Produk Nasional Vs Produk Asing di Toko Online Indonesia, Siapakah Pemenangnya?

Produk Nasional Produk Asing

Fenomena globalisasi ditunjukan dengan lahirnya lembaga ekonomi politik
internasional dalam bidang perdagangan seperti World Trade Organization (WTO). Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah salah satu dari 81 negara yang pada tanggal 1 Januari 1995 telah resmi sebagai anggota dari World Trade Organization.

Diterimanya hasil pada Uruguay Round oleh Pemerintah Indonesia tampak dari pengesahan keikutsertaannya dalam WTO dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pendirian Organisasi Perdagangan Dunia pada tanggal 2 November 1994 (LN RI Tahun 1994 Nomor 57, TLN RI Nomor 3564). Dengan bergabungnya Indonesia kedalam WTO maka secara tidak langsung Indonesia harus siap terlibat dalam era pasar bebas (Free trade).

Pada hakikatnya, GATT-WTO Agreement menginginkan perdagangan tanpa hambatan yang berarti akan lebih mudah menjual barang dan jasa ke negara-negara berkembang. Oleh sebab itu, dalam waktu yang sama, globalisasi akan menciptakan pengelompokan masyarakat dan negara ke dalam ruang yang baru berdasarkan kemampuan ekonominya dan itu termasuk Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dengan demikian, memasuki era perdagangan bebas (free trade), Indonesia harus memiliki persiapan yang matang untuk mengatasi pengaruh yang terjadi pada semua aspek. Termasuk aspek hukum, khususnya hukum ekonomi sebagai pranata hukum yang berisi kebijakan untuk mengarahkan kegiatan ekonomi ke suatu arah tertentu.

Dilema Perdagangan Bebas di Indonesia

Penerapan perdagangan bebas di Indonesia pada hakikatnya akan menjadi dilema tersendiri. Dalam beberapa hal, produk nasional dalam negeri belum siap, tetapi pasar internasional telah menuntut kondisi itu.

Hal ini diperparah dengan kurangnya rasa nasionalisme. Kurangnya rasa cinta tanah air akan berpengaruh terhadap kesadaran menggunakan produk lokal, karena pada intinya era perdagangan bebas adalah suatu persaingan antara produk lokal dengan produk asing.

Pada kenyataannya, produk nasional bahkan harus gulung tikar karena ketidakmampuan bersaing dengan produk asing. Produk luar negeri secara pelan tetapi pasti telah menjadi raja sedangkan produk nasional akan menjadi pelayan.

Bagi negara yang telah siap menghadapinya, free trade bisa menjadi keuntungan karena produk mereka bisa menemukan pasar baru tanpa sekat batas negara. Hal sebaliknya akan terjadi pada negara yang belum siap.

Sekarang ini, produk-produk asing sangat mudah kita temukan di berbagai pusat perbelanjaan. Mulai dari barang elektronik, buah, makanan sampai dengan tekstil, demikian dengan batik pun sudah ada impor dari China.

Produk impor tekstil dari China ke pasar nasional semakin tak terbendung, apalagi sejak diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN Free Trade Area (ACFTA). Batik yang merupakan produk ciri khas asli Indonesia pun mereka kirim dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang relatif murah.

Produk-produk nasional yang kalah bersasing dari segi kualitas dan harga dari produk asing akan menghilang dipasaran. Hal tersebutlah yang menjadi kenyataan pahit yang kita alami tanpa disadari.

Mengenal Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)

Istilah perdagangan internasional (international trade) atau disebut dengan perdagangan antar bangsa-bangsa, pertama kali dikenal di Benua Eropa. Setelah itu, berkembang di Asia dan Afrika.

Negara-negara yang terhimpun dalam kegiatan perdagangan internasional membentuk suatu persetujuan dagang dan tarif (General Agreement on Tariff and Trade/GATT). Kemudian GATT berkembang menjadi suatu organisasi perdagangan internasional yang sekarang ini lebih dikenal dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

WTO sebagai organisasi perdagangan dunia tidak hanya mengurus soal perdagangan barang semata, tetapi juga telah meluas ke banyak sektor ekonomi dan kehidupan manusia, seperti pada hak atas kekayaan intelektual (HAKI) atau ilmu pengetahuan, pertanian, investasi, sektor jasa-jasa dan lain-lainnya.

WTO yang merupakan kelanjutan dan pengembangan dari GATT yang mempunyai visi utama yakni menciptakan persaingan usaha yang sehat di bidang perdagangan internasional bagi para anggotanya. Kemudian secara filosofis, tujuan WTO adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan, menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan, serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia.

Baca Juga: Pemasaran Go Digital Penopang saat Pandemi Covid-19

Eksistensi Produk Nasional di Tengah Himpitan Produk Asing

Di Indonesia, produk Asing sangat mudah ditemukan karena globalisasi atau liberalisasi perdagangan yang diakibatkan oleh GATT-WTO Agreement. Oleh sebab itu, eksistensi produk nasional ikut terdampak.

Hal tersebut senada dengan diterapkannya Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan pembentukan organisasi perdagangan dunia. Yang mengakibatkan perdagangan bebas masuk ke dalam pasar nasional.

Jika kita masuk ke dalam minimarket maupun supermarket maka kita dapat melihat banyaknya produk-produk impor yang menghiasi etalase atau rak-rak toko tersebut, sedangkan produk dalam negeri ditempatkan di pojok. Selain itu, Indonesia menempati posisi pertama di asia tenggara dan keempat di dunia dengan tingkat konsumsi tertinggi. Hal tersebutlah yang menjadikan Indonesia sebagai negara yang “seksi” untuk dijadikan pasar oleh negara-negara lain.

Menurut Ketua Umum APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Sofyan Wanandi, produk-produk buatan Indonesia belum mampu untuk bersaing dengan produk-produk impor khususnya dari China. Bahkan menurut data dari CNBC Indonesia, 60% orang Indonesia lebih memilih untuk membeli produk asing dibandingkan produk lokal, maka harus diakui kalau merek lokal masih kalah jauh dengan merek internasional.

Baca Juga: Dampak Perdagangan Internasional Indonesia di Masa Pandemi

Perdagangan Online, Benarkah Peluang bagi Pedagang Lokal?

Batas-batas negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain dengan perdagangan online. Namun, bukan berarti tidak ada masalah yang muncul di kemudian hari terkait perdagangan internasional.

Pada ekspektasinya, perdagangan online dapat menjadi peluang bagi para pedagang lokal untuk memasarkan produk-produk lokal mereka. Akan tetapi, hal tersebut malah membuat produk lokal semakin terjerembap.

Menurut Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih, 90% produk yang dijual di toko online di Indonesia adalah produk impor. Artinya, bisnis online di Indonesia dijadikan pangsa pasar yang menjanjikan untuk produk impor.

Penanggulangan Produk Lokal yang Tertinggal

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka Pemerintah wajib memberlakukan perlindungan yang sangat ketat dari negara-negara pengimpor. Pemerintah harus secepat mungkin memberlakukan aturan untuk membatasi produk impor yang dijual di toko online di Indonesia. 

Pemerintah juga bisa menetapkan aturan bagi toko online besar asing yang ingin melebarkan bisnisnya ke Indonesia. Misalnya, perusahaan tersebut harus meningkatkan penjualan produk lokal Indonesia sebesar 50%. Jika strategi ini diterapkan, maka harus diterapkan ke semua toko online tanpa terkecuali.

Misalnya, Thailand hanya menjual 25% barang impor, 75%-nya barang lokal dan domestik. Kebijakan ini juga harus diberlakukan untuk bisnis online di Indonesia, misalnya produk lokal yang dijual minimal harus 80%, dan sisanya produk impor. Menurut penulis, jika hal tersebut diberlakukan maka eksistensi produk nasional akan mampu menjadi tuan rumah dinegaranya sendiri.

Baca Juga: Tantangan Perdagangan Global Bagi Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

Selain hal tersebut, perlu juga dilakukan upaya bela negara untuk industri kecil nasional. Kapasitas tenaga manusia dengan peralatan yang minimalis tersebut juga menghasilkan skala produksi yang sangat terbatas.

Produk negara kita akan kalah dalam persaingan global ketika harus disandingkan dengan produk dari negara maju yang notabene sudah menggunakan teknologi canggih karena mampu menghasilkan jumlah dan kualitas produk yang lebih baik. Hal ini dapat menunjukkan bahwa keunggulan kompetitif akan selalu menjadi pemenang absolut didalam kancah perdagangan bebas.

Kondisi-kondisi semacam ini melahirkan kewaspadaan nasional yang semestinya merefleksikan suatu kualitas kesiapan dan kesiagaan yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kewaspadaan nasional merupakan sikap nasionalisme yang dibangun dari rasa tanggung jawab seorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari suatu ancaman.

Untuk mendukung upaya tersebut maka pemerintah wajib membuat regulasi dalam memperhatikan aspek kesejahteraan bangsa Indonesia. Masyarakat Indonesia pun harus memiliki nasionalisme yang tinggi sebagai bentuk penguatan kedaulatan negara.

Muhammad Nur Isra
Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Indonesia

Ketua Bidang Kajian strategis dan advokasi Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia Periode 2020-221

Editor: Kurnia Putri Mirani

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI