Industri perfilman di Indonesia menjadi industri yang sangat menjanjikan akhir-akhir ini, industri perfilman Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, film-film nasional berhasil meraup kesuksesan besar di bioskop dengan menarik jutaan penonton, hal tersebut juga berjalan beriringan dengan minat menonton film di bioskop masyarakat Indonesia yang lumayan tinggi.
Salah satu faktor utama yang mendorong minat menonton bioskop adalah pengalaman menonton yang berkualitas. Menonton dengan menggunakan layar lebar, suara surround yang memukau, serta fasilitas seperti kursi empuk dan pendingin ruangan menciptakan atmosfer sinematik yang tidak dapat disamakan dengan menonton di rumah, sehingga menjadikan bioskop sebagai pilihan favorit terutama bagi pecinta film yang ingin menikmati film secara maksimal, selain itu bioskop juga dapat menjadi gaya hidup dan ajang sosial yang sangat menarik.
Kebanyakan masyarakat Indonesia memandang menonton bioskop sebagai kegiatan menghabiskan waktu bersama teman, pasangan maupun keluarga, bioskop dijadikan tujuan untuk rekreasi yang menyenangkan sekaligus sarana berinteraksi dan memperat ikatan sosial.
Baca juga: Bagaimana Film (Gambar Bergerak) Terus Berevolusi dari Masa ke Masa
Faktor lain yang mendukung minat menonton masyarakat Indonesia adalah tersedianya film-film yang terbaru dan terpopuler yang tayang di bioskop seperti film-film blockbuster , Hollywood, film nasional berkualitas maupun film-film dari berbagai negara lain segera setelah rilisnya.
Selain itu, Indonesia juga memiliki tradisi film dokumenter yang mengeksplorasi berbagai isu sosial dan budaya dengan cara yang mendalam, pembuatan film yang dibuat berdasarkan kisah nyata yang pernah terjadi, selain itu terdapat pula industri pembuatan film pendek, iklan dan lainnya yang turut menyemarakkan kancah perfilman nasional.
Akhir-akhir ini dunia perfilman Indonesia kembali dihebohkan oleh tayangnya salah satu film yang diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi pada tahun 2016 lalu yaitu cerita mengenai seorang gadis yang meninggal ditangan sejumlah anggota geng motor. Film terbaru yang diproduksi oleh Dee Company serta Umbara Brother yang disutradai oleh Anggy Umbara ini berjudul “Vina sebelum 7 hari”.
Film ini merupakan salah satu film yang cukup ditunggu oleh masyarakat Indonesia karena kasus nyata Vina ini sangat menggemparkan dan sangat viral, semua orang menjadi penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi saat itu, sehingga tidak heran film ini mendapatkan banyak penonton di awal penayangannya di bioskop, di opening day-nya film ini berhasil meraih 355.822 penonton.
Baca juga: Fringe Event Hari Kedua: Bincang Koneksi Membawa Dialog Inspiratif tentang Jaringan Komunitas Film
Namun sayangnya tayangnya film ini tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar, selain ditunggu film ini juga mendapatkan kecaman dan kritik sebelum mulainya penayangannya. Muncul pro kontra yang cukup massif di kalangan masyarakat Indonesia.
Sebagian besar masyarakat menilai penayangan film ini sebagai tindakan yang tidak bermoral dan tidak manusiawi, namun sebagian orang lainnya mengganggap jika penayangan film ini merupakan hal yang wajar karena dapat dijadikan sebagai dokumenter serta pengingat agar tidak terjadi kasus yang sama seperti yang dialami oleh Vina ini.
Respon Pro terhadap Penayangan Film Vina Sebelum 7 Hari
Penayangan film Vina Sebelum 7 Hari ini dianggap sebagai hal yang biasa saja bagi sebagian orang, mereka berpendapat bahwa mengangkat kisah nyata ke layar lebar termasuk tragedi yang dialami oleh Vina merupakan upaya untuk membuat kritik sosial dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya kekerasan seksual yang sering terjadi, dengan mengangkat isu ini diharapkan dapat meningkatkan kewaspadaan publik.
Selama tidak dieksploitasi secara berlebihan dan tetap mengidahkan etika, sebuah film dapat menjadi media untuk menyarakan pesan moral, penayangan film Vina juga dapat menjadi cara untuk mengkritik lemahnya penegakan hukum dan sistem keamaanan bagi perempuan dan anak di Indonesia mengingat pelaku yang melakukan hal yang tidak terpuji kepada Vina itu masih bisa berkeliaran dengan bebas dan menghirup udara bebas tanpa mendapatkan hukuman atau ganjalan dari perbuatan yang telah dia lakukan.
Sehingga diharapkan dengan tayangnya film ini kasus Vina yang sebenarnya belum selesai dapat dibuka lagi sehingga Vina dan keluarganya dapat mendapatkan keadilan yang selama ini belum mereka dapatkan.
Respon Kontra terhadap Penayangan Film Vina Sebelum 7 Hari
Film ini mengangkat kisah yang cukup sensitif yaitu pembunuhan dan juga pemerkosaan, ketika diangkat menjadi film, film ini termasuk ke dalam kategori film horror. Jika dilihat pihak kontra menilai film ini tidak bermoral dan tidak manuasiawi karena film ini mengangkat kisah nyata kejahatan keji yang benar-benar terjadi ke layar lebar dapat merendahkan nilai-nilai keadilan dan perikemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi, sehingga pihak pembuat film dan yang menonton film ini dianggap mengabaikann rasa empati dan batas kewajaran dalam berkarya.
Film Vina: sebelum tujuh hari ini dianggap mengeksploitasi penderitaan dan tragedi nyata yang dialami Vina yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan sadis di usianya yang masih remaja, dimana mengangkat kisah hidup seseorang yang menjadi korban kejahatan keji untuk dijadikan tontonan hiburan dan komoditas ekonomi adalah sesuatu hal yang tidak pantas dan penghianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar, ini dianggap sebagai tindakan yang merendahkan martabat korban.
Walau nyatanya film ini sudah mendapatkan persetujuan dari keluarga Vina namun tetap saja film ini dikhawatirkan akan membuka luka mendalam bagi keluarga Vina yang masih bergulat dengan duka mendalam atas kehilangan putrinya dengan cara yang begitu tragis, selain itu dikhawatirkan penayangan film ini dapat membangkitkan trauma dan memicu traumatisasi bagi para korban kekerasan seksual lainya yang menyaksikan film ini.
Baca juga: Wattpad Membuka Peluang bagi Penulis Amatir untuk Bersinar
Dalam kondisi sepeeti ini, sudah selayaknya kita mengutamakan kepentingan publik yang lebih besar dan rasa kemanusiaan di atas segalanaya. Kita harus mengedepankan empati, keadilan, serta proses pemulihan trauma para korban, bukan malah turut melukai mereka dengan eksploitasi komersial seperti penayangan film Vina ini, harus ada batasan dan etika dalam mengangkat isu-isu sensitif semacam ini agar kreatifitas berkarya tidak justru merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, walaupun terdapat pro dan kontra dalam masyarakat terhadap penayangan film ini, pada akhirnya film Vina Sebelum 7 hari sudah resmi tayang di bioskop. Oleh karena itu, kita harus menghargai keputusan tersebut dan menyikapi dengan bijak. Bagi yang keberatan dengan konten film, bisa memilih untuk tidak menontonnya. Sedangkan bagi yang tertarik, tontonlah dengan pikiran yang terbuka dan kritis. Pada akhirnya, masyarakat yang akan menilai sendiri apakah film ini layak atau tidak untuk ditonton.
Penulis: Wellsy Norvani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News