Bagaimana Perlakuan terhadap Narapidana yang Sedang Hamil? Simak Ulasan Berikut

Narapidana
Narapidana perempuan

Pernahkah terbersit di pikiran Anda bagaimana seorang narapidana wanita menjalani masa hukumannya dalam kondisi hamil? Bagaimana proses pembinaan yang dijalankan sedangkan kondisi dirinya sedang membutuhkan perawatan yang lebih.

Perlu kita ketahui meski kondisi seorang narapidana wanita sedang hamil, ia tetap berkewajiban menjalani masa hukuman sebagai pertanggungjawaban dari perbuatan melanggar hukum. Artinya kondisi narapidana wanita hamil di Lembaga Pemasyarakatan bukanlah hal yang baru.

Lantas bagaimana penanganan terhadap narapidana wanita hamil? Apakah berbeda dengan narapidana lainya? Jawabanya tentu berbeda, mengingat seorang narapidana wanita hamil merupakan salah satu yang termasuk ke dalam kelompok rentan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Revitalisasi Penyelenggaraan Pembinaan Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan

Narapidana yang sedang hamil haruslah mendapatkan perawatan serta perlakuan yang khusus selama dia mengandung, hal ini bertujuan agar bayi dalam kandungan tetap sehat dan tumbuh berkembang tanpa ada gangguan.

Dengan kata lain ada pelayanan kesehatan lebih yang harus disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan untuk memastikan hak-hak ibu dan janinnya terpenuhi, mengingat status narapidana tidak serta merta menghilangkan kewajiban negara untuk memenuhi aspek Hak Asasi Manusia yang melekat kepada diri seseorang.

Data per-September 2022 menunjukan sebanyak 63 narapidana/ tahanan wanita yang masih punya bayi tinggal di penjara. Hal ini diungkap oleh Rika Aprianti selaku Kabag Humas dan Protokoler Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS).

Sampai artikel ini diterbitkan, belum ada data terbaru yang dipublikasi oleh Ditjen PAS mengenai jumlah narapidana wanita hamil yang menjalankan masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan. Sejalan dengan keterangan tersebut, narapidana wanita hamil diperkenankan merawat bayinya hingga umur tiga tahun, seuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022.

Dengan fenomena narapidana wanita hamil di Lembaga Pemasyarakatan, artinya Lembaga Pemasyarakatan memegang tanggung jawab besar dalam hal pelayanan dan perawatan kesehatan terhadap narapidana wanita hamil yang menjalani hukuman di dalam wilayah kerjanya.

Berkaca dari situasi Lemba Pemasyarakatan yang overcapacity meningkatkan kecenderungan tidak adanya pelayanan dan perawatan kesehatan lebih bagi narapidana wanita hamil. Lantas bagaimana seharusnya Lembaga Pemasyarakatan memberikan pelayanan dan perawatan kesehatan agar narapidana wanita hamil mendapatkan hak-haknya?

Untuk dapat memenuhi hak pelayanan dan perawatan kesehatan narapidana, ada beberapa indikator yang harus dipenuhi yaitu seperti hak ketersediaan layanan kesehatan yang memadai, kemudian hak bahan pangan dan makanan bergizi baik untuk wanita hamil dan janin yang dikandungnya, dan juga kemudahan akses untuk mendapatkan obat-obatan atau barang keperluan ibu hamil.

Hal ini merupakan tantangan bagi Lembaga Pemasyarakatan untuk memenuhi tuntutan tersebut. Kondisi tersebut menjadi mutlak karena merupakan bagian dari amanat undang-undang. Lalu bagaimana kondisi narapidana wanita hamil di lapangan?

Baca Juga: Strategi Menangani Perilaku dan Pembinaan Narapidana Terorisme dan Narkoba

Aris Kurniawan (2021) dalam penelitiannya mengungkap minimya ketersediaan fasilitas tenaga medis, hal ini bukan merupakan hal yang baru ditambah lagi keterbatasan fasilitas bukan hanya dalam segi sarana dan prasarana, namun juga seringkali ditemukan dalam sebuah Lembaga Pemasyarakatan hanya tersedia tenaga perawat saja.

Hal ini menjadi permasalahan di mana perbandingan jumlah narapidana dan tenaga perawat tidak sebanding sehingga pelayanan kesehatan menjadi kurang maksimal.

Lebih lanjutnya Aris mengatakan bahwa perawatan terhadap wanita hamil hanya dilakukan oleh dokter umum dan dibantu oleh perawat karena ketiadaan bidan khsusus untuk merawat ibu hamil. Imbasnya pemeriksaan yang dilakukan pun bersifat manual dan tidak dilengkapi alat memadai.

Selain sarana dan prasarana kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang kurang memadai, Aris menuturkan bahwa ketika seorang narapidana membutuhkan perawatan darurat, maka rujukan ke rumah sakit terdekat menjadi solusinya.

Namun apabila seorang narapidana tersebut tidak memiliki BPJS, seringkali pihak rumah sakit tidak mau menerima karena alasan administratif. Persoalan seperti ini menambah rumit permasalahan kesehatan pada narapidana wanita hamil di lembaga Pemasyarakatan. Dengan realita di lapangan seperti ini, apa yang bisa dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan?

Dalam stakeholders analysis yang dikemukakan oleh Stanford Research Institute (1963) menyatakan bahwa sebuah sistem organisasi memiliki sub sistem-sub sistem lainnya yang menjadi elemen pendukung dalam hal mencapai tujuan organisasi.

Dengan arti kata lain, stakeholders analysis memandang bahwa dalam menjalankan suatu organisasi dibutuhkan kelompok pendukung yang mampu membantu organisasi dalam mencapai tujuan. Dari analisis tersebut kita bisa gunakan dalam menangani persoalan narapidana wanita hamil di Lembaga Pemasyarakatan.

Mengingat kondisi di lapangan yang menunjukan ada keterbatasan dari Lembaga Pemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan narapidana wanita hamil, artinya dibutuhkan kelompok pendukung yang mampu mempermudah proses penyediaan layanan kesehatan narapidana wanita hamil.

Baca Juga: Narapidana Kabur dari Lapas, Apa Penyebabnya?

Kerja sama dengan pihak ketiga dirasa menjadi solusi yang menjanjikan bagi permasalahan yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan, karena pemenuhan sara prasarana, tenaga medis, bukanlah solusi cepat yang bisa dilakukan, sedangkan pelayanan kesehatan tidak bisa ditunda.

Pihak Lembaga Pemasyarakatan bisa menjalin kesepakatan kerja dengan Institusi Penyedia layanan Kesehatan terdekat baik Puskesmas, ataupun RSUD terdekat, sebagai opsi penyedia layanan kesehatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Sehingga nantinya petugas kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan tidak harus berawal dari pegawai di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, namun bisa merupakan perbantuan tenaga medis dari unit penyedia layanan kesehatan setempat.

Untuk permasalahan administrasi, Lembaga Pemasyarakatan bisa berkoordinasi dengan Kantor Wilayah setempat agar dibuatkan kesepakatan antara Kanwil Kemenkumham setempat dengan BPJS di wilayahnya mengenai pemenuhan fasilitas BPJS terhadap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan.

Sehingga nantinya tidak terjadi lagi rujukan narapidana ditolak oleh rumah sakit dengan alasan administrasi.

Sudah menjadi sebuah kewajiban bagi Lembaga Pemasyarakatan sebagai pelayan publik untuk bisa memenuhi hak-hak masyarakat. Meskipun seorang narapidana bersalah di mata hukum, namun itu tidak menghilangkan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Lembaga Pemasyarakatan dalam hal ini harus berkomitmen membangun sinergi dengan pihak penyedia layanan kesehatan sehingga permasalahan yang kerap ditemui di lapangan dapat terselesaikan.

Penulis: 

Raynaldi Cesar Akbar
Mahasiswa Manajemen Pemasyarakatan Politeknik Ilmu Pemasyarakatan

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI