Hukum Bermesraan dengan Istri yang sedang Haid

Suami& istri
Hukum Bermesraan dengan Istri Ketika Haid

Sering kita jumpai  banyak sekali pasangan suami istri yang ingin romantis tetapi tidak bisa dikarenakan istrinya pada masa menstruasi atau masa darah kotor. Lalu bagaimana hukumnya menurut 4 mazhab islam? mari simak penjelasan berikut:

Diperbolehkan tetapi para ulama mazhab memiliki perbedaan pendapat tentang batasan ketika mencium istri saat sedang haid.

Jika bermesraan pada bagian antara pusar hingga lutut, maka di sini ada empat pendapat di kalangan ulama mazhab, seperti yang dikutip dari Bincang Syariah.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: https://mahasiswaindonesia.id/menunda-mandi-wajib-setelah-haid-bagaimana-hukumnya/

Mazhab Syafi’i

Ketika istri sedang haid, suaminya boleh mencumbuinya di bagian mana saja yang ia inginkan. Namun, percumbuan itu harus di batasi dengan kain penghalang, sehingga tak ada sentuhan kulit secara langsung. Suami juga dibolehkan melihat bagian tubuh istri dari pusar hingga lutut, baik dengan maupun tanpa syahwat.

Mazhab Hanafi

Seorang suami dibolehkan untuk mencumbui anggota tubuh istrinya yang ada di antara pusar dan lutut. Syaratnya, percumbuan harus dilakukan dengan adanya penghalang, seperti kain atau sarung.

Namun, suami tidak boleh melihat bagian tubuh tersebut. Intinya, suami tidak melakukan sentuhan kulit secara langsung dan tidak boleh melihat.

Mazhab Maliki

Kalangan Maliki berbeda pendapat dengan mazhab Hanafi. Menurutnya, suami dilarang memegang dan mencumbui anggota tubuh istri yang ada di antara lutut dan pusarnya, walaupun dibatasi kain penghalang.

Baca Juga: https://mahasiswaindonesia.id/hukum-membaca-basmalah-pada-al-fatihah-dalam-shalat-menurut-4-imam-mazhab/

Namun, mereka membolehkan suami untuk melihat bagian-bagian tersebut meski dengan syahwat. Mazhab Maliki berpendapat bahwa suami hanya boleh melihat tanpa boleh mencumbuinya lebih jauh.

Mazhab Hambali

Berbeda dengan ketiga mazhab di atas, kalangan Hambali membolehkan suami mencumbui istrinya yang sedang haid di bagian mana pun yang ia inginkan. Syaratnya, tidak sampai terjadi jima’ yang sesungguhnya, yakni penetrasi.

Nabi juga membolehkan percumbuan yang dilakukan dengan isterinya itu, di anggota tubuh selain yang ada  antara pusar dan lutut isteri. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ummul Mukminin Aisyah RA:

وَعَنْ عَائِشَةَ رضيَ اللهُ عَنْهَا قَالَت: كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُنِي فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

“Dari Aisyah RA beliau berkata : Rasululullah SAW menyuruhku untuk memakai sarung, kemudian beliau mencumbuiku dalam keadaan haid.” (Muttafaq Alaih).

Itulah islam sangat indah bukan ketika suami menginginkan nafkah birahinya tetapi tidak merusak sistem reproduksi pada istrinya ketika mengeluarkan darah kotor perempuan.

Menurut Al-Mardawi (w. 885 H.), salah satu ulama dalam madzhab Hambali mengatakan dalam kitabnya Al-Inshaf fi Ma’rifati Ar-Rajih minal Khilaf, bahwa jika seorang suami tidak yakin bisa menahan syahwatnya, dan kuatir akan terjadi jima’ apabila mencumbui bagian tubuh isterinya yang ada di antara pusar dan lutut, maka haram baginya mencumbui isterinya di bagian itu. Sebab menghindari itu akan membuat dirinya lebih selamat dan tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.

Penulis:

Satria Alfadh
Mahasiswa Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI