Manakah yang Paling Mirip dengan Parenting Islami?

parenting islami

Berbicara tentang pola asuh anak berarti berbicara tentang parenting. Apa sih yang sobat sekalian ketahui tentang pola asuh anak? Lalu, bagaimana sih parenting Islami itu? Jika direalisasikan pada kenyataan yang sekarang, apakah pola asuh orang tua sudah sesuai dengan Islam? Yuk simak penjelasannya berikut ini.

Pola pengasuhan merupakan permasalahan penting yang harus dibahas. Orang tua, terutama ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Jika orang tua baik maka peluang anak menjadi baik pun akan besar.

Hal ini dikarenakan anak terlahir di atas fitrah yang suci sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits: “Tidaklah anak yang dilahirkan melainkan ia dilahirkan di atas fitrah (Islam) tetapi kedua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nasrani, dan Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bacaan Lainnya
DONASI

Sebagai lingkungan terdekat anak, pola pengasuhan orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, baik perkembangan kepribadian, sosial, emosi, maupun kognitif.

Hal ini dikarenakan daya plastisitas otak pada anak masih tinggi sehingga membuat mereka mudah untuk menerima dan menyerap informasi.

Baca juga: KKN Tematik UPI: Poster Parenting Sebagai Media Edukasi dan Literasi Masa Pandemi

Menurut Baumrind (1967), pola asuh orang tua dibagi menjadi 4 jenis, yaitu authoritative, authoritarian, permissive, dan neglectful (uninvolved).

Meskipun dikatakan bahwa pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang paling berhasil membuat anak bahagia, berkembang dengan baik, dan cakap tetapi masing-masing pola asuh memiliki kelebihan dan kekurangan.

1. Authoritative

Pola asuh otoritatif dikatakan paling berhasil membuat anak bahagia dan tumbuh kembang dengan sukses. Namun, pola asuh ini sulit diterapkan karena memerlukan keseimbangan yang halus bagi orang tua dalam memberikan permintaan dan respon.

Orang tua dengan pola asuh otoritatif juga perlu mengeluarkan usaha yang lebih dibandingkan ketiga pola asuh lainnya. Dalam pola asuh inilah orang tua memiliki keterlibatan yang tinggi dalam kegiatan anak.

2. Autoritarian

Pola otoriter adalah pola asuh dengan tuntutan tinggi tetapi daya tanggap rendah. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak menjadi tidak bahagia dan memiliki harga diri dan kompetensi sosial yang rendah. Namun, di sisi lain, pola asuh otoriter dapat membuat anak menjadi patuh dan cakap. Hal ini dapat mengurangi masalah anak melakukan tindakan antisosial.

3. Permissive

Pola asuh permisif ini sangat tidak baik bagi regulasi diri anak. Hal ini dikarenakan orang tua dengan pola asuh permisif memberikan segala yang diinginkan anak atau dengan kata lain respon yang tinggi tetapi tanpa tuntutan yang memadai. Namun, anak-anak yang tumbuh dengan pola asuh permisif cenderung memiliki harga diri yang tinggi dan keterampilan sosial yang baik.

4. Neglectful (uninvolved)

Pola asuh uninvolved ini dikatakan sebagai pola asuh yang paling buruk diantara 4 pola asuh Baumrind dan tidak memiliki kelebihan. Anak-anak yang tumbuh dengan gaya pengasuhan ini cenderung kurang kontrol diri, rendah diri, dan kurang kompeten dibandingkan teman sebayanya.

Dalam parenting Islami kita dituntut untuk bisa memberikan kontrol kepada anak agar anak tidak bertingkah laku sesuka hatinya, tetapi bertingkah laku sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Subhanahu wa ta’ala. Dalam hal ini, orang tua memiliki peran yang sangat penting untuk dapat memberikan bimbingan dan pemahaman terhadap perilakunya.

Contohnya ialah ketika anak bermain game di malam hari (catatan: anak yang sudah baligh) kemudian waktu sholat maghrib sudah masuk, sebaiknya orang tua bisa menyuruh mereka untuk sholat terlebih dahulu kemudian melanjutkan permainan setelah sholat.

Baca juga: Guru adalah Ujung Tombak Generasi Tunas Bangsa

Jika anak mengabaikannya dan tetap memainkan permainan tersebut, orang tua dapat memberikan hukuman dengan pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak di daerah kepala.

Kemudian, dalam pola asuh Islami kita juga dituntut untuk menerima anak secara utuh dan memenuhi kebutuhan anak, baik kebutuhan fisik, fisiologis, maupun psikologis.

Ini seperti kewajiban seorang ayah untuk menafkahi anak-anaknya, kewajiban seorang ibu untuk menyusui selama dua tahun, dan kewajiban untuk memberikan kasih sayang.

Tim Penulis:

1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI