Jadi Sahabat Hingga Akhirat

pernikahan hingga akhirat

Sahabat di sini maksudnya adalah sahabat dua insan yang berada dalam ikatan halal yaitu menikah. Apa sih mindset revolusi dari pernikahan? Nikah itu sulit, gampang, ribet, membelenggu, bahagia, dan sebagainya. Menikah adalah pilihan.

Mau menikah atau pacaran? Pacaran rugi waktu. Berapa jam kita bersama dia? Berapa jam kita sholat? Berapa jam kita untuk ibadah? Berapa jam kita luangkan waktu kita untuk keluarga dan orang tua? Pun tak hanya itu saja. Pacaran itu juga merugikan pikiran. Kapan kita mikirin umat? Kapan kita mikir masa depan? Kapan kita mikir prestasi?

Pacaran itu rugi uang. Berapa uang untuk membelikan hadiah untuk dia sang pujaan hati? Sudah berapa liter bensin kita habiskan untuk ngojek dengan dia sang pria atau wanita idaman? Pacaran itu merugikan fisik. Masihkah kita bisa menjaga bibir, pipi, leher, dan mahkota kita?

Bacaan Lainnya

Baca juga: Mendidik Anak adalah Investasi Akhirat

Banyak kerugian yang ditimbulkan akibat pacaran. Apa saja? Pacaran itu rugi harga diri. “Istrimu atau suamimu adalah mantan pacarku, aku pernah tidur dengan calon istrimu atau suamimu”.

Pacaran itu merugikan kepribadian. Berlagak apa yang disukainya, tapi watak aslinya? Memakai topeng biar kelihatan calm. Terlihat jujur di depan, tapi di belakang? Pacaran itu rugi waktu, rugi pikiran, rugi uang, rugi fisik, rugi harga diri, rugi kepribadian.

Pacaran tidak selamanya langgeng, pun juga tidak selamanya bahagia. Mungkin, kita melihat mereka yang saat ini pacaran seolah-olah menampakkan kebahagiaan dan kemesaraannya, tapi ketika sudah berumah tangga, siapakah yang bisa menjamin bahwa rumah tangga mereka akan baik-baik saja?

Siapakah yang bisa menjamin bahwa rumah tangga yang dulunya saja pacaran, dan ketika sudah menikah ia ulangi lagi kesalahannya?

Lalu, kalau tidak pacaran, apakah kita seperti kucing dalam karung, kita menikah tapi tidak kenal orangnya? Tidak seperti itu. Tanpa pacaran, kita masih bisa untuk mengenal orangnya.

Islam mengenal dengan konsep ta’aruf dan khitbah (menikah). Tapi sayangnya, banyak di antara orang yang menginginkan untuk menikah, tapi dilema dikarenakan berbagai alasan.

Baca juga: Kiat Sukses Dunia dan Akhirat Ala Sahabat Bertangan Mas

Ada yang mengatakan masih belum ada yang cocok, masih ingin menyelesaikan study, belum di ijinkan orangtua, pekerjaan belum mapan, dan sebagainya.

Siap nikah, tapi belum siap materi? Tenang sob, ada 2 pilihan. Pilihan pertama, kamu kudu bersikeras mencari kerja, asalkan halal dan cukup. Atau kedua, kamu langsung nikah, urusan materi dicari sambil berjalan. Allah berfirman: “…Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)

Pengen nikah, tapi belum siap ilmu? Bisa membaca, datang ke pengajian. Pelajari ilmu aqidah Islam. Karena apa? Karena ketika kita sudah punya ilmu, kita akan bisa menilai dan memilah, mana yang terbaik dan mana yang tidak, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh untuk kamu dan keluargamu kelak.

Ilmu dunia juga wajib dipelajari ya sob. Agar apa? Agar kamu benar-benar siap menghadapi tantangan hidup apa saja yang bakal menghadang hidup kamu. Ketika kita bermimpi tentang pernikahan yang romantis. Tapi, saat iman kita runtuh, rumah tangga akan cerai.

Baca juga: Pernikahan menjadi Solusi di Kala Kebimbangan Menerpa

Pengen nikah, tapi belum siap mental? Maklum, memang karakter remaja itu masih mencari jati diri, suka plin plan, terbawa angin. Tapi itu semua bisa dieliminasi. Dengan apa? Kalau kita punya idealisme tentang Islam. Siap nikah, tapi belum siap fisik?

Biasanya perempuan cenderung berfikir kalau setelah nikah pasti hamil. Solusinya, siapkan mulai sekarang, dengan mencari informasi bahwa orang hamil nantinya begini dan begitu, maka harus gini dan gitu.

Pernikahan adalah sebuah persahabatan lahir batin, dunia akhirat karena Allah. Jika kita mendamba pernikahan, maka dambalah pula persahabatan. Seorang sahabat bukan yang selalu membenarkan kita, tapi dia adalah yang selalu membuat kita jadi benar.

Referensi:

1. Jalimah Zulfah Latuconsina
Mahasiswa Ahwal Al Syakhshiyah, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.