Problematika Pendidikan di Daerah Tertinggal

Ketika masyarakat yang tinggal di daerah maju dan pemerintah menganggap bahwa pendidikan itu sangatlah penting, apakah pemikiran ini sudah sejalan dengan masyarakat Indonesia yang berada di daerah yang tertinggal? Jika tidak, apakah yang menjadi penyebab utamanya? Apa usaha pemerintah masih ada yang kurang? Ataukah tidak adanya ketertarikan dan kemauan dari masyarakat untuk mengenyam pendidikan? Atau mungkin kurangnya fasilitas yang mendukung dan memadai untuk belajar? Jikalau seperti itu, dari sekian banyak faktor, apa sebenarnya yang menjadi faktor utama Indonesia belum juga bisa meratakan pendidikannya dan apa solusi terbaik untuk mengatasinya?

UU No. 20 tahun 2003, tentang pendidikan nasional, pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada TuhanYang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Melihat dari tujuan pendidikan yang tertera jelas dalam Undang-Undang di atas, pendidikan sangatlah penting bagi bangsa Indonesia. Harapan untuk memeratakan pendidikan di Indonesia guna membentuk cendekiawan yang nantinya akan membangun Bangsa Indonesia menjadi lebih baik sudah bermunculan. Namun, harapan ini tidak bisa tercapai jika di antara tiga pemeran utama, yaitu pemerintah, pendidik, dan target pelajar tidak ada suatu kesepakatan yang sejalan.

Beberapa stereotip yang masih beredar di masyarakat pedesaan dan pedalaman adalah menganggap bahwa pendidikan, bagi wanita khususnya, hanya akan membuang-buang waktu saja. Wanita yang notabenenya menjadi pengurus rumah tangga dan penjaga mengepulnya asap dapur rumah tidaklah perlu untuk mengenyam ilmu yang terlalu tinggi. Lagi pula, ilmu tersebut tidak akan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada masa setelahnya.

Bacaan Lainnya

Lebih mirisnya lagi, hanya sedikit sekali populasi masyarakat pedalaman yang mengenal apa itu pentingnya pendidikan. Akses yang cukup sulit, kurangnya fasilitas yang memadai, kurangnya tenaga pengajar, dan kurangnya perhatian dari pemerintah bisa menjadi beberapa faktor mengapa hal ini bisa terjadi. Beberapa faktor lain seperti faktor ekonomi, lingkungan, budaya, bahkan adat istiadat mungkin saja menjadi faktor internal utama dalam hal ini.

Penempatan sekolah-sekolah yang masih belum merata mengakibatkan tidak tersedianya sekolah di setiap daerah. Pelajar harus menempuh jarak yang jauh dan sulit untuk sampai ke tempat sekolahnya. Namun terkadang, sesampainya mereka di sekolah, tidak ada guru yang mengajar. Hal tersebut bisa saja merusak semangat mereka untuk belajar.

Selain itu, teknis pengajaran dan fasilitas yang kurang mumpuni menyumbang presentase yang cukup besar dalam hal ini. Pergantian kurikulum yang dipercayai mampu meningkatkan kualitas pendidikan yang cukup sering dilakukan tanpa diimbangi dengan fasilitas yang memadai membuat kualitas pendidikan di Indonesia menjadi semakin jomplang antara daerah maju dan daerah tertinggal. Daerah yang awalnya tertinggal menjadi semakin terbelakang dengan adanya pergantian kurikulum ini. Ditambah lagi kurangnya tenaga pengajar dan kualitas tenaga pengajar yang masih rendah semakin memperburuk keadaan pendidikan di Indonesia. Banyak tenaga pengajar yang ditempatkan di daerah tertinggal hanya dalam masa pengabdian untuk menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan akan kembali ke kota setelah menjadi PNS. Hal ini membuat pendidikan di daerah tertinggal menjadi semakin tidak terurus.

Mengubah pola pikir setiap masyarakat bukanlah hal yang mudah. Diperlukan kontribusi dari beberapa pihak dan suatu komitmen yang kuat demi memajukan serta meratakan pendidikan di Indonesia. Setelah ditelusuri lebih lanjut, faktor dari dunia pendidikan itu sendiri juga harus turut berkontribusi dalam hal ini. Maksudnya adalah tenaga pendidik haruslah mempunyai komitmen yang cukup kuat untuk mendidik, bukan hanya berjuang sampai mendapatkan gaji tetap sebagai PNS.

Perlu disadari bahwa seorang guru harus bisa menjadi motivator utama dan pertama bagi setiap siswanya untuk terus menuntut ilmu. Guru seharusnya bisa menjadi tolok ukur bagi siswanya untuk berpikir seberapa penting pendidikan sebenarnya. Dibutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar berkompeten dan profesional guna meraih tujuan utama UU No. 20 Tahun 2003.

Diperlukan pula perhatian yang lebih dari pemerintah untuk masyarakat pinggiran dan pedalaman guna memperbaiki kualitas pendidikan mereka. Penyeleksian PNS seperti guru, haruslah memandang kompetensi, kepribadian, serta seberapa besar pengaruh orang tersebut kepada negara. Jika penyeleksian PNS tetap saja dengan cara menyogok, lalu kapan Indonesia akan menjadi negara yang maju dengan sistem pendidikan yang merata? Bukankah semua sendi kehidupan akan diuntungkan jika Indonesia menjadi negara yang maju?

Achnes Choirun Nisa
Mahasiswa Sampoerna University

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI