Demo RUU TNI merupakan serangkaian aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan organisasi sipil, untuk menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Aksi ini muncul karena adanya kekhawatiran bahwa RUU tersebut berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI dan memperluas kewenangan militer dalam ranah sipil. Kembalinya wacana dwifungsi TNI menjadi alarm keras bagi sistem demokrasi yang diperjuangkan pasca-reformasi 1998.
Demo dikota malang berakhir ricuh. Ricuhnya demo tersebut disebabkan oleh marahnya para aksi demo yang membakar sebagian dari gedung dari balai kota Malang. Namun tidak hanya itu saja, ricuhnya demo juga diakibatkan oleh para oknum-oknum TNI dan Polisi yang memukul serta menyita alat medis yang ada di lokasi demo.
Kekerasan dalam bentuk apapun, yang dilakukan oleh massa aksi maupun aparat keamanan, seharusnya tidak dibenarkan, tetapi lebih dari itu, peran negara dalam mengendalikan situasi secara adil dan manusiawi lebih penting dari segalanya.
Aksi unjuk rasa merupakan ekspresi sah dalam negara demokratis. Ketika suara rakyat dibungkam dengan kekerasan, bukan hanya konstitusi yang dilecehkan, tetapi juga martabat demokrasi itu sendiri. Dalam situasi konflik sekalipun, layanan medis serta pers seharusnya tetap dihormati.
Penyitaan dan pengrusakan alat medis oleh aparat, jika benar terjadi, adalah pelanggaran serius terhadap prinsip-prinsip kemanusiaan. Banyak jurnalis yang mengaku mengalami intimidasi saat meliput aksi tersebut. Ini jelas merupakan ancaman terhadap hak masyarakat untuk mengetahui informasi yang jujur dan tak terdistorsi.
Tanpa perlindungan terhadap jurnalis, maka informasi yang tersebar di masyarakat berpotensi adanya narasi sepihak yang dapat merusak objektivitas dan akuntabilitas publik.
Ricuhnya demo di Malang menunjukkan betapa rapuhnya ruang sipil kita saat ini. Negara seharusnya hadir untuk melindungi warganya yang bersuara, bukan justru menjadi aktor utama dalam represi.
Demokrasi yang sehat seharusnya memberi ruang luas bagi partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan, termasuk melalui aksi damai. Namun realita yang terjadi memperlihatkan kecenderungan penindasan terhadap suara-suara yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Hal ini menjadi peringatan keras bahwa kita sedang berjalan mundur dari cita-cita reformasi yang menjunjung tinggi demokrasi, hak asasi manusia, dan supremasi sipil atas militer.
Baca juga:Â Apa yang Salah dengan RUU TNI
Berdasarkan kejadian pada demo tersebut kita dapat mengambil beberapa nilai penting yang bisa kita ulas untuk dibahas berdasarkan subjektifitas penulis, seperti kebebasan berpendapat, hak-hak medis, kebebasan pers, dan kedemokratisan.
Aksi demonstrasi di Malang telah menegaskan pentingnya kebebasan berpendapat sebagai hak fundamental setiap warga negara dalam sistem demokrasi.
Hak ini perlu dijaga agar masyarakat dapat dengan leluasa menyampaikan pandangan serta aspirasi tanpa rasa takut akan tindakan represif. Namun nyatanya, masyarakat tidak dapat menyatakan pendapatnya secara bebas.
Akses terhadap layanan medis sangat krusial selama unjuk rasa karena adanya risiko korban yang membutuhkan pertolongan, dan pihak keamanan wajib menjamin kebebasan bagi tenaga medis untuk bekerja.
Sayangnya, di lapangan masih ditemukan kasus di mana layanan medis dihalangi atau bahkan diserang oleh aparat, yang merupakan tindakan melanggar hukum dan nilai-nilai kemanusiaan. Padahal, menurut hukum humaniter internasional, tenaga medis harus tetap dihormati, bahkan dalam situasi perang sekalipun.
Media pers merupakan elemen penting dalam demokrasi karena jurnalis berperan menyampaikan informasi yang akurat kepada publik. Namun, intimidasi terhadap jurnalis saat meliput aksi menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap pers, yang berdampak pada terbatasnya akses masyarakat terhadap informasi objektif.
Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang menjamin kebebasan pers serta dukungan dari pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga independen guna menjaga transparansi dan integritas demokrasi.
Kebebasan berpendapat, akses terhadap layanan medis dalam aksi massa, dan perlindungan terhadap pers adalah indikator sehatnya demokrasi suatu bangsa. Ketiganya telah dilanggar secara nyata dalam peristiwa ini.
Oleh karena itu, sangat diperlukannya regulasi untuk memberikan perlindiungan terhadap masyarakat dalam berpendapat, perlindungan layanan medis dalam aksi demo, serta jaminan bagi kebebasan pers.
Seluruh komponen bangsa, termasuk pemerintah, aparat, dan masyarakat sipil, perlu merefleksikan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar moral dan operasional dalam menghadapi situasi bangsa.
Pemerintah dan aparat harus menjadi teladan dalam menjunjung hak asasi dan demokrasi, sementara masyarakat sipil hendaknya menyuarakan kritik secara damai dan bertanggung jawab demi perbaikan bangsa. Aksi demonstrasi seharusnya dipahami sebagai wujud kecintaan terhadap negara, bukan ancaman, melainkan sarana untuk menjaga agar arah kebijakan tetap sesuai dengan nilai-nilai luhur.
Penulis: Isnaini Nur Alfiah
Mahasiswa Agroekoteknologi, Universitas Brawijaya
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News