Apa Perbedaan Pandangan Psikologi Islam dan Psikologi Barat?

psikologi Islam dan Psikologi Barat

Psikologi sebagai ilmu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu yang masih cukup baru. Hal ini ditandai oleh eksperimen yang dilakukan oleh Wilhelm Wundt pada tahun 1879. Dalam perkembangannya, psikologi memiliki beberapa pendekatan, salah satunya yakni pendekatan Islam.

Meskipun pada asalnya Islam telah memiliki kajian psikologi sejak awal (dengan istilah yang berbeda) tetapi baru beberapa tahun terakhir ini menjadi kajian yang ilmiah. Tentu saja pendekatan psikologi Islam memiliki perbedaan dengan psikologi barat.

Sebagai seorang muslim yang mempelajari psikologi, perbedaan ini perlu dipelajari agar kita mengetahui teori mana yang bertentangan dan tidak bertentangan dengan syariatIslam.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Aku Mahasiswa, Haruskah Aku Sempatkan Waktuku untuk Menuntut Ilmu Syar’i?

Selain itu, kita juga akan mendapatkan pemahaman secara utuh tentang manusia. Berikut adalah tiga perbedaan pandangan antara psikologi barat dan psikologi Islam:

1. Perkembangan Manusia

Pendekatan pertama adalah tentang psikologi perkembangan manusia. Selama ini psikologi barat hanya mempelajari kehidupan manusia yang bersifat empiris. Mereka mengatakan bahwa kehidupan manusia dimulai sejak mereka diciptakan (konsepsi) sampai mereka mati (Santrock, 2019),

Padahal menurut Islam pandangan ini tidak lengkap. Manusia pada dasarnya sudah memiliki kehidupan sebelum ia berada di dunia (pra-eksistensi) dan setelah ia meninggalkan dunia (pasca-eksistensi).

Kita dapat mengetahui pra-eksistensi manusia ini melalui penjelasan QS. Al- A’raf (7): 172 yang artinya, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari pinggang anak-anak Adam keturunan mereka dan menyuruh mereka bersaksi tentang diri mereka sendiri. (Allah bertanya,) “Bukankah Aku milikmu? Tuhan?” Mereka menjawab, “Ya, Anda! Kami bersaksi.”

Ayat tersebut menjelaskan bahwa sebelum manusia diciptakan di dunia mereka memiliki kehidupan di alam ruh dan bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan mereka. Adapun kehidupan pasca-eksistensi adalah kehidupan akhirat yang dimulai ketika nyawa dicabut oleh Allah (kematian).

Kedua kehidupan ini tidak dapat dijangkau oleh indra dan akal tetapi kebenarannya dapat kita yakini melalui penjelasan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Baca juga: Metode Pembelajaran Rasulullah

2. Teori Kepribadian Manusia

Psikologi Barat dan Islam memiliki penilaian yang berbeda terhadap kesehatan mental seseorang. Psikologi Islam memandang manusia sehat mental jika beriman kepada Allah dan menaati perintah-Nya (Ariadi, 2013) sedangkan psikologi barat memandang manusia sehat mental hanya dari keberhasilannya dalam memanfaatkan kemampuan kognitif dan emosional dalam komunitasnya dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya (Zulkarnain & Fatimah, 2019).

Sebagai contoh, dalam pandangan barat, orang yang berperilaku normal tetapi mengkonsumsi alkohol dan berpacaran dengan sesama jenis, maka tidak disebut gangguan jiwa tetapi dalam Islam perilaku tersebut dikatakan gangguan jiwa karena melanggar perintah Allah.

Baca juga: Manakah yang Paling Mirip dengan Parenting Islami?

3. Psikoterapi

Psikologi Barat sangat membantu dalam perkembangan terapi psikologi. Islam dalam pengobatan gangguan jiwa juga terbantu dengan ditemukannya psikoterapi oleh psikologi barat. Namun, dalam psikologi barat, mereka kehilangan elemen inti dari psikoterapi sejati, yaitu menyembah Allah.

Rajab et al., (2016) menjelaskan bahwa psikoterapi Islam adalah proses pelayanan dan bantuan bagi individu untuk menyadari bahwa mereka adalah makhluk Allah yang harus menyembah Allah sebagai prinsip tujuan penciptaan mereka sebagai pribadi yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri.

Oleh karena itu, psikoterapi Islam dapat menimbulkan rasa nikmat iman dan pahala ketika dengan ikhlas mengharap ridha Allah. Misalnya, jika seseorang mengalami depresi, orang yang menggunakan psikoterapi barat hanya seperti meditasi dan olahraga sehingga dia tidak mendapatkan kedamaian spiritual dan pahala dari Allah.

Psikologi barat dan psikologi Islam memiliki banyak perbedaan tetapi tidak semua teori psikologi barat bertentangan dengan ajaran Islam.

Beberapa teori mereka tidak bertentangan dan bahkan selaras dengan Islam sehingga teori seperti ini dapat melengkapi kajian psikologi Islam dalam memperoleh pengetahuan yang komprehensif tentang manusia.

Melalui kajian perbedaan ini dapat menjadi pengingat dan motivasi mahasiswa psikologi yang bercita-cita menjadi psikolog atau ilmuwan psikologi agar senantiasa menjunjung tinggi integritas Islam dan tidak hanyut dengan teori-teori yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Tim Penulis:

1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Ariadi, P. (2013). Kesehatan mental dalam perspektif Islam. Syifa ‘Medika, 3(2), 118-127.

Rajab, K., Zein. M., & Bardansyah, Y. (2016). Rekonstruksi psikoterapi Islam. Cahaya Firdaus.

Santrock, J.W. (2019). Live-span development (17th ed.). McGraw-Hill.

Zulkarnain & Fatimah, S. (2019). Kesehatan mental dan kebahagiaan: Tinjauan psikologi Islam. Mawa’izh, 10(1), 18-38. https://doi.org/10.32923/maw.v10i1.715

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI