Pemilihan umum merupakan elemen kunci dalam sistem demokrasi, termasuk di Indonesia. Pentingnya Pemilu dalam demokrasi sebagai mekanisme utama bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam proses politik dan memilih pemimpin mereka. Untuk memperkuat demokrasi Indonesia, penting untuk terus meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilu melalui pendidikan politik, sosialisasi, dan perbaikan sistem Pemilu.
Hak warga negara dalam pemilihan umum (Pemilu) merujuk pada hak-hak dasar yang dimiliki setiap warga negara yang memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam proses pemilihan pemimpin dan wakil rakyat. Ini merupakan bagian penting dari sistem demokrasi.
Hak utama warga negara dalam Pemilu yaitu, warga negara berhak memberikan suara untuk memilih kandidat, warga negara berhak mencalonkan diri sebagai kandidat, warga negara berhak terlibat dalam kampanye dan kegiatan politik lainnya, warga negara berhak memperoleh informasi yang akurat tentang kandidat dan proses Pemilu, dan pilihan warga negara dalam Pemilu bersifat rahasia.
Hak warga negara untuk memilih dan dipilih merupakan elemen penting bagi perkembangan demokrasi, eksistensi dan kedaulatan mereka dalam pemerintahan. Oleh karena itu, hak memilih merupakan haknya warga negara untuk memilih perwakilannya melalui mekanisme Pemilu yang demokratis dan untuk dipilih sebagai wakil lembaga perwakilan nasional.
Hak warga negara dalam memilih dan dipilih adalah dasar prinsip demokrasi suatu negara. Ini mencakup kebebasan warga negara untuk memilih pemimpin dan wakilnya, serta hak untuk mencalonkan diri sebagai calon pemimpin.
Prinsip ini menjadi dasar bagi sistem pemerintahan demokratis, di mana kekuasaan berasal dari rakyat. Namun, ketika politik dinasti mendominasi, hak warga negara dalam pemilihan umum dapat terancam. Kemungkinan pilihan yang tidak merata dan keterbatasan akses bagi calon dari luar lingkungan dinasti dapat merugikan prinsip dasar demokrasi.
Ketentuan Pasal 21 Angka 1 Universal Declaration of Human Rights mengatur bahwasanya siapapun berhak ikut serta secara langsung ataupun melalui wakil-wakilnya dalam pemerintahan negara yang dipilih dengan bebas.
Jika bisa dimaknai, berbagai ketentuan di atas mencerminkan prinsip hak asasi manusia yang fundamental, dan merujuk pada nilai-nilai demokrasi dan keadilan, dimana setiap individu diakui sebagai manusia dengan hak kesetaraan di depan hukum, tanpa memandang latar belakang atau karakteristik pribadi.
Memiliki hak untuk memperjuangkan kemajuan diri secara pribadi maupun kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara serta sebagai warga negara memiliki hak dipilih dan memilih dalam Pemilu, dilaksanakan dengan prinsip persamaan hak melalui pemungutan suara yang dilaksanakan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan undang- undang.
Kesadaran masyarakat menjadi salah satu factor yang sangat penting dalam menentukan tingkat partisipasi politik. Semakin tinggi kesadaran politik masyarakat, umumnya semakin tinggi pula tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan politik. Kesadaran politik berkaitan erat dengan pengetahuan masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara dalam sistem demokrasi.
Partisipasi politik dapat meliputi berbagai kegiatan, dengan pemilihan umum sebagai salah satu bentuk yang paling umum. Masyarakat yang sadar politik cenderung lebih aktif terlibat dalam proses-proses demokrasi, termasuk mengawasi jalannya pemerintahan. Meningkatkan kesadaran politik masyarakat seringkali menjadi tujuan dari program pendidikan kewarganegaraan dan sosialisasi politik.
Dengan begitu penulis tertarik untuk mengambil judul “hak warga negara dalam genggaman politik kesadaran menuju pilkada 2024” karena, dalam satu decade terakhir banyak sekali menemukan masyarakat yang enggan untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum dengan adanya fenomena tersebut ditengah-tengah masyarakat akan menggarbarkan sebuah kelompok masyarakat yang memiliki kesadaran yang sangat rendah, apabila seseorang memiliki kesadaran politik yang tinggi maka partisipasi politik yang ditunjukan terlihat sangat aktif dan angka partisipasi masyarakat tinggi. Begitupun sebaliknya, apabila kesadaran politik masyarakat rendah maka partisipasi politik menjadi pasif dan apatis.
Menurut Lukmantoro, politik identitas adalah politik yang berfokus pada kepentingan kelompok berdasarkan: ras, etnis, gender, agama dan karakterristik primodial lainnya. Politik identitas bertujuan untuk memodifikasi system politik yang ada, meperjuangkan nilai-nilai kelompok, serta dalam kasus ekstrem, membentuk pemerintahan/negara sendiri.
Politik identitas bisa menjadi pisau bermata dua – di satu sisi dapat memperjuangkan hak kelompok minoritas, namun di sisi lain dapat memecah belah masyarakat jika tidak dikelola dengan bijak. Dalam konteks Indonesia yang beragam, politik identitas perlu diwaspadai agar tidak mengganggu persatuan nasional dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
Banyak identitas hidup di lingkungan yang berbeda, yang memungkinkan konflik yang disebabkan oleh masalah perbedaan. Hal-hal seperti itu sering terjadi di sekitar kita, dan untuk menangani perkembangan politik identitas hubungan dengan bijak, kita harus berinteraksi dengan perbedaan antar kelompok dan golongan, seperti etnis, suku, agama, dan ras.
Ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan sikap toleransi. Menurut Perdana, perspektif toleransi adalah salah satu ide yang terkait dengan perkembangan politik identitas saat ini. Pandangan ini dapat diterapkan pada banyak hal, seperti toleransi sosial, toleransi budaya, dan toleransi politik, antara lain. Dalam negara-negara dengan populasi yang beragam atau negara majemuk, perspektif toleransi politik ini mungkin sesuai.
Dalam praktik politik identitas sebenarnya tidak sepenuhnya berdampak negatif jika dikelola secara baik, dengan mengedepankan moralitas politik. Namun, jika hal tersebut hilang yang terjadi berikutnya adalah permasalahan yang berakibat konflik SARA, fundamentalisme, radikalisme agama dan manuver politik yang penuh propaganda kebencian terhadap pihak lain yang kemudian terjadi polarisasi politik yang lebih tinggi.
Penggunaan media sosial dalam politik semakin menambah permasalahan dalam Pemilu maupun polarisasi politik. Gosip, hoax, rumor serta spekulasi yang beredar dari buzzer dengan cepat tersebar sedangkan minat literasi media social yang rendah membuat masyarakat gampang percaya tanpa memilah mana yang benar dan akurat serta yang tidak.
Ketika identitas tertentu menjadi dasar utama bagi partisipasi politik, hal ini dapat mengakibatkan ketidaksetaraan dalam akses terhadap kekuasaan politik dan sumber daya publik.
Politik identitas menempatkan ciri-ciri primordial suatu kelompok sebagai focus perjuangan politiknya. Hal ini dapat memarginalkan kelompok lain yang tidak memiliki identitas politik yang sama. Hal tersebut memicu berbagai kasus kekerasan, intoleransi, serta penguatan sentimen identitas berdasarkan etnis dan agama, yang kemudian digunakan oleh elit politik untuk memperoleh kekuasaan, terutama menjelang pemilihan umum.
Masyarakat juga menjadi tidak memiliki preferensi pasti dalam memilih, dan partai politik menggunakan praktek money politics untuk mendulang suara.
Dengan demikian, politik indentitas dapat memiliki implikasi kompleks terhadap demokrasi dan perlu di kelola dengan hati-hati, untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan dengan baik, penting untuk memperhatikan dampak dari praktik politik identitas dan berupaya untuk mempromosikan partisipasi politik yang inklusif dan representatif bagi semua warga negara. Selain itu, beberapa upaya juga bisa dilakukan.
Politik identitas telah menjadi fenomena yang semakin menonjol dalam lanskap politik Indonesia, khususnya menjelang Pemilu 2024. Praktik ini memiliki implikasi mendalam terhadap kualitas demokrasi dan kohesi sosial masyarakat Indonesia.
Politik identitas merupakan realitas yang tidak dapat dihindari dalam dinamika politik Indonesia. Namun, pengelolaannya perlu diarahkan untuk memperkuat, bukan melemahkan, fondasi demokrasi. Diperlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa praktik politik identitas tidak mengorbankan substansi demokrasi dan kesatuan bangsa.
Pemilu 2024 merupakan sebuah momentum krusial untuk merefleksikan bagaimana politik identitas dapat dikelola sedemikian rupa sehingga memperkuat, bukan melemahkan, esensi demokrasi. Dengan mengambil langkah-langkah strategis yang diarahkan pada memperkuat prinsip-prinsip demokrasi, diharapkan Indonesia dapat membangun fondasi yang lebih kuat untuk demokrasi yang inklusif dan berkelanjutan di masa depan.
Penulis: Syifa Azahra
Mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia, Universitas Islam Negri Siber Syekh Nurjati Cirebon
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News