja yang cenderung menyusahkan, sebenarnya memberikan partisipasi yang cukup tinggi kepada keselamatan lingkungan sekitar. Pemikiran kuno seperti inilah yang perlu diubah sejak awal.

Edukasi akan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan perlu dibawa sejak dini, misalnya pada tingkat sekolah. Hal ini mendukung cara pikir masyarakat sebagai fondasi dari digitalisasi kehidupan yang dikolaborasi dengan lingkungan yang lebih sehat dalam rangka mewujudkan kota berkelanjutan.

Masyarakat juga dapat membantu dengan memberikan masukan, keluhan, dan evaluasi kepada pengatur (dalam konteks ini adalah pemerintah) sebagai sudut pandang akan pelaksana akan suatu kebijakan.

Pihak Swasta Bukanlah Pihak yang Hanya Diam, Melainkan Bergerak Membantu Sesama

Pengadaan akan empat acara GCM tersebut harus disadari tidak dapat dilakukan pemerintah saja. Kepentingan pemerintah tidak hanya terfokus pada tata kota dan lingkungan saja, melainkan beragam, seperti politik, budaya, dan lain-lain.

Di sinilah, pihak swasta dapat bekerja sama dengan pemerintah dengan membantu pengadaan yang diperlukan.

Pihak swasta, tentunya, memiliki banyak kesempatan untuk membantu menggerakan GCM. Pihak swasta dapat membantu menjadi developer akan kebutuhan digital GCM.

Perancangan satu aplikasi besar yang akan digunakan seluruh masyarakat nusantara tentunya akan memberikan profit yang besar untuk mereka. Hampir seluruh gerakan baru yang dirancang dalam GCM membutuhkan peranan digital yang besar.

Pengumpulan profit hasil penukaran sampah plastik pada YKTPB, penampungan hasil produk UMKM yang memanfaatkan sampah sisa pada program LANGUASTIK, penghubung antar masyarakat dengan moda transportasi massal pada ADIOR, ataupun penawaran akan produk-produk promo pada hari tertentu dengan tas belanja sebagai persyaratan, dapat dikolaborasikan ke arah digital pada satu wadah yang terarah.

Selain itu, pihak swasta dapat ikut berpartisipasi dengan menjadi sponsor utama atau pun sebagai investor dalam perubahan ini. Perubahan gaya hidup ini perlu disadari akan terjadi secara masif dan menyeluruh, dan diharapkan akan terjadi secara berkelanjutan.

Pihak swasta tentunya tidak bisa melewatkan kesempatan untuk berkolaborasi dengan proyek besar pemerintah ini. Pemerintah akan melakukan proses seleksi yang sangat ketat dalam memilih rekan yang mendukung GCM.

Kesimpulan: Mampukah GCM Mengubah Indonesia?

GCM seharusnya bukan menjadi suatu keanehan bagi masyarakat Indonesia apabila diterapkan nantinya. Memperhatikan akan keanehan yang sering terjadi pada lingkungan sekitar, Indonesia seharusnya berusaha untuk mengubah apa yang sudah terlanjur menjadi budaya buruk dan melangkah lebih maju ke arah digital dengan merangkum kebutuhan lingkungan yang lebih sehat.

GCM adalah perancangan desain budaya baru yang menjanjikan kehidupan yang lebih terarah, terkoneksi satu sama lain, dan dikupas bersama kepentingan lingkungan hidup.

Dengan konsistensi dan evaluasi secara berkala, GCM akan menjadi solusi inovatif akan permasalahan lingkungan dan menyediakan masa depan yang lebih sehat sebagai warisan baik kepada generasi masa depan nanti.

Penulis: Bryan Rowson Balok Subagio dan Claudia Dashinta
Mahasiswa Teknik Sipil Internasional Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

References

cnnindonesia.com. (2016, 23 Februari). Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Ke-dua Dunia. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20160222182308-277 112685/ indonesia-penyumbang-sampah-plastik-terbesar-ke-dua-dunia pada 11 Oktober 2021 pukul 19:41.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI