Pulih Lebih  Cepat, Bangkit Lebih Kuat (Pendekatan Psikologi Kognitif dalam Mereduksi Trauma pada Korban Bencana Alam)

Bencana Alam
Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat (Pendekatan Psikologi Kognitif dalam Mereduksi Trauma pada Korban Bencana Alam).

A. Latar Belakang

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam serta mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 dalam Krishna S. Pribadi :2008).

Menurut (Nurjanah: 2012) terdapat 3 faktor penyebab terjadinya bencana, yakni: 1. Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada campur tangan manusia; 2. Faktor non-alam (non-natural disaster) yaitu bukan karena fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia; 3. Faktor sosial/ manusia (man-made disaster) yang murni akibat perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal, dan terorisme.

Sepanjang 2021 terhitung mulai 1 Januari hingga 28 Desember 2021, bencana alam yang terjadi di Indonesia mencapai 3.058 kejadian. Bencana banjir mendominasi kejadian bencana alam yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia, yaitu mencapai 1.288 kejadian atau 42,1%.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Teknologi Kemasan Self Heating: Menjawab Permasalahan Pangan untuk Korban Bencana Alam

[1] Selain banjir tentu ada banyak ancaman bencana alam (nature disaster) yang harus selalu diwaspadai seperti tanah longsor, gunung meletus, angin puting beliung, gempa bumi, dan lain sebagainya.

Kejadian bencana alam ini dipertegas dengan kondisi geografis Indonesia yang memang berada pada jalur pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Ditambah lagi Indonesia juga termasuk kedalam wilayah zona cincin api (Ring Of Fire).[2]

Tidak sedikit kejadian bencana alam yang kemudian meninggalkan kesan traumatik terhadap masyarakat yang mengalaminya secara langsung, kondisi semacam ini tentu menjadi problem terutama jika dipandang dari sisi psikologis karena akan menimbulkan ketidakseimbangan pada kesehatan mentalnya seperti rasa was-was berlebihan, tidak mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi lingkungan yang baru bahkan mirisnya sampai ada yang memilih untuk menutup diri dari dunia luar karena dianggap terlalu berbahaya.

B. Pendekatan Teori

Dalam kasus yang seperti ini, pendekatan-pendekatan secara psikologis dirasa sangat penting dan relevan sebagai upaya untuk memulihkan kondisi dari sisi manusianya terutama dalam hal kesehatan mental.

Dalam perspektif psikologi, teori yang berkaitan erat dengan kesehatan mental adalah teori pendekatan psikologi kognitif (cognitive approach), di mana pendekatan ini berfokus kepada proses perkembangan mental seperti ingatan (memory), cara berfikir (thinking), pemecahan masalah (problem solving), cara berbicara (language) dan penentuan keputusan (decision making).[3]

Berdasar pada teori psikologi kognitif ini penulis rasa dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk membantu masyarakat agar dapat move on dari trauma masa lalu terhadap bencana alam yang dialaminya.

Baca Juga: Peran Tenaga Farmasi dalam Pengelolaan Obat dan Swamedikasi Penyiapan Obat Mandiri dalam Sistem Tanggap Bencana

C. Pembahasan

1. Definisi Trauma sebagai Dampak Psikologis

Trauma merupakan keadaan di mana seseorang mengalami gangguan baik fisik maupun psikologis akibat kejadian/ pengalaman yang cukup mengerikan dan membuat mereka tidak berdaya. Trauma juga sering dikaitkan dengan kondisi seseorang yang terpuruk akibat pengalaman pahit yang menimpanya.

(Weaver, Flanelly, dan Preston (2003) dalam Nirwana (2012)) Trauma merupakan suatu kejadian fisik atau emosional yang cukup serius yang mengakibatkan kerusakan dan ketidakseimbangan secara substansial terhadap fisik dan psikologis seseorang dalam jangka waktu yang relatif lama[4].

Kondisi trauma biasanya berawal dari keadaan stress yang mendalam dan berlanjut yang tidak dapat diatasi sendiri oleh individu yang mengalaminya. Sejauh mana trauma tersebut berkembang, bagaimana sifat atau jenisnya.

Bila keadaan trauma dalam jangka panjang, maka itu merupakan suatu akumulasi dari peristiwa atau pengalaman buruk yang memilukan yang kemudian konsekuensinya menjadi suatu beban psikologis yang amat berat dan mempersulit diri seseorang dalam proses penyesuaian diri, akan menghambat perkembangan emosi dan sosial individu dalam berbagai aspek perilaku dan sikap, seperti dalam hal proses pendidikan maupun pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu lainnya secara luas.  

Adapun ciri-ciri trauma adalah: a) Disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita; (b) Kejadian itu sudah berlalu; (c) Terjadi mekanisme psikofisis artinya kalau tidak melawan maka saya akan binasa; d) Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli (Triantoro & Saputra, 2009).[5]

Baca Juga: Penerapan Konsep Jabariyah dan Qadariyah dalam Menghadapi Bencana Banjir

2. Implementasi Teori

Pemberian tindakan psikoterapi dengan menggabungkan dua metode terapi yaitu terapi kognitif dan terapi perilaku (behavior) sebagai bentuk pemulihan mental terhadap korban bencana alam yang mengalami traumatic dirasa sangat pas dan relevan.

  1. Langkah pertama yaitu mengubah keyakinan korban yang maladaptif (dikenal sebagai pencatatan fikiran atau analisis rasional). Individu yang mengalami trauma biasanya memiliki keyakinan yang maladaptif seperti merasa hancur, tidak bisa bangkit, tidak punya harapan masa depan, dan merasa tidak dicintai (oleh manusia dan Tuhan). Maka mengubah pola pikir dan keyakinan korban menjadi langkah paling fundamental yang menentukan keberhasil-tidaknya langkah selanjutnya.
  2. Langkah kedua yaitu memberikan stimulus positif baik stimulus dalam bentuk verbal (motivasi), visual (film motivasi), dan audio (instrumen musik), atau gabungan dari ketiganya kepada korban, stimulus ini nantinya akan ditangkap dan akan tersimpan dalam memori. Jika stimulus ini berhsil ditangkap maka secara otomatis akan menutup memori-memori traumatis yang lalu sampai pada akhirnya ingatan tentang traumatic itu hilang sepenuhnya dan berganti dengan kepercayaan diri.
  3. Langkah ketiga yaitu mendorong individu untuk dapat mengekspresikan kondisi dirinya yang baru melalui hal-hal yang disukainya dengan terus didampingi oleh psikolog atau konselor.
  4. Langkah terakhir yaitu monitoring atau pemantauan terhadap individu tersebut supaya perkembangan dari hasil terapi yang diberikan dapat terkontrol secara pasti.

Demikian pemikiran penulis terkait pendekatan psikologi kognitif dalam trauma healing pada korban bencana alam, tentunya artikel ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam segala hal.

Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca sebagai sarana perbaikan agar menjadi lebih baik lagi kedepannya.

Penulis: Bambang Tri Atmojo (S300220007)
Mahasiswa Magister Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Elfi Rimyati. (2019).”Konseling Traumatik Dengan CBT: Pendekatan dalam Mereduksi Trauma               Masyarakat Pasca Bencana Tsunami di Selat Sunda”. Indonesian Journal of Guidance    and Counseling, Vol.8, No.1.

Fitri, Wanda. (2014). “Nilai Budaya Lokal,Resiliensi, dan Lesiapan Menghadapi Bencana Alam”.   Personifikasi, Vol.5, No.2.

Hayatul Khairu rahmat, Desi Alawiyah. (2020).”Konseling Traumatik: Sebuah Strategi Guna Mereduksi Dampak Psikologis Korban Bencana Alam”. Jurnal Mimbar, Vol.6, No.1.

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/29/bnpb-kejadian-bencana-alam-indonesia-   capai-3058-sepanjang-2021 diakses pada 26 September 2022.

 https://osf.io/dn4fe diakses pada 26 September 2022.

Soeparno, Koentjoro dkk. (2020). Ragam Ulasan Kebencanaan. Yogyakarta: Deepublish.

T.Dicky Hastjarjo. (2004). “Berkenalan dengan Psikologi Kognitif”.Jurnal Intelektual, Vol.2, No.2.


[1] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/12/29/bnpb-kejadian-bencana-alam-indonesia-capai-3058-sepanjang-2021 diakses pada 26 September 2022.

[2]  https://osf.io/dn4fe diakses pada 26 September 2022.

[3] T.Dicky Hastjarjo, Berkenalan dengan Psikologi Kognitif, Jurnal Intelektual, Vol.2, No.2. (2004).3.

[4] Elfi Rimyati,”Konseling Traumatik Dengan CBT: Pendekatan dalam Mereduksi Trauma Masyarakat Pasca Bencana Tsunami di Selat Sunda”, Indonesian Journal of Guidance and Counseling ,Vol.8, No.1. (2019).57.

[5] Hayatul Khairu Rahmat, Desi Alawiyah,”Konseling Traumatik: Sebuah Strategi Guna Mereduksi Dampak Psikologis Korban Bencana Alam”, Jurnal Mimbar, Vol.6, No.1. (2020).37.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI