Dampak Media Sosial terhadap Penurunan Nasionalisme Generasi Muda

Sosial
Ilustrasi Media Sosial.

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan generasi muda di era globalisasi. Sebagai platform yang menawarkan kemudahan akses informasi, komunikasi, dan hiburan, media sosial memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan.

Interaksi digital yang intens melalui media sosial tidak hanya menciptakan pola komunikasi baru, tetapi juga mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku generasi muda. Di satu sisi, media sosial memberikan manfaat berupa akses luas terhadap pengetahuan global, tetapi di sisi lain, juga membawa tantangan, termasuk dalam hal identitas budaya dan nasionalisme.

Lalu, seberapa besar dampak media sosial terhadap rasa nasionalisme para generasi muda?

Bagaimana Media Sosial Berkonstribusi dalam Penurunan Nasionalisme Generasi Muda

Menurut DATAREPORTAL, pada awal 2024 pengguna media sosial di Indonesia menyentuh angka 139 juta pengguna, yang berarti  setara dengan 49,9% dari total populasi di Indonesia. Minat yang besar ini timbul karena media-media sosial, seperti halnya Instagram, TikTok, YouTube, dan X menyediakan kemudahan dalam memperoleh akses ke berbagai bidang yang penggunanya inginkan. Namun, di lain sisi kemudahan akses ini juga dapat memudahkan penyebaran trend budaya global yang dapat mengancam kelestarian budaya lokal.

Bacaan Lainnya

Media sosial dengan penggunaannya yang tidak tepat dapat menjadi salah satu pemicu berkurangnya rasa kesadaran generasi muda terhadap budaya bangsanya. Contoh nyata yang dapat terlihat saat ini yaitu generasi muda yang lebih akrab dengan tren-tren luar seperti dance challenge daripada tari tradisional Indonesia. Kondisi ini diperparah oleh minimnya promosi budaya lokal yang menarik dan relevan di media sosial. Akibatnya, rasa bangga terhadap warisan budaya nasional menjadi berkurang karena generasi muda lebih mengenal budaya asing daripada budaya lokal.

Selain dominasi budaya asing, algoritma media sosial juga memiliki peran signifikan dalam penurunan rasa nasionalisme. Algoritma bekerja dengan menyajikan konten yang dianggap relevan berdasarkan preferensi pengguna. Sayangnya, konten edukasi tentang budaya dan sejarah Indonesia sering kali kalah saing dengan konten hiburan populer. Algoritma cenderung menyembunyikan konten yang kurang menarik perhatian, sehingga konten yang berpotensi memperkuat rasa cinta tanah air menjadi kurang terlihat.

Fenomena-fenomena ini memunculkan kekhawatiran tentang bagaimana media sosial yang awalnya diharapkan sebagai alat edukasi dan pelestarian budaya, justru berkonstribusi pada penurunan nasionalisme.

Penurunan nasionalisme di Indonesia terjadi dalam berbagai bentuk, seperti berikut:

1. Kurangnya Apresiasi terhadap Bahasa Lokal

Bahasa daerah mengalami penurunan jumlah penutur, terutama di kalangan generasi muda yang lebih memilih menggunakan bahasa asing dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, bahasa seperti Nias dan Bantik di Sulawesi Utara kini terancam punah karena hanya sedikit generasi muda yang menggunakannya.

2. Minimnya Minat pada Musik dan Seni Tradisional

Generasi muda lebih menyukai budaya pop global seperti K-Pop atau musik Barat, sehingga seni tradisional seperti wayang dan gamelan mulai ditinggalkan. Contohnya, pertunjukan seni tradisional di Jawa sering kekurangan penonton dari kalangan anak muda.

3. Pengabaian Pakaian Tradisional

Pakaian adat seperti kebaya dan ulos jarang digunakan dalam keseharian dan hanya muncul pada acara formal. Generasi muda lebih memilih pakaian kasual bergaya Barat yang dianggap lebih praktis .

4. Pengaruh Media Sosial dan Globalisasi

Media sosial mempromosikan tren budaya luar yang menarik perhatian generasi muda, sehingga nilai-nilai dan identitas lokal mulai terabaikan. Sebuah survei mencatat 71% anak muda merasa media sosial berkontribusi pada penurunan rasa nasionalisme mereka.

Baca Juga: Menyelamatkan Generasi: Dampak Media Sosial terhadap Kekerasan Seksual dan Pelecehan Anak

Dampak Nyata Penyalahgunaan Media Sosial

1. Fragmentasi Sosial

Fragmentasi Sosial merupakan kurangnya interaksi akibat adanya perbedaan. Dari data Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (2023) mencatat bahwa dari 800.000 laporan hoaks sejak 2020, 60% di antaranya terkait isu-isu SARA yang dapat memecah belah persatuan masyarakat. Contohnya adalah hoax seputar pemilu yang meningkatkan polarisasi antar kelompok pendukung. Akibatnya terdapat beberapa kubu yang menentang dan juga memihak isu tersebut yang menyebabkan terbelahnya masyarakat.

2. Terancamnya Kedaulatan

Pengaruh Asing merupakan salah satu dampak yang sudah sangat menjadi jadi di bangsa kita, Kebanyakan masyarakat indonesia terutama ibu ibu di negeri ini telah dipengaruhi oleh informasi di telan mentah–mentah, tanpa menyaring terlebih dahulu dampaknya yang negatif, misal penyebaran video hoaks yang langsung di-share di group wa. Masyarakat harus bisa memilih dan memilah dengan selektif agar pengaksesan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Memang masyarakat Indonesia saat ini dengan mudahnya meniru budaya asing tanpa di filterisasi terlebih dahulu. Akibatnya, hal itu mengkikis budaya Indonesia dan melunturkan semangar nasio nalisme bangsa Indonesia.

Kurangnya Kesiapan Mental, bangsa indonesi tidak pernah lepas dari kefomoan. Baik itu dalam gaya hidup maupun dunia maya, bahkan survei oleh Pusat Kajian Komunikasi Universitas Indonesia (2023) menunjukkan bahwa 75% responden generasi Z lebih mengenal budaya Korea Selatan (K-Pop dan K-Drama) dibandingkan budaya lokal, yang mengindikasikan penurunan apresiasi terhadap identitas nasional, padahal 99% dari generasi Z tersebut tidak tahu dan tidak pernah bertemu dengan aktor-aktor tersebut. Hal ini terjadi tidak jauh dari media sosial.

3. Keamanan Nasional

Siber dan terorisme adalah dua istilah yang saling terkait ketika berbicara tentang ancaman di era digital, Laporan dari UNODC (2023) menunjukkan bahwa media sosial digunakan untuk merekrut sekitar 80% anggota baru kelompok teroris di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dilakukan melalui media sosial adalah bukti nyata bagaimana teknologi digital dimanfaatkan untuk aktivitas yang mengancam keamanan nasional dan regional. Dan juga masyarakat yang terpengaruh propaganda ini cenderung menganggap negara sebagai musuh, sehingga mengurangi loyalitas mereka terhadap bangsa dan negara.

Hoaks dan Disinformasi merupakan penyebaran informasi yang tidak benar, namun memiliki perbedaan dalam tujuan dan sifatnya. Berita palsu sering kali menyasar isu-isu sensitif seperti agama, suku, atau politik, yang dapat memicu konflik antar kelompok. Ketika masyarakat terpecah karena hoaks, rasa persatuan dan kesatuan, yang merupakan inti dari nasionalisme, mulai terkikis. Orang-orang lebih fokus pada perbedaan daripada kesamaan, sehingga semangat gotong royong dan solidaritas antar warga melemah.
Data dari Kominfo (2023) menunjukkan lebih dari 2.300 hoaks politik tersebar selama tahun pemilu, yang menyebabkan keresahan sosial dan mengganggu stabilitas keamanan.

Baca Juga: Ujaran Kebencian di Media Sosial sebagai Tantangan terhadap Sila Persatuan Indonesia dalam Pancasila

Upaya Mengatasi Penurunan Nasionalisme di Kalangan Generasi Muda

Media sosial memang disinyalir sebagai salah satu penyebab memudarnya rasa nasionalisme para generasi muda. Namun, dengan pemanfaatannya yang benar, media sosial juga dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk meningkatkan rasa cinta terhadap bangsa. Beberapa upaya yang dapat dilakukan melalui media sosial meliputi kampanye nasionalisme kreatif dengan menciptakan konten inspiratif, seperti video atau tulisan yang mengangkat sejarah, budaya, dan tokoh pahlawan Indonesia, serta memanfaatkan hashtag seperti #CintaIndonesia dan #NasionalismeDigital untuk membangun semangat persatuan. Penyebaran nilai Pancasila juga dapat dilakukan dengan membuat konten edukasi berbentuk infografis atau meme positif dan mengadakan diskusi daring bersama narasumber yang relevan.

Kolaborasi dengan influencer menjadi cara lain untuk menyuarakan pentingnya menjaga kerukunan dan menghormati budaya lokal. Selain itu, perlombaan dan tantangan digital, seperti lomba fotografi bertema keindahan alam Indonesia atau tantangan “30 Hari Bicara Indonesia,” dapat mendorong masyarakat memposting hal-hal positif tentang bangsa. Upaya ini perlu didukung dengan melawan hoaks dan konten negatif melalui literasi digital dan komunitas daring yang aktif meluruskan informasi.

Terakhir, mengintegrasikan teknologi lokal dengan meningkatkan penggunaan platform media sosial buatan Indonesia menjadi langkah penting untuk memperkuat kemandirian digital sekaligus membangkitkan nasionalisme.

Meski media sosial memiliki potensi untuk mengurangi rasa nasionalisme di kalangan generasi muda, platform ini juga dapat menjadi alat yang luar biasa untuk membangkitkan kesadaran akan nilai-nilai kebangsaan. Dengan memanfaatkan media sosial secara bijak, generasi muda dapat memperkuat identitas nasional, menyebarkan semangat persatuan, dan memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia. Masa depan nasionalisme ada di tangan kita, dan bersama-sama kita dapat menjadikan media sosial sebagai kekuatan yang mempererat rasa cinta pada tanah air.

Penulis:
1.
Delima Haya Zafira (2410822022)
2. Gusti Hari Kemri(2411132002)
3. Vikry haikal Hasibuan(2411123028)
4. Wahyu Prima Nanda M(2410833018)
5. Revalina Zianti(2410532070)
6. Zakia Ananda(2411222027)
Mahasiswa Universitas Andalas

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses