Topeng Dakwah Runtuh: Saat Humor Hitam Menjadi Luka Mendalam

Mending Jualan Es Teh daripada Jualan Agama

Beberapa waktu lalu sempat viral hingga menjadi sorotan, seorang publik figur Gus Miftah yang sedang banyak diperbincangkan dari berbagai kalangan masyarakat karena tindakan yang menurut perspektif banyak orang tidak pantas ditunjukan sebagai seorang tokoh agama.

Kehebohan yang melibatkan Gus Miftah belakangan ini bukan sekadar gosip semata, melainkan cerminan dari krisis kepemimpinan agama di era modern. Sosok yang kerap tampil religius dan humoris ini, nyatanya tak luput dari kesalahan yang fatal.

Pernyataan kontroversialnya bukan hanya mencederai perasaan banyak orang, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan umat terhadap para pendakwah.

Peristiwa ini bukan kali pertama kita mendengar tentang kontroversi yang melibatkan tokoh agama. Kenapa hal seperti ini terus berulang? Apakah karena kurangnya pengawasan dari lembaga agama? Ataukah karena para pendakwah lebih mengejar popularitas daripada substansi?

Bacaan Lainnya

Kita seringkali terpesona oleh penampilan luar seseorang. Ceramah yang menarik, gaya bicara yang santai, dan media sosial yang aktif membuat kita mudah terbuai. Namun, keindahan luar tidak selalu mencerminkan keindahan hati. Dalam kasus Gus Miftah, kita melihat dengan jelas bagaimana topeng kesalehan bisa runtuh seketika.

Kita perlu menyadari bahwa dakwah bukan sekadar pertunjukan. Dakwah adalah upaya untuk mengajak orang kepada kebaikan. Seorang pendakwah seharusnya menjadi teladan bagi umatnya. la harus memiliki akhlak yang mulia, tutur kata yang santun, dan sikap yang rendah hati.

Baca Juga: Gerakan Dakwah Menggunakan Media Sosial Perspektif Hadis

Namun, kita hanyalah manusia yang tidak lepas dari kesalahann dan sifat manusia bisa berubah-ubah kapanpun juga di manapun. Bisa saja hari ini kita berbuat baik dan dibanggakan oleh banyak orang, keesokan hari kita bisa saja bersikap jahat kepada orang di sekitar kita.

Bisa saja, karena manusia adalah makhluk yang tidak bisa ditebak pola pikirnya mau dibawa kemana, dan hanya sebagian kecil orang yang bisa mengendalikan emosi serta peka terhadap posisinya sekarang.

Baca Juga: Aku Muslim, Apakah Aku Layak Jadi Pengemban Dakwah?

Peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita untuk lebih kritis dalam memilih idola. Jangan mudah terbawa arus popularitas, tetapi cobalah untuk melihat lebih dalam pada tindakan dan perilaku seseorang.

Seorang pemimpin agama sejati tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu menunjukkan teladan yang baik dalam kehidupan sehari-harinya.

Penulis:

Adinda Rizqiyatul Hasanah
Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses