Dilema Remaja, antara Rasa dan Kepatuhan: Mana yang Harus Ku Pilih?

dilema remaja

“Aku menulis untuk pengingat diriku sendiri sebelum kalian.”

Berbicara mengenai remaja sangat erat kaitannya dengan berbagai persoalan unik yang muncul sebagai bagian dari proses menuju dewasa. 

Remaja adalah masa di mana seseorang mencari jati diri. Kehidupan remaja penuh dengan kebimbangan, perencanaan, dan penyesuaian. Saat remaja pula pada individu muncul perasaan suka atau ketertarikan terhadap lawan jenis.

Menurut Putri dkk. (2022) remaja merupakan masa di mana individu mengalami kematangan usia di mana mereka akan mulai mengembangkan sikap romantik dan ketertarikan terhadap lawan jenisnya.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Pembentukan Karakter bagi Remaja untuk Menghindari Pernikahan Dini, Kekerasan, dan Seks Bebas

Tak jarang kita temui banyak di antara remaja yang merealisasikan perasaan tersebut melalui perilaku pacaran. Bahkan sudah menjadi suatu tren di kalangan mereka. Namun, sebagai seorang muslim, apakah berarti kita harus menuruti rasa ketertarikan ini kemudian melampiaskannya dengan melakukan suatu hubungan yang Allah larang?

Ya, Tentu “tidak” jawabannya. Hal ini dikarenakan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman di dalam kitabnya yang agung:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32)

Penjelasan tafsir As-Sa’di (dalam aplikasi “Quran Tadabbur”) pada ayat tersebut adalah bahwasannya ayat tersebut berisi mengenai larangan dari mendekati perzinaan di mana mencakup semua faktor penyulutnya.

Lebih lanjut beliau rahimahullah menjelaskan bahwa barangsiapa yang mengitari sekitar daerah larangan nisaya hampir-hapir dia terjerumus di dalamnya.

Baca juga: Pentingnya Mengatur Keuangan pada Masa Remaja

Adanya rasa suka dan ketertarikan terhadap lawan jenis Allah jadikan sebagai fitrah manusia atas Kemahabijaksanaan-Nya dengan segala hikmah yang mengikutinya. Akan tetapi, hal ini sekaligus sebagai ujian bagi manusia apakah mereka bertakwa atau tidak.

Apakah iman yang ada pada diri kita benar-benar berasal dari hati atau hanya di lisan saja? Apakah kita rela menyingirkan perasaan yang sedang bergejolak tersebut demi kepatuhan pada Dzat yang menciptakan kita?

Larangan untuk tidak mendekati zina telah secara gamblang dijelaskan dalam agama kita. Melalui pacaran akan membuka pintu zina dengan mudah baik cepat maupun perlahan.

Ketika kita menuruti perasaan suka ini mungkin hal tersebut akan membuat kita merasa senang dan bangga. Akan tetapi, perlu kita sadari pula bahwa perasaan senang tersebut hanya bersifat sementara dan seringkali berujung dengan rasa kecewa, kesedihan, dan sakit hati.

Tak jarang kita temui individu yang telah putus dari pacaran kemudian melakukan perilaku destruktif (bersifat menghancurkan) seperti menyakiti diri sendiri, minum-minuman keras, menjadi mudah marah dan pembangkang bahkan berisiko terkena gangguan mental seperti stres hingga depresi.

Jika kita timbang-timbang pun individu akan lebih banyak membawa kebermanfaatan ketika ia sendiri dibandingkan saat pacaran. Dengan sendiri kita akan lebih mudah fokus untuk meng-upgrade diri menjadi manusia yang lebih baik, fokus untuk melaksanakan bakti terhadap orang tua, fokus kepada pendidikan dan cita-cita, dan fokus mencari keridha-an Allah Ta’ala.

Baca juga: Memberantas Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Anak-Anak dan Remaja

Siapa di antara kita yang tidak ingin mendapatkan ganjaran yang lebih baik dari Allah? Pastilah kita semua menginginkannya. Maka dari itu, bersabarlah menahan rasa tetaplah kuat berpegang teguh pada iman. Tak apa mungkin sesekali kita bersedih tetapi bangkit kembali, fokus kembali, dan bentengilah diri dengan kiat menjaga pandangan.

Mungkin memang terasa berat di awal tetapi tetap jalankan, percaya dan gantungkan harapan kita hanya kepada Allah, yakinlah bahwa ini adalah jalan kebenaran yang akan mengantarkan pada keselamatan dan kebahagiaan.

Sekarang, coba tanyakan pada diri, “Perasaanku ataukah kepatuhanku kepada Allah lah yang harus aku pilih?” sudah tahu bukan jawabannya? Tentu kita harus mendahulukan kepatuhan kepada Pencipta kita dari segala hal lainnya.

Tim Penulis:

1. Shafira Dhaisani Sutra
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Putri, A. E. ., Permata Ayu, M. ., Oksanti, M. ., Susanti, R., & Fajrussalam, H. (2022). Analisis pacaran dalam perspektif hukum IslamHumantech: Jurnal Ilmiah Multidisiplin Indonesia2(3), 780–788.

PT Usaha Firanda Andirja. (2020). Quran tadabbur (Version 1.2.1) [Mobile app]. App Store. https://apps.apple.com/id/app/quran-tadabbur/id1512711910

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses