Aplikasi Nanoteknologi dalam Kemasan Pangan

Nanoteknologi
Aplikasi Nantoteknologi dalam Kemasan

Aplikasi nanoteknologi pada zaman sekarang tidak hanya digunakan sebagai energi, automotive, maupun coating. Namun, pada tren sekarang sebagian besar aplikasi nanoteknolgi ini digunakan sebagai packaging. Khususnya dalam kemasan pangan aplikasi nanoteknologi yang digunakan berupa nanomaterial.

Tentunya aplikasi nanoteknologi ini bisa digunakan sebagai kemasan pangan, dimana nanomaterial yang digunakan itu harus memiliki ukuran kurang dari 100 nm pada salah satu dimensinya.

Dimensi yang ada pada kemasan pangan terbagi menjadi tiga yaitu satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi. Salah satu contoh yang sering digunakan pada kemasan pangan untuk nanomaterial pada satu dimensi itu adalah nanoclay.

Bacaan Lainnya
DONASI

Nanomaterial adalah kunci dalam aplikasi nanoteknologi dalam kemasan pangan. Metode pembuatan nanomaterial terbagi menjadi 2 yaitu metode top-down dan bottom-up.

Metode top-down ini memiliki prinsip pembentukan partikel-partikel kecil yang bisa membelah menjadi nanopartikel menggunakan teknik ballmilling maupun laser ablation.

Sedangkan pada metode bottom-up prinsip pembentukan partikelnya dari yang berukuran kecil menjadi besar menggunakan berbagai sintesis yang diantaranya adalah menggunakan sintesis chemical, bio-sintesis, dan green sintesis.

Baca juga: Kemasan Ramah Lingkungan Bioplastik “Biodegradable”

Menurut aspek keamanannya, sebenarnya nanopartikel itu memiliki risiko terhadap kesehatan. Namun, pengaplikasian dalam kemasan pangan masih aman digunakan selama tidak terjadinya migrasi nanopartikel yang ada dalam kemasan pangan yang tidak berhubungan dengan migrasi lain yang berhubungan dengan produk pangan dalam kemasan tersebut.

Aplikasi nano-teknologi dalam kemasan pangan terbagi menjadi dua yaitu nano coating dan nano komposit.

Nanocoating digunakan untuk zat pelapis yang bersifat nanomaterial dengan ukuran ketebalannya yang kurang dari 100 nm. Nanocoating memiliki kelebihan meningkatkan umur simpan produk pangan.

Produk pangan yang biasanya dikemas menggunakan nanocoating adalah produk pangan segar seperti buah-buahan segar yang diantaranya adalah buah salak, stoberi, maupun buah mangga.

Nanocoating ini akan menurunkan laju respirasi buah yang dikemas dan menekan laju pematangan buah sehingga buah tidak cepat membusuk.

Sedangkan nanokomposit digunakan sebagai filler dalam kemasan pangan yang memiliki sifat properties yang unik yang berbeda dengan bahan baku yang digunakan.

Cukup banyak ternyata pengaplikasian nanokomposit dalam kemasan pangan salah satunya dalam smart packaging dan nanosensor.

Nanokomposit sendiri memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan teknologi kemasan pangan yang lainnya.

Di antara kelebihan nanokomposit adalah dapat meningkatkan sifat barrier dalam kemasan, dengan penggunaan bahan nanopartikel tersebut yang dimasukkan kedalam kemasan pangan akan memberikan halangan atau sifat barrier sehingga uap air, gas oksigen, aroma maupun sinar matahari tidak dapat menembus kedalam kemasan pangan tersebut.

Manfaat lain dari nanokomposit adalah dapat meningkatkan sifat mekanis didalam kemasan. Sifat mekanis yang dimaksud adalah sifat tensile strength dalam kemasan.

Tensile strength juga sangat berhubungan dengan sifat kelenturan polimer plastik yang digunakan, dimana semakin tinggi tensile strength suatu kemasan pangan maka daya atau sifat kelenturannya juga akan semakin menurun.

Baca juga: Apa Arti Tanda Segitiga Berkode Unik 1-7 pada Kemasan Plastik?

Tetapi dalam hal nanokomposit ini sangat unik dimana semakin tinggi sifat tensile strength suatu polimer plastik maka sifat kelenturannya hanya akan sedikit menurun saja.

Nanokomposit juga memiliki fungsi aktif sebagai anti mikroba dan memiliki oksigen scravanger yang baik. Penyerapan oksigen pada kemasan yang terdiri dari bahan komposit akan menjadi cepat penyerapan oksigen dalam kemasan dibandingkan dengan material yang lainnya.

Sedangkan dalam segi fungsi kemasan cerdasnya, nanokomposit bisa digunakan sebagai nanoindikator maupun nano sensor yang akan mendeteksi bahan pangan menjadi lebih cepat dan lebih sensitif dibandingkan dengan indikator dan sensor dari bahan lain.

Salah satu contohnya adalah biosensor yang dapat mendeteksi adanya toksin dalam pangan dan mendeteksi mutu pangan yang sudah menurun kualitasnya.

Manfaat yang lainnya dari nanokomposit ini adalah dapat meningkatkan stabilitas termal yang dimiliki pada kemasan. Contohnya ada pada polikarbonat yang menggunakan nanokomposit lebih tahan panas dibandingkan dengan polikarbonat (PC/FS) biasa.

Teknologi pembuatan nanokomposit sendiri terbagi menjadi 3 metode, yaitu solution technique, in-situ polymerisation, dan meltcompounding. Aplikasi metode solution technique biasanya digunakan hanya dalam skala kecil atau bisa disebut skala lab.

In-situ polymerisation adalah metode yang bisa digunakan dalam skala kecil maupun skala industri dimana metode ini menggunakan larutan monomer dari polimer yang digunakan.

Baca juga: Inovasi Kemasan Cerdas untuk Menjaga Keamanan Pangan

Sedangkan metode yang terakhir yaitu melt compounding yang biasanya digunakan dalam skala industrial. Hal terpenting yang menjadi kunci dalam pembuatan nanokomposit yang baik ada pada terbentuknya dispersi yang baik.

Beberapa contoh kemasan nanokomposit yang ada dipasaran untuk sekarang ini adalah pada botol 1,6 L Hite Pitcher beer dari Hite brewery Co. (South Korea) dimana nanomaterial yang digunakan adalah nanoclay dengan jenis polimernya nylon 6. Pada aplikasi botol beer 500 mL dari Miller Brewing (USA) dimana polimer yang digunakan adalah nylon 6 dengan nanomaterialnya adalah nanoclay.

Kraft Food sebuah perusahaan Korporasi Multi Nasional pangan di Amerika Serikat bekerja sama dengan para peneliti di Rutgers University, New Jersey telah mengembangkan alat sensor sensitif pendeteksi gas yang diberi nama electronic tounge untuk disatukan dan diintegrasikan dalam kemasan pangan.

Alat ini berisi suatu alat pengurai dari sensor nano yang sangat sensitif sekali terhadap gas yang dilepaskan oleh mikroorganisme perusak pangan, sehingga menghasilkan adanya perubahan warna yang mengidentifikasikan bahwa produk pangan tersebut telah rusak atau membusuk.

Contoh lain, kemasan cerdas polimer nanokomposit lainnya untuk menyensor gas oksigen (O2) guna menjamin tidak adanya oksigen dalam sistem kemasan  pangan yang bebas oksigen, telah dibuat dan dikembangkan oleh Mills dan Hazafy.

Mereka menggunakan dan memanfaatkan kristal nano SnO2sebagai fotosintaiser dalam sebuah indikator O2 yang terdiri dari donor elektron yang dikorbankan (gliserol), pewarna redoks Methylene Blue dan mengenkapsulasi dengan polimer hidroksizyethil sellulosa.

Adanya paparan ke sinar UV B mengakibatkan adanya aktivasi (photobleaching) dari indikator dan terjadi foto reduksi dari pewarna Methylene Blue oleh partikel-partikel nano SnO2.

Penerapan teknologi nano melalui pengembangan dan aplikasi polimer nanokomposit dalam kemasan pangan telah menunjukkan potensi yang besar untuk memberikan arah perubahan penting pada sektor kemasan.

Komposit nano mampu memberikan harapan pengembangan penggunaan polimer lapisan tipis/plastik yang bersifat mudah diurai (biodegradable), sejak ditemukan adanya teknologi proses penguatan kembali nano yang bisa memperbaiki semua kinerja pada biopolimer, sehingga menjadikannya bersifat lebih kompetitif dibandingkan dengan polimer sintetis, dapat memperkuat sifat mekanis polimer, sifat thermal dan hambatan terhadap gas.

Devi Fatmawati
Mahasiswa Pascasarjana Prodi Ilmu Pangan, IPB University, Bogor.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI