Gender Bukan Batasan: Mewujudkan Hak Setara untuk Semua

Gender
Gambar dibuat dengan teknologi AI.

Abstrak

Kemajuan zaman memberikan kesempatan luas bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan, untuk berperan secara aktif di berbagai aspek kehidupan. Peran perempuan dalam masyarakat saat ini tidak bisa diabaikan lagi, dan ini berkontribusi pada terciptanya kesetaraan gender.

Kesetaraan ini mengandung makna bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dengan kedudukan yang setara, dengan perbedaan hanya terletak pada tingkat ketakwaan masing-masing.  Dalam pandangan Tuhan, tidak ada yang lebih unggul antara laki-laki dan perempuan.

Derajat seseorang di hadapan-Nya ditentukan oleh kesungguhan dalam berketakwaan. Oleh karena itu, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi yang sama untuk mencapai kemajuan dan menjadi pribadi yang sempurna. Memahami dengan benar perbedaan antara gender dan jenis kelamin sangatlah penting.

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi pustaka dan analisis kualitatif untuk menggali lebih dalam tentang konsep gender.

Bacaan Lainnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gender adalah konstruksi sosial yang menciptakan perbedaan dalam peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan, yang bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Berbeda dengan jenis kelamin, yang bersifat biologis dan tidak berubah, gender bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh kondisi sosial.

Kata Kunci: Kesetaraan dan Keadilan Gender.

Pendahuluan

Perkembangan zaman sekarang semakin maju, dan juga pesat di peradaban ini yang akhirnya menimbulkan beberapa persoalan yang cukup mempengaruhi kehidupan bermasyarakat. 

Perubahan zaman juga mulai terasa dampaknya dengan aspek pekerjaan, ilmu pengetahuan hingga pemikiran setiap manusia. Perkembangan dunia semakin membuka peluang setiap individu untuk melibatkan diri di berbagai bidang kehidupan. 

Saat ini peran perempuan sudah sangat tidak asing dalam keterlibatan sebuah pekerjaan atau bidang, yang awalnya banyak pekerjaan yang hanya dilakukan oleh laki-laki, kini telah sedikit demi sedikit digeser dengan terlibatnya banyak perempuan yang juga bisa melakukan pekerjaan pekerjaan itu.

Bukan hanya menggeser saja, namun para perempuan telah mampu melakukanya  hingga setara dengan laki-laki. Persoalan muncul beriringan dengan kemajuan ini, hingga muncul banyak perspektif negatif oleh sebagian masyarakat terhadap peran perempuan yang mulai banyak menggantikan pekerjaan laki-laki.

 Adanya perspektif itu tidak hanya dipikirkan dalam diri, namun banyak dikemukakan oleh sebagian masyarakat-masyarakat yang mulai mempengaruhi pemikiran tidak sehat ini yang bisa menimbulkan debat yang tak kunjung selesai.

Pemikiran seperti ini harus segera diluruskan, mengingat peran perempuan juga bisa saja menggantikan bidang  pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki, dan itu juga merupakan hak setiap individu dalam negara Indonesia yang seharusnya memiliki hak yang sama tanpa memandang latar belakang seks  dalam dirinya. 

Baca Juga: Menuju Kampus Bebas Diskriminasi: Pentingnya Kesetaraan Gender

Secara fisik laki-laki dengan perempuan sudah berbeda semenjak lahir. Hal itu juga menjadikan peran masing masingnya juga berbeda, namun secara hak dan juga kewajiban masing masing sama. Jika kita bahas secara hak itu sama, dan kewajiban juga sama itu bisa kita lihat bagaimana cara hukum di Indonesia.

Sebagaimana tidak memandang bulu, jika seorang laki-laki salah akan disalahkan dan jika perempuan salah juga akan disalahkan.  Begitupula jika benar maka akan dibenarkan juga. 

Hingga pada akhirnya perbedaan secara biologis ini hanya pada ranah fungsi saja. Selebihnya sama. Hal ini akan merujuk ke dalam pembahasan kesetaraan gender dan keadilan gender.

Pembahasan

1. Konsep Teori Seks dan Gender

a. Pengertian Seks

Secara etimologi, kata “seks” berasal dari bahasa Latin, yaitu “sexus“, yang secara harfiah berarti “jenis” atau “pembagian”. Kata ini awalnya digunakan untuk merujuk pada perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.

Sedangkan secara terminologi, seks merujuk pada aspek biologis yang membedakan manusia berdasarkan karakteristik fisik dan genetik mereka.

Pada intinya seks adalah perbedaan secara fisik dan bentuk jenis kelamin pada laki-laki dan perempuan. Di mana seks ini sudah ada sejak lahir dan hanya ada 2 jenis yaitu, laki-laki dan perempuan

b. Pengertian Gender

Secara etimologi gender adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris kuno gendre, yang merupakan kata serapan dari bahasa Anglo-Norman dan bahasa Prancis Kuno gendre. Kata gendre berasal dari bahasa latin genus yang berarti jenis, atau tipe.

Sedangkan gender secara terminologi adalah sifat yang digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan berdasarkan kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, dan emosi.

Gender merujuk pada konstruksi sosial, budaya, dan psikologis yang mengacu pada peran, perilaku, ekspresi, dan identitas yang diasosiasikan dengan jenis kelamin seseorang.

Berbeda dengan jenis kelamin (sex), yang berdasarkan karakteristik biologis seperti kromosom, hormon, dan anatomi fisik, gender lebih berkaitan dengan bagaimana masyarakat mengharapkan seseorang bertindak atau berperilaku berdasarkan apakah mereka dianggap sebagai laki-laki, perempuan, atau identitas lainnya.

Judith Butler mengatakan bahwa gender bukanlah sesuatu yang kita miliki secara bawaan, melainkan sesuatu yang kita lakukan secara berulang dalam kehidupan sehari-hari.

Ini menciptakan ilusi bahwa gender itu alami dan tetap. Jadi gender merupakan sesuatu yang terbentuk dari banyaknya  perilaku dan peristiwa seorang selama hidupnya hingga akhirnya terbentuk sebuah sifat dan perilaku tertentu. 

Pemahaman tentang seks dan gender seharusnya menjadi dasar untuk menciptakan kesetaraan gender. Namun, kenyataannya hingga saat ini masih banyak ditemukan kasus ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender dalam berbagai aspek kehidupan.

Baca Juga: Kesetaraan Gender dalam Islam: Menggali Al-Qur’an dan Hadis dalam Perjuangan Hak-Hak Perempuan

Kesetaraan gender adalah prinsip yang menekankan bahwa baik laki-laki maupun perempuan harus mendapatkan hak, kesempatan, dan perlakuan yang setara di berbagai bidang, seperti pendidikan, pekerjaan, politik, dan kehidupan sosial.

Prinsip ini bertujuan untuk memberikan akses yang sama tanpa memandang jenis kelamin, sehingga semua individu memiliki peluang yang adil untuk berkembang.

Sementara itu, keadilan gender tidak hanya menyoroti kesetaraan, tetapi juga berfokus pada perlakuan yang adil sesuai kebutuhan masing-masing gender, terutama dalam akses terhadap sumber daya dan peluang.

Ketidaksetaraan gender yang masih terjadi menunjukkan bahwa pemahaman ini belum sepenuhnya diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu, diperlukan langkah nyata untuk mendorong kesetaraan dan keadilan gender agar setiap individu, tanpa memandang jenis kelamin, dapat menjalani kehidupan yang bermartabat dan bebas dari diskriminasi.

Tujuan utama dari keadilan gender adalah menghapuskan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin dan memastikan bahwa individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka, mendapatkan perlakuan yang adil dalam berbagai aspek kehidupan seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan politik.

Kesetaraan gender dan keadilan gender adalah dua prinsip yang memiliki hubungan erat, namun dengan pendekatan yang berbeda dalam mencapai tujuan yang sama, yaitu kesetaraan antara pria dan wanita.

Kesetaraan gender menekankan pada pemberian hak, kesempatan, dan perlakuan yang serupa bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka, di berbagai sektor kehidupan, seperti pendidikan, pekerjaan, dan politik.

Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan diskriminasi berbasis gender, dengan memastikan bahwa setiap orang memperoleh akses yang setara terhadap peluang yang ada.

Di sisi lain, keadilan gender lebih mengutamakan perlakuan yang sesuai dengan kondisi masing-masing, dengan cara memperhitungkan ketidaksetaraan yang ada dan memberi dukungan tambahan bagi kelompok yang lebih terpinggirkan atau terdiskriminasi, seperti perempuan atau kelompok gender tertentu.

Dengan demikian, keadilan gender tidak hanya mencakup pemberian kesempatan yang sama, tetapi juga memberikan bantuan yang diperlukan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kelompok yang kurang beruntung, guna mencapai hasil yang lebih setara.

Keadilan gender memahami bahwa kesetaraan sejati tidak selalu dapat dicapai hanya dengan memberikan perlakuan yang sama, namun melalui pemberian akses yang lebih besar bagi mereka yang terpinggirkan agar tercipta kesetaraan yang lebih substansial dalam jangka panjang

Hingga saat ini masih sering adanya sebuah kasus pelanggaran hak asasi manusia berupa kekerasan atau bentuk dari ketidakadilan gender.

Hal ini ada karena masih banyaknya ketidakpahaman terhadap ketidakadilan gender  bahkan  banyak yang salah tangkap arti dengan kesetaraan gender, hingga menyamaratakan antara laki-laki dan perempuan. 

Baca Juga: Rendahnya Partisipasi Perempuan Indonesia Akibat Diskriminasi dalam Kesetaraan Gender

c. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender

– Stereotipe

Pandangan bahwa gender menentukan peran, sifat, atau perilaku individu adalah stereotipe yang telah lama tertanam dalam masyarakat. Stereotipe ini tidak hanya membatasi potensi individu, tetapi juga menciptakan ketidaksetaraan yang merugikan semua pihak.

Misalnya, anggapan bahwa laki-laki harus selalu kuat dan tidak boleh menangis, sementara perempuan hanya cocok menjadi ibu rumah tangga dan tidak layak mengenyam pendidikan tinggi, merupakan contoh nyata dari asumsi yang merugikan kedua gender.

Padahal, laki-laki juga memiliki hak untuk mengekspresikan emosi, termasuk menangis ketika merasa lelah atau sedih. Begitu pula, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengejar pendidikan dan karier setinggi mungkin.

Ketidakadilan ini menunjukkan bahwa asumsi berbasis gender sering kali menghilangkan hak mendasar setiap individu untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengubah pola pikir masyarakat. Peran, sifat, dan kemampuan seseorang tidak boleh ditentukan oleh gender, melainkan oleh potensi, minat, dan pilihan pribadi mereka.

Pendidikan dan pemahaman tentang kesetaraan gender harus terus disuarakan agar setiap individu memiliki kebebasan untuk mengembangkan diri tanpa batasan stereotip.

– Marginalisasi

Gender adalah proses di mana kelompok tertentu, khususnya perempuan, secara sistematis dikesampingkan dari akses terhadap sumber daya, peluang, dan pengakuan yang seharusnya mereka miliki.

Ketidakadilan ini terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan politik, sehingga menciptakan ketimpangan struktural yang sulit diatasi.

Penyebab utama marginalisasi ini biasanya berasal dari norma-norma budaya yang mengakar, stereotip gender yang membatasi peran perempuan, serta kebijakan atau praktik yang tidak memberikan perlakuan setara bagi semua gender.

Akibatnya, perempuan sering kehilangan kesempatan untuk berkembang, baik secara individu maupun kolektif. Marginalisasi gender memiliki konsekuensi yang signifikan, terutama dalam memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi.

Ketika perempuan terpinggirkan dari akses yang setara terhadap sumber daya, pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan, mereka mengalami pembatasan terhadap potensi diri dan kontribusinya dalam pembangunan masyarakat secara keseluruhan.

Ketidaksetaraan ini memperburuk ketimpangan ekonomi, di mana perempuan seringkali terjebak dalam pekerjaan dengan penghasilan rendah dan tanpa peluang untuk meraih posisi yang lebih tinggi, yang menghambat mobilitas sosial mereka.

Baca Juga: Memerangi Stereotipe Gender dalam Rumah Tangga, KKN Kelompok 4 UPNVJT Semarakkan Kegiatan “Ibu Cerdas, Keluarga Bahagia”

Selain itu, marginalisasi gender menghalangi perempuan untuk memperoleh layanan kesehatan yang memadai, terutama terkait dengan kesehatan reproduksi, yang berpotensi meningkatkan angka kematian ibu dan anak.

Kurangnya representasi perempuan dalam politik dan pembentukan kebijakan menyebabkan kebijakan yang dihasilkan cenderung tidak responsif terhadap kebutuhan dan hak-hak perempuan.

Secara keseluruhan, marginalisasi gender memperburuk kondisi sosial perempuan, memperkuat stereotipe negatif, serta meningkatkan kerentanannya terhadap berbagai bentuk kekerasan, yang akhirnya menghambat pencapaian pembangunan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Untuk mengatasi marginalisasi gender, diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif, yang mencakup peningkatan akses pendidikan bagi perempuan, penerapan kebijakan kesetaraan gender yang tegas di sektor pekerjaan, serta pemberdayaan ekonomi melalui pengembangan keterampilan dan pemberian akses finansial.

Selain itu, penting untuk meningkatkan akses perempuan terhadap layanan kesehatan yang memadai, khususnya dalam aspek kesehatan reproduksi, serta mendorong partisipasi aktif perempuan dalam proses politik dan pengambilan keputusan.

Pendidikan masyarakat mengenai pentingnya kesetaraan gender dan penguatan mekanisme perlindungan hukum terhadap kekerasan berbasis gender juga merupakan langkah krusial dalam membentuk perubahan sosial yang inklusif.

Melalui kebijakan yang adil, penguatan dukungan sosial, dan transformasi budaya yang menghargai kontribusi perempuan, marginalisasi gender dapat diminimalisir secara signifikan, mendukung terciptanya masyarakat yang lebih setara dan berkelanjutan.

– Beban Ganda

Merujuk pada situasi di mana perempuan harus menjalankan dua tanggung jawab besar, yaitu mengurus pekerjaan rumah tangga dan merawat anggota keluarga, sekaligus bekerja di luar rumah untuk mencukupi kebutuhan finansial.

Kondisi ini membuat banyak perempuan merasa kelelahan, karena mereka terpaksa membagi waktu dan energi antara tugas domestik dan pekerjaan profesional. Meskipun peran domestik tersebut memerlukan usaha yang besar, sering kali tidak diakui atau dihargai setara dengan pekerjaan di luar rumah.

Akibatnya, perempuan menghadapi stres fisik dan mental yang berat, serta terbatasnya peluang untuk maju dalam karier atau kehidupan pribadi mereka, karena pembagian tugas yang tidak seimbang di dalam keluarga maupun di masyarakat.

Beban ganda mengakibatkan perempuan mengalami kelelahan fisik dan mental akibat kewajiban mengurus rumah tangga dan bekerja di luar, yang sering kali tidak diakui dengan layak. Hal ini membatasi perkembangan karier dan kehidupan pribadi perempuan, serta memperparah ketidaksetaraan gender.

Untuk mengatasinya, perlu ada pembagian tugas yang lebih seimbang di keluarga, kebijakan kerja yang lebih fleksibel, dan peningkatan kesadaran tentang kesetaraan gender.

Selain itu, pemberdayaan ekonomi perempuan dan kebijakan pemerintah yang mendukung keseimbangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga juga sangat penting untuk mengurangi beban tersebut.

Baca Juga: Isu Gender dalam Media: Representasi dan Dampaknya

– Subordinasi

Gender merujuk pada penempatan perempuan dalam posisi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, politik, maupun ekonomi, yang sering kali dipengaruhi oleh norma dan nilai budaya yang mengutamakan dominasi laki-laki.

Kondisi ini mengakibatkan perempuan sering kali terpinggirkan dalam akses terhadap sumber daya, peluang pendidikan, pekerjaan, dan peran dalam pengambilan keputusan, serta mempersempit ruang gerak mereka dalam kehidupan publik.

Selain itu, subordinasi gender sering kali membatasi perempuan pada peran domestik yang dianggap kurang bernilai dalam struktur sosial, sehingga memperkuat ketidaksetaraan antara gender.

Untuk mengatasi subordinasi gender, perlu meningkatkan pendidikan dan kesadaran tentang kesetaraan, serta memastikan perempuan mendapatkan akses yang setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan. Pemberdayaan ekonomi perempuan melalui peluang kerja dan pelatihan keterampilan juga sangat penting.

Selain itu, perubahan norma sosial yang mendukung dominasi laki-laki harus dilakukan, bersama dengan peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan keputusan penting. Langkah-langkah ini akan membantu mengurangi subordinasi gender dan menciptakan masyarakat yang lebih setara.

– Violance

Adalah ketidakadilan gender dalam kekerasan merujuk pada tindakan kekerasan yang dialami oleh individu, terutama perempuan, yang didasarkan pada jenis kelamin atau identitas gender mereka.

Kekerasan ini dapat berupa kekerasan fisik, seksual, psikologis, atau ekonomi, dan sering terjadi dalam konteks hubungan pribadi maupun sosial. Ketidaksetaraan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan serta norma sosial yang merendahkan perempuan menjadi faktor utama yang memicu terjadinya kekerasan ini.

Selain itu, perempuan sebagai korban seringkali menghadapi hambatan dalam mengakses perlindungan hukum dan keadilan, yang pada gilirannya memperburuk ketidaksetaraan gender dan memperpanjang siklus kekerasan dalam masyarakat.

Contoh ketidakadilan gender dalam kekerasan mencakup kekerasan dalam rumah tangga, di mana perempuan sering kali menjadi korban kekerasan fisik atau psikologis dari pasangan mereka, namun kesulitan untuk melapor karena ketergantungan finansial atau takut akan stigma sosial.

Selain itu, banyak perempuan mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, seperti digoda atau diraba, tetapi mereka enggan melapor karena takut kehilangan pekerjaan atau dianggap tidak dipercaya.

Pemaksaan perkawinan juga merupakan bentuk ketidakadilan gender, di mana perempuan dipaksa menikah tanpa persetujuan mereka, yang berisiko menyebabkan kekerasan fisik atau emosional.

Semua contoh ini menunjukkan bagaimana ketidakadilan gender dalam kekerasan menghalangi hak-hak perempuan dan memperburuk ketidaksetaraan.

Untuk mengatasi ketidakadilan gender dalam kekerasan, penting untuk meningkatkan pendidikan mengenai kesetaraan gender, memperkuat perlindungan hukum bagi perempuan, dan mengadakan kampanye kesadaran publik.

Selain itu, perubahan norma sosial yang mendukung ketidaksetaraan serta pemberdayaan ekonomi perempuan dapat membantu mengurangi kerentanannya terhadap kekerasan dan mendorong terciptanya masyarakat yang lebih adil dan setara. 

Baca Juga: Kesetaraan Gender dalam Kehidupan Sehari-hari

Kesimpulan

Topik gender adalah isu yang tak akan pernah ada habisnya untuk dibicarakan. Seiring dengan kemajuan zaman yang mempengaruhi cara berpikir dan struktur sosial, gender akan terus berkembang.

Gender merujuk pada perbedaan antara pria dan wanita yang dibentuk oleh faktor sosial, seperti kondisi masyarakat, adat istiadat, dan budaya yang ada. Ini mencakup perbedaan dalam peran, fungsi, dan tanggung jawab yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan, yang dibentuk oleh konstruksi sosial dan bisa berubah seiring waktu.

Hal ini perlu dibedakan dari perbedaan jenis kelamin yang bersifat alami dan sudah ditetapkan sejak lahir. Pembahasan mengenai gender dalam artikel ini tentu belum lengkap, mengingat masih banyak isu gender yang belum dibahas secara mendalam.

Diharapkan pembaca dapat memperluas pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai gender. Beberapa topik penting lainnya, seperti pandangan Islam tentang gender dalam perspektif Al-Qur’an dan hadis, juga masih bisa dijadikan bahan pembahasan lebih lanjut

Penulis:

Abdillah Mahesa Wicaksana (202410040110098)
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses