Muhammadiyah sebagai Gerakan Ekonomi

Muhammadiyah
Gambar dibuat dengan teknologi AI.

Abstrak

Artikel tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara kritis peran Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan yang memadukan dakwah Islam dengan pembangunan ekonomi. Tujuan utama yang ingin dicapai adalah menunjukkan bagaimana Muhammadiyah menjadikan ekonomi sebagai pilar penting untuk mendukung aktivitas dakwahnya dan menciptakan masyarakat yang berkemajuan. Melalui pembahasan tentang sumber kekuatan ekonomi, peran kelas menengah, tantangan, serta model gerakan ekonomi, artikel ini juga berupaya memberikan gambaran tentang potensi besar Muhammadiyah di bidang ekonomi dan strategi yang diperlukan untuk meningkatkan efektivitasnya. Penulis mengarahkan perhatian pada pentingnya pengelolaan profesional, sinergi elemen internal, serta pemberdayaan masyarakat untuk memperkuat peran Muhammadiyah sebagai penggerak perubahan sosial-ekonomi berbasis nilai-nilai Islam.

Pendahuluan

Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah telah dikenal sebagai organisasi Islam yang tidak hanya berfokus pada pembaruan keagamaan (tajdid) tetapi juga membangun berbagai amal usaha untuk mendukung kemajuan umat. Dalam visinya, Muhammadiyah memahami bahwa kekuatan ekonomi adalah salah satu pilar utama untuk menopang dakwah dan menciptakan masyarakat yang berkemajuan. KH. Ahmad Dahlan memadukan dakwah dengan aktivitas ekonomi, menyadari bahwa ekonomi yang kuat merupakan sarana penting untuk merealisasikan amar ma’ruf nahi munkar secara efektif (Nasution, 2015).

Sebagai gerakan ekonomi, Muhammadiyah telah mendirikan berbagai amal usaha yang mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan layanan sosial. Contohnya, lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak hanya berfungsi sebagai pusat ilmu pengetahuan tetapi juga menjadi sumber pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat sekitar. Rumah sakit dan klinik yang dikelola Muhammadiyah menjadi model pelayanan kesehatan berbasis keislaman yang juga memberikan dampak ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan sumber daya lokal (Fauzi, 2017; Syamsuddin, 2019).

Selain itu, Muhammadiyah aktif mengembangkan ekonomi syariah dengan mendirikan koperasi, lembaga keuangan mikro, dan pengelolaan zakat, infak, sedekah (ZIS) serta wakaf secara modern. Pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk memberdayakan umat secara finansial tetapi juga untuk menciptakan keadilan sosial melalui distribusi kekayaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam (Anwar, 2014; Yunus, 2018). Dalam konteks ini, ekonomi menjadi bagian integral dari gerakan Muhammadiyah untuk memajukan umat secara holistik.

Bacaan Lainnya

Keberhasilan Muhammadiyah dalam mengelola amal usaha menunjukkan komitmen organisasi ini untuk memadukan nilai spiritual dengan aktivitas ekonomi. Pendekatan ini menjadi bukti bahwa dakwah dan pembangunan ekonomi bukanlah hal yang terpisah, melainkan dua sisi dari mata uang yang saling melengkapi. Dengan demikian, Muhammadiyah telah berhasil menjadi pelopor dalam mewujudkan model ekonomi berbasis nilai-nilai Islam yang tidak hanya menguntungkan organisasi, tetapi juga memberi manfaat luas bagi masyarakat (Hidayat, 2016; Salim, 2015).

Dalam era modern, Muhammadiyah menghadapi tantangan globalisasi dan transformasi digital yang mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Untuk menjawab tantangan ini, Muhammadiyah terus berinovasi dalam pengelolaan amal usaha dan pemberdayaan ekonomi umat. Dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip Islam, Muhammadiyah memperkuat peranannya sebagai organisasi yang tidak hanya berfokus pada pembaruan keagamaan tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi umat menuju masyarakat yang adil dan makmur (Asy’ari, 2020; Abdullah, 2013).

Ahmad Dahlan dalam menggerakkan Muhammadiyah telah memberi teladan dengan menjalankan teladan dengan menjalankan bisnis sekaligus berdakwah. Ini berarti dalam memahami Islam ala Dahlan dapat diibaratkan dua sisi mata uang jika salah satu sisinya tidak berfungsi maka tidak dapat dijadikan sebagai alat tukar karena dianggap tidak berharga. Begitu pula, jika ingin menjunjung tinggi agama Islam, kekuatan ekonomi pun perlu menjadi perhatian yang serius. Jadi, sumber kekuatan ekonomi Muhammadiyah itu melalui dakwah kepada anggota Muhammadiyah, simpatisan Muhammadiyah dan warga yang ada pada amal usaha Muhammadiyah.

Kalimat nukilan tersebut itulah yang menjadi titik sentral dari tulisan ini. Tulisan ini secara kritis mendeskripsikan gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan di setiap ruang dakwah untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, namun di satu sisi ia tidak lepas dari sektor pembangunan ekonomi sebagai penopang kekokohan dakwahnya.

Baca Juga: Pranata Sosial dalam Segi Agama: Kaitan Aliran Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah dengan Pranata Sosial

Pembahasan

A. Sumber Kekuatan Ekonomi Muhammadiyah

Persyarikatan Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan karena punya sumber daya yang andal yaitu keimanan, pengetahuan dan ekonomi. Pendiri Muhammadiyah sangat menyadari betapa pentingnya aspek ekonomi dalam suatu gerakan untuk mencapai cita-cita. Pada awal mula kehadiran Muhammadiyah, sumber kekuatan dakwahnya didukung oleh para pelaku ekonomi yang memiliki pengetahuan sekaligus disinari dengan keimanan, sehingga mampu menyebarkan nilai- nilai keislaman ke berbagai daerah di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya sama sekali belum mengenal apa sesungguhnya Muhammadiyah itu. Dengan perkataan lain, masyarakatnya masih dominan meyakini kebiasaan yang sangat tradisional. Kekuatan ekonomi Muhammadiyah sekarang ini sungguh sangat luar biasa apabila dibandingkan dengan awal kehadiran Muhammadiyah yang sasaran dakwahnya serba disubsidi oleh para dermawan, khususnya para pengurus.

Jumlah anggota Muhammadiyah yang telah bernomor baku Muhammadiyah dan yang belum serta para simpatisan di seluruh Indonesia serta amal usahanya secara statistik apabila persyarikatan Muhammadiyah mampu mengakomodir dengan sebaik mungkin sungguh luar biasa kekuatan ekonomi Muhammadiyah. Secara riil, ada amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan telah memiliki kekuatan untuk menyubsidi kepentingan Persyarikatan dalam berbagai sumber daya, misalnya sumber daya manusia dan sumber daya ekonomi.

Sumber daya tersebut di atas telah disyaratkan oleh Allah SWT. dalam al-Qur’an misalnya dalam Surah al-Mujadalah ayat 11 dan al-Hujurat ayat 15. Munculnya kekuatan dalam bidang ekonomi disebabkan oleh daya yang mendasari lebih awal, yaitu kekuatan iman dan ilmu pengetahuan. Orang beriman pasti memiliki etos kerja yang baik, karena ia sadar bahwa umat yang terbaik itu adalah yang mampu memberikan solusi atas masalah yang dihadapi manusia. 

Muhammadiyah dengan segala potensi yang dimiliki melalui amal usahanya itu memerlukan strategi yang lebih riil ke arah yang lebih spesifik dengan melibatkan elemen-elemen Muhammadiyah yang terkait. Misalnya, pada daerah tertentu ada peluang bisnis perumahan atau dalam bentuk lainnya, sebaiknya direspon, dan hasil- nya juga tetap dalam pengawasan Muhammadiyah.

Sumber kekuatan ekonomi Muhammadiyah dari Sabang sampai Merauke sungguh menjanjikan, sebab berbagai hal telah dimiliki seperti jumlah anggota dan simpatisan serta relasinya. Muhammadiyah dapat dijadikan sebagai instrumen bisnis dalam posisi sebagai produsen, konsumen atau lainnya. Amal usahanya yang paling terkecil sekali pun pasti punya potensi nilai ekonomi jadi sebuah kekuatan yang dapat membagi Persyarikatan Muhammadiyah.

Kekuatan ekonomi Muhammadiyah ini diperkuat oleh jaringan amal usaha yang meliputi bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi, yang tersebar luas di seluruh Indonesia. Dengan jumlah anggota dan simpatisan yang besar, Muhammadiyah memiliki basis konsumen yang potensial untuk mengembangkan berbagai produk dan jasa berbasis ekonomi syariah. Selain itu, kemampuan Muhammadiyah dalam mengelola dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) secara produktif menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mendukung pengembangan ekonomi umat. Melalui inovasi dalam pengelolaan amal usaha, Muhammadiyah dapat menciptakan sinergi antara dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan ekonomi untuk mendorong kemandirian finansial organisasi dan masyarakat (Fauzi, 2017; Salim, 2015).

Nilai dasar Muhammadiyah telah dituangkan dalam maksud dan tujuannya, yaitu “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dari sini, dapat dipahami bahwa salah satu yang menjadi program Muhammadiyah adalah kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tentu tidak terlepas dari keterkaitan dengan nilai ekonomi. Islam mengajarkan tentang kewajiban berinfaq dan bershadaqah serta yang lainnya. Bahkan, rukun Islam yang terakhir adalah menunaikan ibadah Haji bagi yang mampu. Kemampuan bukan hanya pada aspek pengetahuan dan kesehatan, tetapi hal yang sangat urgen adalah kemampuan ekonomi. Sehingga, umat Islam khususnya warga Muhammadiyah tentu wajib menyadari bahwa amar ma’ruf nahi munkar terhadap pemurnian ibadah khusus dan pemurnian aqidah boleh dikata telah berhasil. Namun, amar ma’ruf dalam bidang ekonomi belum menjadi prioritas atau perhatian serius bagi Muhammadiyah.

Muhammadiyah sudah waktunya mendata kemungkinan – kemungkinan apa yang dapat dijadikan sebagai sumber kekuatan ekonomi Muhammadiyah di seluruh nusantara. Muhammadiyah sudah tersebar di seluruh nusantara, dan warganya pasti ada yang mengetahui potensi ekonomi di daerahnya. Data yang diperoleh itu dikaji oleh Muhammadiyah melalui majelis yang terkait dengan melibatkan PTM, kemudian hasilnya ditransformasikan kembali kepada warga Muhammadiyah sebagai pelaku ekonomi.

B. Muhammadiyah dan Kelas Menengah

Suatu pergerakan dapat eksis melintasi zaman karena didasari dengan nilai keimanan dan rasionalitas yang dimiliki oleh pendirinya dan generasi selanjutnya. Kebesaran Persyarikatan Muhammadiyah akan terus maju dan berkembang, karena kemampuannya mempertahankan nilai-nilai yang selama ini menjadi dasar dalam beraktivitas. KH. Ahmad Dahlan telah memberi contoh dalam mengembangkan Muhammadiyah yaitu “tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik. Pesan ini bukanlah hal mudah melekat pada setiap manusia, khususnya bagi warga Muhammadiyah, kalau bukan didorong oleh nilai-nilai keislaman tersebut. Sifat tidak dendam muncul karena orang memiliki nilai keimanan dan pertimbangan rasional. Suatu pergerakan tidak mampu bertahan lama karena pendukungnya mudah tersinggung, mudah putus asa. Pada akhirnya, mereka mengundurkan diri dan mengambil sikap keluar dari perkumpulannya, bahkan kembali mencela dan mengkritik.

Ahmad Dahlan sangat yakin bahwa Muhammadiyah ini akan diterima dengan baik oleh siapapun di kemudian hari apabila diberikan penjelasan secara rasional, metode yang baik, dan disertai petunjuk dari Allah SWT. Telah banyak kisah berlalu bahwa sejumlah orang dulunya sangat anti-Islam, anti-Muhammadiyah, tetapi kemudian berbalik menjadi pembela dan penggerak yang sangat produktif bagi misi Islam dan/atau misi Muhammadiyah.

Pesan KH. Ahmad Dahlan “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Pesan ini memiliki makna tauhid kepada Allah SWT. bahwa beraktivitas melalui wadah Muhammadiyah adalah dalam rangka ibadah dengan penuh keikhlasan karena mengharapkan keridhaan Allah semata. KH. Ahmad Dahlan dengan ilmu yang dimilikinya mampu memikirkan sangat jauh ke depan bahwa Muhammadiyah ini akan semakin besar dan menjanjikan kegiatan ekonomi bisnis yang menguntungkan, menjanjikan pendapatan yang besar dan juga kekuasaan yang menggiurkan. Di sisi lain, Muhammadiyah dengan amal usahanya di bidang pendidikan akan melahirkan para sarjana yang rasional, memiliki konsep dan teori yang dikembangkan yang dapat menjadi sebuah kekuatan bagi Persyarikatan sekaligus dapat menjadi sebuah ancaman.

Ahmad Dahlan sebagai pendiri persyarikatan Muhammadiyah menyadari hal itu bahwa majunya suatu pergerakan memerlukan dukungan dari orang-orang yang berpikiran maju dan berakhlak yang tinggi, juga memerlukan dukungan material. Orang-orang yang mengkhidmatkan dirinya pada Muhammadiyah dan amal usahanya akan mampu menekan diri dari hal-hal yang menjanjikan di atas apabila ada jaminan terhadap diri dan keluarganya. KH. Ahmad Dahlan melakoni usaha bisnisnya dengan berdagang yang hasilnya sebagian digunakan untuk membiayai para tenaga pengajar di sekolah yang ia rintis, karena beliau sadar bahwa yang mengurusi dan mengajar itu memerlukan dukungan material untuk diri dan keluarganya, sementara waktunya habis untuk mengajar dan mengurusi kepentingan Persyarikatan.

Dari pesan pendiri Muhammadiyah tersebut di atas, dapat dipahami bahwa dengan sumber daya manusia yang menjadi modal penggerak, Muhammadiyah memerlukan konsep rasional, produktif dan implementatif. Kemajuan Muhammadiyah dengan amal usahanya tentu perlu disyukuri. Namun, pada sisi lain terkadang beberapa orang membuat kejutan dengan menggugat amal usaha Persyarikatan. Hal ini dikarenakan beberapa janji yang menggiurkan itu. KH. Ahmad Dahlan berpesan, “Hendaklah engkau tidak gampang melibatkan diri dari perebutan tanah sehingga bertengkar dan berselisih, apalagi bertengkar dan berselisih di muka pengadilan. Jika itu kau lakukan, maka Allah akan menjauhkanmu memperoleh rezeki dari Allah.” Perkara yang sampai berurusan dengan pengadilan dikarenakan manusia-manusia yang berpengetahuan mengandalkan rasionalitasnya, sementara sisi ruhaniahnya yang sangat lemah.

Muhammadiyah dengan dukungan masyarakat kelas menengah, di bidang ekonomi mempunyai tugas yang dilematis, karena sebagian dari apa yang telah dihasilkan itu diperoleh dengan sistem ekonomi yang masih diperdebatkan. Padahal, hal itu sudah mengakar secara turun temurun dilakoninya dan dinikmati dengan senang hati. Gaya hidup kelas menengah itu cenderung hedonis, sehingga untuk mengarahkan pada perilaku ekonomi yang Islami relatif, terdapat kendala. Di sini Muhammadiyah dituntut melalui majelis terkait untuk membuat suatu kepastian hukum terhadap problematika dalam percaturan ekonomi.

Menghadapi tantangan ini, Muhammadiyah melalui Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan berupaya memberikan solusi dengan menawarkan pendekatan ekonomi berbasis nilai-nilai Islam yang berorientasi pada keadilan sosial dan kemiskinan. Upaya ini diwujudkan melalui pengembangan koperasi syariah, lembaga keuangan mikro, dan edukasi ekonomi Islami bagi anggotanya. Muhammadiyah juga berperan aktif dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat kelas menengah tentang pentingnya bertransaksi secara etis sesuai dengan prinsip syariah. Langkah ini diharapkan mampu mengubah gaya hidup hedonis menjadi gaya hidup yang lebih sederhana, produktif, dan berkah, sesuai dengan semangat Islam berkemajuan yang menjadi landasan gerakan Muhammadiyah (Nasution, 2015; Yunus, 2018).

C. Pasang Surut Gerakan Ekonomi Muhammadiyah

Muhammadiyah memiliki peluang ekonomi yang sangat potensial sekiranya mampu mengelolanya dengan baik, sebagaimana yang pernah dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan, yaitu berdakwah sambil berbisnis. Keberhasilan beliau dalam menjalankan bisnisnya karena beliau memiliki sifat kenabian, yaitu mengikuti perilaku Rasulullah Saw. yang mendapat kepercayaan untuk menjual barang dari pemilik modal yang besar dengan sifat kejujuran yang dibarengi dengan skill dalam transaksi jual beli.

Upaya Muhammadiyah untuk menjalankan dakwah melalui gerakan ekonomi telah dilakukan dalam berbagai macam bentuk perekonomian, tetapi tidak semua berhasil sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan beberapa faktor di antaranya:

  1. Orang-orang yang terlibat di dalamnya kebanyakan sebagai penganjur atau pengamat ekonomi atau sebagai ahli retorika;
  2. Muhammadiyah masih memiliki standar ganda tentang kepastian hukum batas-batas kebolehan dalam meraih keuntungan;
  3. Hubungan kerja sama antarwarga dan amal usaha Persyarikatan Muhammadiyah belum menunjukkan kebersamaan yang maksimal dalam bentuk ta’awun. 
  4. Pengambil kebijakan dalam tubuh Muhammadiyah belum fokus secara maksimal dalam tataran implementasi terhadap apa yang telah diputuskan Muhammadiyah;
  5. Etos kerja sebagian warga Muhammadiyah belum menunjukkan nilai-nilai seperti yang dicontohkan oleh pendiri Muhammadiyah;
  6. Para pelaku bisnis Muhammadiyah di seluruh Indonesia belum bekerja sama dengan baik, termasuk dengan sesama amal usaha Muhammadiyah.

Anggota Muhammadiyah secara individual menjalankan usahanya dan berhasil karena mereka memiliki etos kerja yang baik dan terhindar dari birokrasi yang berbelit-belit. Mereka mampu mengelola usahanya dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Di sisi lain, apabila dijalankan oleh organisasi, usaha itu mengalami stagnasi, kemunduran. Ini ironis sekali, karena Muhammadiyah sangat didukung oleh orang-orang kelas menengah dan rasional. Pekerjaan bahkan yang berat apabila dikerjakan secara gotong royong akan mudah diselesaikan. Ini berarti persoalan ekonomi dalam tubuh Muhammadiyah disebabkan oleh elemen tertentu yang perlu diobati agar gerakan ekonomi Muhammadiyah bisa eksis. 

Pernyataan Ali bin Abi Thalib bahwa “kebenaran yang tidak terorganisasi dengan baik akan terkalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi dengan baik” ini berlaku di Muhammadiyah. Kader-kader potensial Muhammadiyah lompat pagar, karena mereka melihat potensi yang dimilikinya akan mempunyai hasil yang baik buat dirinya dan orang lain. Namun, potensi itu lambat untuk disalurkan, dan mereka akhirnya mengambil langkah lain dan setelah di luar pagar, ternyata sukses.

Muhammadiyah dengan konsep ta’awun dalam berbisnis masih berada pada taraf konsep. Misalnya, ada warga Muhammadiyah yang menyampaikan ceramahnya kepada jamaah bahwa Muhammadiyah itu perlu tolong-menolong sesama warga sebelum menolong yang lainnya. Sebagian isi ceramahnya dikutip dari majalah Suara Muhammadiyah, sementara dia sendiri belum berlangganan. Ironisnya lagi, orang yang bersangkutan berlangganan majalah lainnya. Sifat dan sikap yang ada pada warga Muhammadiyah itu perlu pencerahan atau memuhammadiyahkan persepsi dan perilaku warga Muhammadiyah seperti yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan berdakwah sambil berdagang. Dengan perkataan lain, kita harus mampu berteori sekaligus mengamalkan secara nyata dan menyentuh langsung hasilnya kepada orang lain, serta bisa diteladani oleh yang lainnya.

Muhammadiyah dalam kiprah pembinaan dakwahnya pada berbagai kalangan telah banyak berhasil mengklasifikasikan dari aspek umur, aspek jenis kelamin. Sementara itu, tataran berdakwah melalui peluang-peluang ekonomi masih terbatas. Potensi ekonomi pada setiap wilayah, daerah, cabang dan ranting Muhammadiyah sangat besar, tetapi belum diperhatikan. Muhammadiyah belum mendata, mengklasifikasikan peluang-peluang itu. Misalnya, di daerah tertentu terdapat kekayaan alam yang potensial dan terjangkau, sementara daerah lain tidak memiliki kekayaan.

Untuk memaksimalkan potensi ekonomi tersebut, Muhammadiyah perlu mengembangkan sistem pemetaan potensi wilayah yang terintegrasi, sehingga setiap daerah, cabang, dan wilayah dapat mengidentifikasi kekuatan ekonomi lokalnya. Sistem ini memungkinkan Muhammadiyah untuk mendayagunakan sumber daya alam dan manusia secara optimal melalui program-program pemberdayaan berbasis komunitas. Selain itu, pengembangan koperasi dan usaha mikro berbasis syariah di wilayah yang memiliki potensi ekonomi dapat menjadi solusi untuk memberdayakan masyarakat lokal. Pendekatan ini tidak hanya mendorong kemandirian ekonomi umat, tetapi juga memperkuat basis dakwah Muhammadiyah dengan memanfaatkan peluang ekonomi sebagai instrumen pemberdayaan umat secara holistik (Hidayat, 2016; Fauzi, 2017).

D. Model Gerakan Ekonomi Muhammadiyah

Muhammadiyah dengan misi dakwahnya ke segala lini memiliki peluang yang luar biasa dalam memformulasikan model gerakan ekonomi produktif apabila Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan majelis-majelis terkait dan perguruan tinggi Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Amal usaha Muhammadiyah dalam bidang pendidikan, dari TK sampai perguruan tinggi apabila dikoordinasi dan dikelola dengan sebaik mungkin dan seamanah mungkin, membutuhkan banyak alat tulis dan kantor. Kebutuhan ini menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikannya untuk menopang kekuatan ekonomi Muhammadiyah.

Dalam Islam, sudah digariskan bahwa orang masuk surga dengan iman dan amal salih. Untuk berdaya, orang harus bekerja, dan untuk bekerja, orang harus berpikir. Kelemahan pada beberapa gerakan ekonomi Muhammadiyah dikarenakan pelakunya belum memiliki skill yang standar dan etos kerja yang baik. Sehingga, Muhammadiyah perlu membentuk lembaga khusus, seperti BLKM (Balai Latihan Kerja Muhammadiyah) atau Majelis Pemberdayaan Masyarakat yang terjun langsung ke masyarakat.

Model gerakan ekonomi Muhammadiyah perlu mendapat dukungan dari perguruan tinggi Muhammadiyah untuk meningkatkan sumber daya manusia. Dukungan ini berupa pendampingan seperti yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat, namun kapasitasnya perlu ditingkatkan dan lebih fokus terhadap kualitasnya. Majelis Pembina Ekonomi Muhammadiyah pada era kepemimpinan M. Amien Rais telah telah merumuskan tiga hal, yaitu:

  1. Mengembangkan amal usaha milik Muhammadiyah yang mempresentasikan kekuatan ekonomi organisasi Muhammadiyah; 
  2. Mengembangkan wadah koperasi bagi anggota Muhammadiyah;
  3. Memberdayakan anggota Muhammadiyah di bidang ekonomi dengan mengembangkan usaha-usaha milik anggota Muhammadiyah.

Mengembangkan gerakan ekonomi Muhammadiyah dengan memberdayakan atau memberikan peluang untuk lebih kreatif bagi para pelaku ekonomi Muhammadiyah akan memberikan dampak yang lebih positif bagi Muhammadiyah dan warganya.

Amal usaha Muhammadiyah yang digerakkan diawali dengan proses bottom-up (warga Muhammadiyah secara pribadi dan simpatian). Kemudian, mereka secara ikhlas menyerahkannya kepada Muhammadiyah untuk dikelola secara  terorganisasi. Amal usaha ini menunjukkan kemajuan yang signifikan. Namun, Muhammadiyah juga telah merintis proses top-down

Muhammadiyah memiliki peluang untuk mendesain model gerakan ekonomi secara internal dan eksternal:

  1. Secara internal: melibatkan anggota Muhammadiyah dan keluarganya, anggota ortom Muhammadiyah dan keluarganya dan amal usaha Muhammadiyah dengan segala perangkatnya;
  2. Secara eksternal: anggota Muhammadiyah pasti memiliki relasi dengan dunia luar, begitu pula dengan amal usaha Muhammadiyah otomatis memiliki hubungan dengan lembaga-lembaga lain.

Kedua potensi di atas sebagai lahan garapan ekonomi perlu dikelola oleh Muhammadiyah secara profesional dengan memposisikan pada tiga bagian, yaitu: produsen, penyalur dan konsumen.

Untuk berdakwah amar ma’ruf nahi mungkar, apabila dilihat pada kecenderungan manusia modern, peluang yang sangat efektif adalah melalui bidang ekonomi. Kebutuhan manusia modern semakin konsumtif dan materialistik, sehingga model gerakan dakwah Muhammadiyah dilakukan secara simultan dengan majelis terkait untuk mendesain model gerakan dakwah yang spesifik, unik dan implementatif, serta terjangkau ke seluruh sasaran.

Dalam menjawab tantangan tersebut, Muhammadiyah dapat mengintegrasikan dakwah ekonomi dengan menciptakan program-program pemberdayaan berbasis kebutuhan masyarakat modern. Salah satunya melalui pengembangan kewirausahaan berbasis syariah yang tidak hanya mendukung kemandirian ekonomi umat, tetapi juga menyisipkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek bisnis dan konsumsi. Program seperti pelatihan kewirausahaan, pembinaan UMKM, serta pengelolaan zakat produktif dapat menjadi alat dakwah yang relevan dan efektif. Selain itu, Muhammadiyah juga perlu menggandeng teknologi digital untuk memperluas jangkauan dakwah ekonomi ini, sehingga dapat menjangkau berbagai lapisan masyarakat, termasuk generasi milenial dan urban (Nasution, 2015; Yunus, 2018).

Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharu seharusnya tampil terdepan mengantarkan masyarakat untuk berperilaku Islami dalam dunia bisnis. Oleh sebab itu, Majelis Tarjih Muhammadiyah berkewajiban membuat suatu peraturan hukum tentang batas-batas kategori syubhat, mutasyabihat, haram dan halalnya suatu produk dan hasil usaha. Selama masih ada masalah hukum mengenai sebuah proses dan produk ekonomi, selama itu pula peluang gerakan ekonomi Muhammadiyah tetap ketinggalan meraih peluang-peluang ekonomi bisnis bergengsi.

Pola doktrinitas perkaderan dalam Muhammadiyah perlu dimasukkan ke dalam sistem ekonomi ala Muhammadiyah yang berkemajuan (berdaya saing tinggi) pada semua lini. Kita mengetahui bahwa Rasulullah Saw. pernah berdagang dan sukses karena memiliki integritas diri yang bernuansa ilahiah, yaitu kejujuran dan keikhlasan. Begitu pula, KH. Ahmad Dahlan berhasil menjalankan misi dakwahnya dan bisnisnya. Keberhasilan KH. Ahmad Dahlan tentu sangat diwarnai dengan nilai-nilai seperti yang dimiliki oleh Rasulullah Saw.

Baca Juga: Mahasiswa PMM dari Universitas Muhammadiyah Malang Terapkan Ilmu Sosiologi Lewat Permainan di SD Negeri Mojolangu 2

Penutup

Dengan meneladani semangat dan strategi yang telah dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan, Muhammadiyah telah membuktikan bahwa dakwah dan pembangunan ekonomi dapat berjalan seiring sebagai dua elemen yang saling melengkapi. Penting bagi Muhammadiyah untuk terus menggali potensi di berbagai daerah, melibatkan seluruh elemen organisasi, dan memanfaatkan teknologi serta inovasi agar semakin relevan di era modern.

Lebih jauh lagi, keberhasilan Muhammadiyah dalam mengelola amal usaha tidak hanya membawa dampak positif bagi organisasi, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat secara luas. Namun, ada tantangan yang harus dihadapi, termasuk penguatan etos kerja, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, dan penyelesaian perdebatan hukum yang terkait dengan praktik ekonomi syariah. Melalui pembinaan yang berkelanjutan dan pengembangan model ekonomi yang inovatif, Muhammadiyah memiliki peluang besar untuk semakin memperkokoh posisinya sebagai motor penggerak ekonomi umat.

Ke depan, Muhammadiyah diharapkan terus memanfaatkan potensi dan peluang yang ada, baik secara internal maupun eksternal, dengan pendekatan yang lebih strategis dan profesional. Dengan semangat ta’awun dan keikhlasan, Muhammadiyah dapat menjadi teladan dalam menciptakan sistem ekonomi Islami yang berkelanjutan, berkeadilan, dan membawa manfaat bagi umat. Hal ini akan menjadi wujud nyata dari visi besar KH. Ahmad Dahlan dalam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Penulis:
1. Nur Saidah
2. Vira Dwi Atikah Sari
3. Heni Retnowati
Mahasiswa Akuntansi Universitas Muhammadiyah Gresik

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Rujukan 

Abdullah, I. (2013). Gerakan Pembaruan Islam dan Dinamika Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Ahmad, S. (2014). Sejarah dan Peran Muhammadiyah dalam Pendidikan dan Ekonomi Umat. Jakarta: Erlangga.

Nasution, T. (2015). Muhammadiyah dan Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Amal Usaha. Bandung: Pustaka Al-Ma’arif.

Fauzi, M. (2017). Ekonomi Islam dalam Gerakan Muhammadiyah. Bandung: Pustaka Iman.

Syamsuddin, D. (2019). Masyarakat Islam Berkemajuan dan Tantangan Ekonomi Global. Jakarta: Muhammadiyah Press.

Anwar, M. (2014). Muhammadiyah dan Ekonomi Syariah. Surakarta: UNS Press.

Yunus, Y. (2018). Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah.

Hidayat, R. (2016). Amal Usaha Muhammadiyah Sebagai Pilar Pemberdayaan Umat. Malang: UIN Press.

Asy’ari, M. (2020). Zakat, Wakaf, dan Filantropi dalam Muhammadiyah. Jakarta: Lentera Hati.

Salim, A. (2015). Transformasi Ekonomi Islam: Peran Muhammadiyah. Bandung: Mizan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses