Seperti yang kita ketahui, Fiqih dan Hukum Fiqih sangat erat kaitannya dalam hidup kita, Fiqih sendiri sudah ada sejak masa nabi, bahkan hukum fiqih ada yang masih dipakai sampai saat ini, seperti hukum sholat, puasa, zakat, bahkan dari hal sekecil membedakan yang halal dan haram pun menjadi bahasan dalam hukum fiqih.
Ada pendapat yang menjelaskan bahwa fiqih adalah hasil penalaran seseorang yang berkualitas mujtahid atas hukum Allah atau hukum-hukum amaliah yang dihasilkan dari dalil-dalilnya melalui penalaran atau ijtihad.
Kata “fiqh” secara etimologis dapat diartikan sebagai paham yang mendalam. Secara definitif, fiqih dapat diartikan “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”. Hukum fiqih sendiri dapat berubah sesuai dengan keadaan zaman. Hukum fiqih bisa bertambah maupun berkurang. Yang dimaksudkan bertambah adalah adanya pembaharuan-pembaharuan bagi hukum islam agar sesuai dengan zaman yang ada tetapi tidak keluar dari ajaran Allah. Namun pembaharuan-pembaharuan hukum tersebut tidak serta merta mengalami pembaharuan, melainkan harus melewati proses panjang yaitu Ijtihad ulama.
Dengan begitu, hasil dari Ijtihad inilah yang nantinya akan menjadi hukum fiqih yang bisa kita ikuti. Setiap imam fiqih memiliki Ijtihadnya masing-masing
Siapakah imam fiqih yang dimaksud itu?
Allah berfirman dalam surat AN-NISAA’:69
وَمَنۡ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓٮِٕكَ مَعَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيۡقِيۡنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِيۡنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰٓٮِٕكَ رَفِيۡقًا
Yang artinya: Barangsiapa yang menaati Allah dan rasul, maka mereka itulah orang-orang yang akan bersama dengan kaum yang diberikan kenikmatan oleh allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’ dan shalihin, dan mereka itu adalah sebaik-baiknya teman.
Mengacu dengan firman allah tersebut, para imam fiqih membuat dasar-dasar hukum berdasarkan ijtihadnya. Untuk menyelaraskan apa yang telah di sunnahkan oleh nabi Muhammad SAW dengan perkembangan zaman. Ahlussunnah wal jamaah berhaluan salah satu Mazhab yang empat. Seluruh umat islam di dunia dan para ulamanya telah mengakui bahwa Imam yang empat ialah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Ibnu Hambali.
Dalam paradigma hukum fiqih. Dasar hukum yang diambil untuk menetapkan hukum fiqih dari keempat madzhab ini berbeda-beda, sehingga hukum fiqih yang dikeluarkan atau ditetapkan juga berbeda meskipun terdapat beberapa kesamaan dalam menetapkan hukum fiqih. Perbedaan ini dikarenakan adanya perbedaan zaman para fuqoha, sehingga hukum yang ditetapkan berbeda, selain itu masalah-masalah yang dihadapi tiap fuqoha berbeda-beda. Ini adalah salah satu penyebab timbulnya perbedaan dari setiap ulama fiqih.
1. Madzhab Hanafi
Dinamakan Hanafi, karena pendirinya Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit. Beliau dilahirkan di Kuhafa pada tahun 80 H dan wafat pada tahun 150 H. Madzab ini dikenal madzhab ahli Qiyas (akal) karena hadist yang sampai ke Irak sedikit, sehingga beliau banyak mempergunakan Qiyas.
Beliau bersifat cerdas, pengasih, dan ahli tahajud. Beliau juga fasih dalam membaca Al-Quran. Bahkan beliau pernah ditawari untuk menjadi hakim pada zaman bani Umayyah yang terakhir, tetapi beliau menolak.
Madzab hanafi berkembang karena menjadi madzhab pemerintah pada saat khalifah Harun Ar-Rasyid. Kemudian pada masa pemerfintahan Abu Ja’far Al Manshur beliau diminta kembali untuk menjadi hakim tetapi beliau menolak, dan memilih untuk hidup berdagang, Madzhab ini lahir di Kufah.
2. Madzhab Maliki
Pendiri madzhab ini bernama Al-Imam Maliki bin Anas Al-Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H dan wafat pada tahun 179 H. Beliau sebagai ahli hadist di Madinah dimana Rasulullah SAW hidup dikota tersebut.
Madzhab ini dikenal sebagai madzhab ahli hadist, bahkan beliau mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada hadist yang diriwayatkan perorangan. Karena bagi Imam Maliki mustahil ahli Madinah akan berbuat sesuatu yang bertentagan dengan perbuatan rasul, beliau lebih banyak menitikberatkan kepada hadist. Karena bagi beliau perbuatan ahli Madinah termasuk hadist Mutawattir.
Madzhab ini lahir di Madinah kemudian berkembang ke negara lain khususnya Maroko. Beliau sangat hormat kepada Rasulullah dan cinta, sehingga beliau tidak pernah naik unta di kota Madinah karena hormatnya terhadap rasul.
3. Madzhab Syafi’i
Tokoh utamanya adalah Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i Al-Quraisy. Beliau dilahirkan di Ghuzzah pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H. Imam Syafi’i ialah murid dari Imam Maliki yang dikenal dengan madzhabul hadist, kemudian beliau pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang dikenal sebagai Madzhabul Qiyas. Beliau berikhtiar menyatukan madzhab terpadu yaitu madzhab hadist dan madzhab qiyas, Itulah keistimewaan madzhab Syafi’i. Di antara kelebihan asy-Syafi’i adalah beliau hafal Al-Quran diumur 7 tahun, pandai diskusi dan selalu menonjol. Madzhab ini lahir di Mesir kemudian berkembang ke negara-negara lain.
4. Madzhab Hanbali
Madzhab Hanbali, didirikan oleh Al-Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaebani. Lahir di Baghdad pada tahun 164 H dan wafat ditahun 248 H. Imam Hanbali adalah murid Imam Syafi’i yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi ke Mesir.
Menurut Imam Hanbali, hadist dhaif dapat digunakan untuk perbuatan perbuatan afdal (fadlailul a’mal) bukan untuk menentukan hukum. Beliau tidak mengaku adanya ijma’ setelah sahabat karena ulama sangat banyak dan tersebar luas.
Fleksibilitas Islam dari 4 Mazhab
Flesksibilitas islam dapat kita lihat dengan perbandingan hukum beberapa imam yang empat, kita ambil contoh dalam hukum berwudhu, ketika mengikuti madzhab Imam Hanafi, beliau berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan tidak membatalkan wudhu. Dalil yang dipakai oleh madzhab hanfi ialah:
وعن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم :كان يصلي وهي معترضة بينه وبين القبلة فإذا أراد أن يسجد غمز رجلها, فقبضتها. رواه البخاري ومسلم
Yang artinya: Dari Aisyah RA, sesungguhnya Nabi SAW melakukan salat. Sementara Aisyah tidur di antara beliau dan arah kiblat, apabila Nabi SAW hendak sujud beliau geser kaki Aisyah. (HR.Bukhari dan Muslim).
Dan Kemudian menggunakan dalil yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud dan Al-Baihaqi:
عن حبيب ابن أبي ثابت عن عروة عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قبل بعض نسائه ثم خرج إلى الصلاة ولم يتوضأ. رواه الترمذي وابن ماجه وداود والبيهقي.
Dari Hubaib bin Abi Tsabit dari Urwah dari Aisyah RA. Sesungguhnya Nabi SAW pernah mencium istrinya kemudian keluar untuk salat dan tidak berwudhu lagi. (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Abu Dawud & Al-Baihaqi).
Sedangkan madzhab imam maliki berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan jika disertai dengan syahwat maka membatalkan wudhu. Namun, jika tidak disertai syahwat maka tidak membatalkan wudhu.
Dalam hal ini Imam Maliki mengikuti dalil: Dalam masalah ini, Madzhab Maliki menggunakan dalil shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan sanad yang shahih:
وعن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم :كان يصلي وهي معترضة بينه وبين القبلة فإذا أراد أن يسجد غمز رجلها, فقبضتها. رواه البخاري ومسلم.
Dari Aisyah RA, sesungguhnya Nabi SAW melakukan salat. Sementara Aisyah tidur diantara beliau dan arah kiblat, apabila Nabi SAW hendak sujud beliau geser kaki Aisyah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Lalu Imam madzhab Imam Syafi’i berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dengan perempuan jika dengan yang bukian mahrom. Maka membatalkan wudhu, namun jika sesama mahrom maka tidak membatalkan wudhu.
Dalam hal ini madzhab imam syafi’i menggunakan dalil sahih yang diriwayatkan oleh Imam Malik dan Imam Al-Baihaqi dengan sanat yang shahih.
عن ابن شهاب عن سالم بن عبد الله ابن عمر عن أبيه قال: قبلة الرجل امرأته وجسها بيده من الملامسة فمن قبل امرأته أو جسها بيده فعليه الوضوء. رواه مالك في الموطأ والبيهقي. وهذا إسناد في نهاية من الصحة.
Dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah bin Ibnu Umar dari Umar bin al-Khattab RA berkata: Mencium istri dan menyentuhnya termasuk Mulamasah. Siapa yang mencium istrinya atau menyentuhnya dengan tangannya maka wajib baginya wudhu. (HR. Malik dalam Al-Muwatto’ dan Imam Baihaqi. Sanad Hadis Ini Paling Shahih).
Yang terakhir ialah Madzhab Imam Hanbali, madzhab ini berpendapat bahwa bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan jika disertai dengan syahwat maka dapat membatalkan wudhu, akan tetapi jika tidak disertai syahwat maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat madzhab Hanbali ini sama seperti pendapa madzhab imam Malik.
Madzhab imam hanbali juga memakai dalil yang sama dengan dalilyang digunakan oleh madzhab imam Maliki yaitu: menggunakan dalil shahih yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dengan sanad yang shahih:
وعن عائشة أن النبي صلى الله عليه وسلم :كان يصلي وهي معترضة بينه وبين القبلة فإذا أراد أن يسجد غمز رجلها, فقبضتها. رواه البخاري ومسلم.
Dari Aisyah RA, sesungguhnya Nabi SAW melakukan salat. Sementara Aisyah tidur diantara beliau dan arah kiblat, apabila Nabi SAW hendak sujud beliau geser kaki Aisyah. (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan perbedaan hukum fiqih diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya agama islam adalah agama yang fleksibel. Yang dimaksud fleksibel karena hukum fiqih yang digunakan sehari-hari dapat berbeda sesuai zaman dan keyakinan masing-masing madzhab.
Muhammad Samsul Muarif
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya
Editor: Diana Intan Pratiwi
Baca Juga:
Ushul Fiqh dalam Ekonomi Islam
Al-Qur’an sebagai Landasan Hukum Islam
Modernisasi Sistem Pendidikan Islam di Indonesia