Ragam Aliran Ilmu Kalam dalam Sudut Pandang Pelaku Dosa Besar

Ragam Aliran Ilmu Kalam

Munculnya aliran dalam pemikiran ilmu kalam dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bermula dari wafatnya khalifah Utsman bin Affan RA. Yang berlangsung sebuah konflik sampai pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib KW. Pasalnya konflik tersebut dipicu karna adanya sebuah kesalahan pada pemerintahan Ali. Yang mana khalifah Ali tidak segera mengusut atas terjadinya pembunuhan khalifah Utsman. Sehingga, dari keluarga maupun golongan ataupun masyarakat pada masa itu geram atas kepemimpinan Ali. Kemudian, dari sebuah permasalahan tersebut munculnya beberapa konflik bahkan peristiwa ataupun peperangan pada masa khalifah Ali.

Adapun sebuah tantangan pada masa kepemimpinan Ali KW. yakni adanya sebuah peristiwa tahkim (arbitrase), perang jamal, perang shiffin, dan sampai munculnya khawarij yang mana salah satu dari sebuah aliran dalam pemikiran kalam. Ilmu kalam memiliki banyak aliran yang diantaranya: Khawarij, Syiah, Qadariyah, Jabariyah, Murji’ah, Mu’tazilah, Maturidiyyah, dan Asy’ariyyah. Setiap aliran-aliran yang ada di dalam ilmu kalam memiliki doktrin-doktrinnya masing-masing yang mereka yakini dan mereka pertahankan.[1]

Baca Juga: Pemicu Timbulnya Ilmu Kalam Menurut Kajian Harun Nasution

Bacaan Lainnya

Aliran kalam lebih merupakan bentuk segregasi komunitas dalam tubuh umat Islam yang terbentuk karena adanya perbedaan pandangan dalam beberapa persoalan teologi Islam. Perbedaan pandangan dalam beberapa persoalan teologi Islam. Perbedaan ini juga terjadi dalam satu komunitas yang mengklaim menganut aliran kalam tertentu. Fenomena inilah yang lazim terjadi dalam tradisi pemikiran kalam, hingga setiap aliran kalam masih memiliki golongan-golongan yang berbeda satu sama lain. Hal itu disebabkan oleh adanya kecenderungan berpandangan ekstrem pada satu sisi dan ada juga yang moderat dalam satu aliran pemikiran kalam yang sama.[2]

ALIRAN DALAM  ILMU KALAM MENGENAI PELAKU DOSA BESAR

A. Aliran Khawarij

Khawarij yakni sebuah kata yang berasal dari bahasa arab yaitu kharaja yang artinya keluar, muncul, timbul atau memberontak.[3] Yang dimaksudkan disini yakni pengikut atau golongan Ali yang keluar dari barisan Ali dan menerimanya keputusan arbitrase. Ajaran Khawarij ini bermula dari sudut pandang mereka mengenai Islam dan kafir dan pelaku dosa besar. Aliran Khawarij ini merupakan aliran yang berwatak ekstrem terlebih dalam memutuskan persoalan dosa besar. Menurutnya, pelaku dosa besar ialah dihukumi kafir dan manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

B. Aliran Syi’ah

Kata Syi’ah diambil dari bahasa arab yang memiliki arti pihak, puak, golongan, kelompok, atau pengikut sahabat atau penolong. Namun, yang dimaksud syi’ah di sini yakni sekelompok atau pengikut Ali yang senantiasa memuliakan Ali beserta keturunannya. Dalam aliran syi’ah ini memandang dalam persoalan hukum pelaku dosa besar ialah tetap mukmin dan bukan kafir, selama orang tersebut bertaubat dan memenuhi hak-haknya terhadap Tuhan-Nya maupun sesama manusia. Namun, jika pelaku dosa besar tersebut enggan bertaubat sampai akhir hayatnya maka ia akan kekal di neraka.

C. Aliran Qodariyah

Kata Qodariyah berasal dari qodara yang berarti memutuskan. Aliran Qodariyah ini meyakini bahwasanya manusia memiliki kekuasaan penuh atas perbuatannya sendiri. Aliran ini juga memiliki paham bahwa manusia bisa disebut sebagai pencipta, dengan artian segala sesuatu yang dilakukannya itu murni tanpa adanya paksaan dari segi mana pun baik Tuhan. Aliran ini juga tidak mempercayai adanya takdir, qada dan qodar-Nya Allah.[4]

Baca Juga: Ilmu Kalam di Era Digital

D. Aliran Jabbariyah

Berbeda dengan Qodariyyah, aliran Jabariyyah ini memandang terbalik pada hukum yang ditetapkan oleh aliran Qodariyyah. Aliran ini memiliki sudut pandang bahwasanya apa yang dikerjakan oleh manusia, Allah-lah yang mengatur. Dengan artian aliran ini menyatakan “manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.”[5] Dalam paham aliran ini juga dikatakan seluruh hal perbuatan manusia adalah sebuah ketetapan yakni qada dan qodar. Sehingga, manusia tidak memiliki kebebasan dalam berbuat dengan dalih Allah-lah yang mengatur segalanya entah perbuatan baik maupun buruk.

E. Aliran Murji’ah

Kata Murji’ah berasal dari bahasa arab irja’ yang bermakna penundaan atau penangguhan. Aliran ini meyakini bahwa hukum pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung pada dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan Tuhan mengampuni dosanya, sehingga mereka bebas dari siksa neraka. Menurutnya, apabila orang Islam yang percaya pada Allah dan menyatakan kekufurannya secara lisan, tidaklah menjadikannya kafir. Sebab iman terletak adanya dihati, bukan sekedar lisan.

F. Aliran Muktazilah

Kelompok aliran ini merupakan kelompok penengah antara aliran Khawarij dan Mur’jiah. Aliran ini mengambil jalan tengah mengenai persoalan tentang pelaku pendosa besar. Pandangannya yakni bahwasanya orang yang berdosa besar itu masih ada imannya namun tidak juga dikatakan mukmin, karena ia telah berdosa besar. Dalam pandangannya juga orang yang berdosa besar akan kekal dineraka, namun azabnya saja yang lebih ringan dibandingkan orang yang kafir.[6]

G. Aliran Maturidiyyah

Nama aliran ini diambil dari tokoh pertama yang mengajukan pemikirannya sendiri. Tokoh tersebut yakni Abu Mansur Muhammad ibn Mahmud al-Maturidi. Pada aliran ini menyatakan bahwa mengenai hukum pelaku dosa besar ialah tetap mukmin, karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasannya di akhirat bergantung pada apa yang dilakukan semasa di dunianya. Keputusan sepenuhnya diserahkan kepada Allah. Jika Allah mengampuninya, dia akan tetap masuk neraka namun tidak kekal di dalamnya.[7]

Baca Juga: Lahirnya Ilmu Kalam

H. Aliran Asy’ariyyah

Nama lain dari aliran ini adalah Ahlu Sunnah wal Jamaah.[8] Nama tersebut juga diambil dari pendirinya, yakni Abu al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy’ari. Pokok pemikiran aliran ini menggunakan dalil-dalil rasional yakni dalil aqli dan naqli, dan mengurangi penggunaan logika filsafat sebagai fondasi pemikiran teologis. Paham aliran Asy’ariyyah mengenai pelaku dosa besar ialah fasik. Dimana jika ia memungkinkan menerima ampunan dari Allah atau tidak, itu adalah kehendak Allah. Jika seorang muslim termasuk golongan fasik, maka ia akan masuk neraka. Namun, jika orang tersebut mendapat ampunan-Nya maka orang fasik tersebut akan masuk surga.


[1] Eri Susanti, “Aliran-aliran dalam Pemikiran Kalam,” ­(2018), Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman, Vol.1, No.1, hlm. 41

[2] Faizal Amin, Ilmu Kalam: Sejarah Pemikiran Islam dan Aktualisasinya, (Pontianak: STAIN Pontianak Pres, 2012), hlm. 20.

[3] Abdu Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al Baghdadi, Al- Farq bain, Al Azhar, Mesir

[4] Hamdan Rasyid dan Saiful Hadi El-Sutha, Panduan Muslim…, hlm. 141

[5] Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)

[6] Ibn Ruysd, 7 Perdebatan Utama dalam Teologi Islam, (Jakarta: Erlangga,2006), hlm.30

[7] Eri Susanti, “Aliran-aliran dalam Pemikiran Kalam,” ­(2018), Jurnal Ad-Dirasah: Jurnal Hasil Pembelajaran Ilmu-ilmu Keislaman, Vol.1, No.1, hlm.39

[8] Dewi Astuti, Kamus Populer Istilah Islam, (Jakarta: Gramedia, 2013), hlm. 24

Kharisma Zahroh
Mahasiswa IAIN Pekalongan

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI