Sekolah yang bermula dari musholla kecil di Terminal Kota Depok, sekarang sudah mengirimkan anak-anaknya hingga berkuliah bahkan keluar negeri. Sebuah tempat kecil yang menyimpan sejuta harapan dengan usaha, ikhlas, dan kerja keras.
Sekolah Masjid Terminal atau yang lebih dikenal warga sekitar sebagai Master sendiri berdiri semenjak tahun 2000, dengan bapak Nurrohim sebagai penggerak pertama.
Pengalamannya yang pernah turut tinggal di jalanan dan menghadap kehidupan yang sulit, membuat bapak Nurrohim merasa tergerak untuk ikut membantu memperbaiki keadaan anak-anak jalanan maupun mereka yang kurang beruntung lainnya.
Baca Juga: HARDIKNAS: Apakah Anak Bangsa Telah Mendapatkan Pendidikan Adil dan Merata?
Berawal dari sebuah mushollah kecil di Terminal Depok, Jawa Barat, hal yang pertama kali dilakukannya adalah melakukan perbaikan melalui pendidikan. Bermodalkan nekat dan niat, akhirnya terminal yang sebelumnya memiliki citra yang buruk seperti tempat prostitusi, hiburan malam, dan billiard diubahnya menjadi tempat yang nyaman untuk belajar.
Setelah 23 tahun, Master saat ini berada dibawah naungan Yayasan Bina Insan Mandiri. Di mana Yayasan tersebut menaungi banyak satuan pendidikan seperti PAUD, PKBM, hingga sekolah Tahfidz. Disediakan pula asrama bagi mereka yang tidak punya tempat untuk pulang atau mereka yang sekadar tidak mau pulang.
Untuk tahun ajaran 2022-2023 ini, Yayasan Bina Insan Mandiri sendiri memiliki lebih dari 2000 peserta didik di segala jenjang.
“Saya beli waktu si anak, yang semisal mereka kalo ngamen 3 jam dapet 30 ribu, saya kasih 40 ribu. 30 ribu disetor, 10 ribu buat jajan mereka. Nah 3 jam itulah yang saya minta buat anak belajar di Master, dan ini tanpa paksaan juga,” ujar Pak Rohim, sapaan akrab warga Master untuk sang pendiri sekolah.
Pak Rohim juga bercerita tentang bagaimana ia menjalankan Master dengan asas bahwa sekolah harus bermanfaat bagi semua tanpa terkecuali. Hal ini diterapkan dengan adanya program pelatihan untuk mereka yang memiliki minat bakat terhadap suatu hal, salah satunya adalah otomotif.
Baca Juga: Masa Depan Anak Kita Tergantung Apa yang Kita Siapkan
Selain program untuk anak maupun remaja, Yayasan Bina Insan Mandiri juga memiliki program yang diberikan kepada ibu-ibu yang mengingikan penghasilan dengan cara memberikan pekerjaan seperti bekerja konveksi.
Salah satu daya tarik dari Master sendiri adalah ruang kelas yang menggunakan box container dan diberikan pondasi lagi sehingga bisa disusun sampai 3 lantai. Untuk operasional Master sendiri Pak Rohim berkata bahwa banyak perusahaan yang menerapkan program CSR (Coorporate Social Responsibility) dengan memberikan fasilitas yang sekiranya dibutuhkan sebagai tanggung jawab moral kepada masyarakat.
Selain perusahaan, kemitraan juga dilakukan dengan pihak universitas di mana mahasiswa/i-nya akan dikirim untuk menjadi salah satu relawan sekaligus melakukan penelitian, salah satu manfaat kemitraan ini adalah pemberian panel surya sebagai pembangkit listrik mandiri.
Yayasan Bina Insan Mandiri sendiri juga memiliki tim fundraising yang dikhususkan untuk mencari, mengalokasikan, dan menghubungi pihak donatur.
Saat dikatakan bahwa Master haruslah bermanfaat bagi sekitar maka hal ini juga termasuk kepada mentor atau pengajar. Bagi mentor atau pengajar yang memiliki prestasi dan berdedikasi selama masa tugasnya di Master maka akan diberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan lanjut hingga ke luar negeri secara gratis.
Beasiswa ini tentu saja tidak hanya berlaku bagi mentor atau pengajar semata, namun juga berlaku bagi peserta didik yang memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Terbukti dengan adanya beberapa peserta didik yang berhasil mengenyam pendidikan S1 di universita ternama seperti Universitas Indonesia secara cuma-cuma.
Baca Juga: Perjalanan Menggapai Bintang
Terakhir, harapan dari Pak Rohim selaku pendiri dan selaku pengelola Master, kedepannya Master bisa menjangkau lebih banyak sektor selain pendidikan, contohnya adalah kesehatan. Di mana hal tersebut masih menjadi masalah tersendiri untuk masyarakat dengan ekonomi sulit.
Selain itu, harapan lainnya adalah lebih banyak mentor ataupun pengajar yang bersertifikat mau mengabdikan dirinya di Master, dikarenakan selama ini semua pembelajaran diajarkan oleh volunteer sehingga bisa dikatakan Master mengalami kekurangan pengajar yang berkualitas.
Penulis:
1. Selgi Okta Permatasari
2. Patimah Azzahra
3. Ervina Pramesti Dinda Sumardi
4. Dimas Surya Permana
5. M. Zidan Al Hakim Fadillah
6. Alivia Liza Umami
Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi