Kebebasan Berbicara di Ruang Cyber dalam Perspektif Perlindungan Hak Asasi Manusia

Penerapan teknologi informasi, media dan komunikasi tidak hanya berdampak pada negara menjadi tanpa batas, tetapi telah mengubah perilaku masyarakat secara global. Sebagian besar orang menghadapi era dunia maya sebagai momen untuk menyampaikan kebebasan berbicara dan untuk mengaktualisasi diri. Namun beberapa orang mengkhawatirkan masalah ini justru sebagai ancaman terhadap harmoni dan martabat privasi seseorang. Beberapa tuntutan hukum sering terjadi di dunia maya, terutama yang berkaitan dengan transformasi informasi, aktivitas komunikasi, bahkan dalam pidato pendapat seseorang.

Indonesia telah membangun kebijakan sehubungan dengan tindakan teknologi informasi dengan memberlakukan Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Undang-Undang Transaksi Informasi Elektronik sejak 2 April 2008. Produk hukum terkait ruang maya dianggap oleh pemerintah sebagai tindakan yang sangat esensial untuk menjaga penguatan hukum untuk meningkatkan implementasi teknologi informasi, media, dan komunikasi untuk semua orang. Namun demikian, keberadaan undang-undang ini harus dipantau selama pelaksanaannya agar tidak bertentangan dengan ideologi negara dan hak asasi manusia.

Kebebasan berbicara juga diakui sebagai hak asasi manusia yang mendasar dan mendapat jaminan perlindungan dari Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948. Dalam Pasal 19 UDHR menyatakan bahwa “Setiap orang memiliki hak atas kebebasan berpikir dan berbicara (hak atas kebebasan) mengenai pendapat dan pidato, hak ini harus mencakup kebebasan untuk memiliki pendapat tanpa campur tangan dan kebebasan untuk mencari, menerima, dan memberikan informasi dan ide, melalui media apa pun tanpa batas negara.”

Bacaan Lainnya

Dari ketentuan ini dapat dilihat bahwa agar kebebasan berpendapat dapat dilaksanakan dengan baik maka harus diberikan jaminan kebebasan dan kekebalan, sehingga orang tersebut tidak takut akan pembalasan pihak manapun. Namun ada beberapa batasan pada kebebasan berbicara. Dalam setiap sistem hak asasi manusia internasional dan nasional, diakui bahwa kebebasan berbicara dapat dibatasi hanya untuk kriteria yang sangat terbatas, dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan harus sesuai dengan Kovenan Internasional dan Hak Politik (ICCPR).

Kebebasan berpendapat di dunia maya akan sangat berbeda, seperti yang dilakukan dengan media lain. Dalam Piagam PBB dijelaskan bahwa kebebasan berpendapat hanya dapat dibatasi oleh tindakan hukum setempat, semangat komunitas, dan ketertiban sosial. Tiga hal ini cukup mewakili dalam mengelola kebebasan berpendapat di suatu negara. Dapat dikatakan bahwa publik akan mengatur dan membatasi pengajuan opini publik. Demikian pula, norma-norma yang berlaku di masyarakat diharapkan menjadi kendala bagi mereka yang melangkah terlalu jauh ketika ditemukan di dunia maya. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, hak untuk pendidikan dan untuk mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan untuk kesejahteraan umat manusia.

Selanjutnya, Pasal 28F UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang memiliki hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan lingkungan pribadi dan sosial, dan hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, memproses, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan semua saluran yang tersedia.

Dunia cyber memiliki peran utama dalam memperjuangkan hak asasi manusia, terutama hak-hak pendapat yang diimplementasikan melalui ucapan melalui dunia maya. Dunia maya adalah sarana untuk berkomunikasi tanpa batas, oleh karena itu ia memberikan rasa keadilan dan perlindungan dalam kebebasan berpendapat hanya jika hak pengguna atau layanan pengguna diatur untuk mengimplementasikan hak mereka tanpa rasa takut. Namun, implikasinya akan berbeda jika diterapkan di media apa pun; itu tergantung pada sifat mediumnya. Tentu saja ini tidak membuat alasan untuk menahan kebebasan berbicara di masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kebebasan berbicara di dunia adalah bagian dari hak dasar manusia. Namun implementasi kebebasan ini harus memperhatikan hak asasi manusia lainnya agar tidak merugikan orang lain. Pembatasan terhadap kebebasan berbicara di dunia maya diperlukan untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pembatasan diperlukan untuk menghormati hak-hak lain dan kebebasan orang lain, pembatasan dibuat untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan pertimbangan moralitas, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum, serta diperlukan di negara yang demokratis.

Irwan Hidayat
Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia (IMIKI) Bandung Raya

Baca juga:
Warga Tambakrejo Peringati Hari HAM Internasional dengan Menggelar Pazzar Tiban
Filsafat Manusia: Meninjau Hakikat Tujuan Hidup Manusia dalam Perspektif Islam
Ketika Teknologi Mengambil Alih Sisi Manusia Generasi Muda Indonesia “Zaman Now”

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI