Pendahuluan
Keluarga adalah pranata sosial paling mendasar yang memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai individu. Namun, tidak semua keluarga dapat menjalankan fungsi idealnya, terutama ketika terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kekerasan dalam keluarga dapat berdampak luas, mulai dari kesehatan mental hingga stabilitas sosial. Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), ribuan kasus KDRT dilaporkan setiap tahun, dengan perempuan sering kali menjadi korban utama.
Latar Belakang
KDRT adalah bentuk kekerasan yang terjadi dalam lingkup keluarga, termasuk kekerasan fisik, emosional, dan ekonomi. Kasus terbaru di Tangerang Selatan menggambarkan betapa seriusnya masalah ini. Seorang wanita hamil berusia 21 tahun mengalami kekerasan fisik berat dari suaminya, hingga menyebabkan luka serius dan membutuhkan bantuan medis. Insiden ini dilaporkan ke polisi dan menjadi sorotan publik.
Di Indonesia, berbagai faktor mempengaruhi tingginya angka KDRT, termasuk norma budaya, patriarki, dan ketergantungan ekonomi. Meskipun undang-undang tentang KDRT telah ada, implementasinya sering terkendala oleh minimnya kesadaran masyarakat dan akses terhadap perlindungan hukum.
Penguatan Layanan Hukum dan Psikologis bagi Korban KDRT
Selain faktor budaya dan norma, peran pranata sosial dalam menangani KDRT mencakup penyediaan layanan hukum dan psikologis. Banyak korban KDRT ragu untuk melaporkan kejadian karena stigma sosial atau ketakutan akan balasan pelaku.
Oleh karena itu, lembaga sosial dan pemerintah harus memperkuat layanan seperti pos pengaduan, hotline bantuan, serta akses mudah ke pengacara dan konselor. Di Indonesia, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) hadir di beberapa wilayah, namun distribusi dan efektivitasnya perlu ditingkatkan.
Pendidikan sebagai Pencegahan KDRT
Pranata pendidikan juga memainkan peran penting dalam pencegahan KDRT. Pendidikan tentang kesetaraan gender dan hak asasi manusia sebaiknya dimulai sejak dini, baik di lingkungan sekolah maupun keluarga.
Kurikulum yang mengintegrasikan pendidikan tentang KDRT dapat membantu anak-anak memahami pentingnya hubungan yang sehat dan penuh hormat dalam keluarga.
Baca Juga:Â KDRT dalam Pandangan Islam dan Dampaknya pada Kesehatan Mental AnakÂ
Peran Media dalam Mengatasi KDRT
Media massa dan media sosial memiliki tanggung jawab besar dalam membangun kesadaran masyarakat terkait KDRT. Peliputan kasus KDRT secara objektif dan kampanye publik dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hak-hak korban serta mendorong pelaporan kasus. Namun, media juga harus berhati-hati agar tidak melanggengkan stereotip atau menyalahkan korban.
Kebutuhan Reformasi Kebijakan
Di tingkat kebijakan, Indonesia membutuhkan reformasi yang memastikan hukum KDRT dapat ditegakkan secara lebih efektif. Salah satu tantangan terbesar adalah meningkatkan sinergi antara polisi, jaksa, dan lembaga sosial untuk memastikan setiap kasus ditangani dengan serius.
Selain itu, diperlukan kebijakan yang memastikan pelaku menerima hukuman setimpal dan korban mendapatkan perlindungan serta pemulihan yang memadai.
Untuk mengatasi KDRT secara holistik, semua pihak harus bekerja sama dalam memperkuat pranata sosial. Baik itu melalui edukasi, layanan hukum, media, atau kebijakan, tujuan akhirnya adalah menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan mendukung. Dengan peran aktif semua elemen masyarakat, KDRT dapat diminimalisasi, dan keluarga Indonesia dapat kembali menjadi tempat yang harmonis.
Baca Juga:Â Penyelesaian Hukum Kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga atau KDRT
Peran Pranata Sosial dalam KDRT
Norma dan Budaya
Norma yang memandang pria sebagai kepala keluarga dapat memperkuat ketimpangan kekuasaan, memicu dominasi, dan kekerasan.
Agama dan Pendidikan
Pranata sosial berbasis agama sering kali berperan dalam mencegah atau mengatasi KDRT. Namun, interpretasi yang salah dapat memperburuk situasi, misalnya dengan mengajarkan kepatuhan tanpa syarat kepada suami.
Komunitas dan Lembaga Sosial
Peran komunitas penting untuk menyediakan jaringan dukungan bagi korban. Layanan seperti SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh KemenPPPA memberikan ruang bagi korban untuk melapor dan mendapatkan bantuan.
 Kesimpulan
KDRT bukan hanya persoalan individu, tetapi juga hasil dari struktur sosial dan budaya yang kompleks. Pranata sosial berperan signifikan, baik dalam pencegahan maupun penanganan KDRT. Oleh karena itu, perlu ada kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan lembaga keagamaan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, serta memperkuat nilai-nilai kesetaraan dalam keluarga.
Dengan penguatan peran pranata sosial, diharapkan kasus KDRT dapat berkurang, menciptakan keluarga sebagai tempat perlindungan, bukan sumber kekerasan.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan persoalan kompleks yang tidak hanya menyangkut individu, tetapi juga terkait erat dengan struktur sosial dan pranata yang berlaku di masyarakat. Pranata sosial, sebagai mekanisme pengaturan sosial, memiliki peran penting dalam mencegah dan menangani KDRT.
Norma-norma budaya yang menormalisasi kekerasan, sistem patriarki, dan ketergantungan ekonomi sering kali menjadi faktor yang memperkuat pola kekerasan dalam rumah tangga.
Selain itu, peran pranata sosial dalam bentuk komunitas dan lembaga sosial menjadi krusial dalam memberikan perlindungan dan bantuan bagi korban. Layanan seperti pos pengaduan, konseling psikologis, dan pendampingan hukum menjadi instrumen penting dalam membantu korban keluar dari lingkaran kekerasan. Namun, masih banyak korban yang ragu melapor karena stigma sosial yang kuat atau kurangnya akses ke layanan tersebut.
Pendidikan juga menjadi salah satu pranata sosial yang dapat berperan dalam pencegahan jangka panjang. Dengan memasukkan materi kesetaraan gender dan hak asasi manusia ke dalam kurikulum, generasi muda dapat dibentuk untuk menghargai hubungan yang sehat dan setara. Ini juga dapat membantu memutus mata rantai kekerasan yang mungkin diwariskan dari generasi ke generasi.
Baca Juga:Â Dampak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologis Anak
Di sisi lain, media massa dan media sosial memiliki peran ganda dalam kasus KDRT. Media dapat berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran publik dan mengadvokasi hak-hak korban, tetapi juga harus berhati-hati agar tidak menyebarluaskan narasi yang menyalahkan korban atau memperparah trauma mereka.
Untuk menciptakan perubahan yang signifikan, reformasi kebijakan yang lebih tegas diperlukan. Hukum yang ada perlu diimplementasikan dengan lebih baik, dan sinergi antara berbagai pihak penegak hukum serta lembaga sosial harus ditingkatkan. Perlindungan terhadap korban juga harus menjadi prioritas utama, disertai dengan hukuman yang tegas bagi pelaku kekerasan.
Secara keseluruhan, pranata sosial memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengatasi dan mencegah KDRT. Dengan sinergi yang kuat antara pendidikan, media, komunitas, dan kebijakan pemerintah, diharapkan angka kekerasan dalam rumah tangga dapat menurun, dan keluarga dapat menjadi tempat yang aman serta nyaman bagi semua anggotanya.
Penulis: Alayya Nuraini Qaramah
Mahasiswa Jurusan Administrasi Publik, Universitas Andalas
Referensi
Kusuma, F. R., & Adiprasetyo, J. (2023). Peran pranata sosial dalam penanganan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Jurnal Sosiologi Indonesia, 12(2), 120-135.
Lestari, D., & Santoso, A. B. (2022). Pengaruh norma budaya terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia: Studi kualitatif. Jurnal Penelitian Sosial, 15(3), 211-225.
Nugroho, A. P., & Wijaya, R. (2021). Implementasi kebijakan perlindungan perempuan korban KDRT melalui pranata sosial lokal. Jurnal Kebijakan Publik, 8(1), 45-60.
Fitriana, S., & Hakim, N. (2020). Pranata pendidikan sebagai upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6(4), 378-390.
Handayani, M., & Sutrisno, E. (2019). Peran media dalam kampanye anti-KDRT di Indonesia. Jurnal Komunikasi dan Media, 14(2), 102-117.
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News