Kebebasan Perempuan Timur Tengah di Antara Permasalahan Besar dari Mata Dunia

Kebebasan Perempuan Timur Tengah
Kebebasan Perempuan Timur Tengah (Sumber: www.al-monitor.com)

Ketika mendengar kata Timur Tengah, biasanya yang terpikirkan adalah seberapa berkonfliknya kawasan tersebut.

Mulai dari permasalahan akar rumput seperti hak dan kesetaraan wanita, hingga yang sifatnya sangat menyeluruh seperti konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina.

Namun, untuk kali ini, saya tidak akan membahas mengenai isu umum dan besar, tetapi akan lebih menjelaskan bagaimana isu kesetaraan wanita di Timur Tengah masih menjadi sebuah pertanyaan serta tanda tanya besar bagi kebanyakan masyarakat diluar sana.

Bacaan Lainnya

Saya memiliki beberapa teman yang memang tidak memahami kondisi Timur Tengah yang berbeda-beda, walaupun saya masih mempelajari banyak hal mengenai kawasan ini, namun setidaknya saya paham betul bahwa kawasan Timur Tengah adalah kawasan yang cenderung heterogen.

Satu daerah tidak bisa disamakan dengan daerah lainnya, begitu pula pandangan teman sejawat saya hingga sekarang.

Dalam menyikapi perbedaan ini, kita tidak bisa serta merta memandang Timur Tengah sebagai satu kawasan yang homogen.

Dengan berbagai bentuk pemerintahan dan permasalahannya masing-masing, Timur Tengah adalah salah satu kawasan yang kompleks dan menarik untuk dijadikan fokus dunia saat ini.

Pertama, dalam memahami konteks gender dan peran wanita di Timur Tengah, kita tidak bisa melihat dan memandang isu ini sebelah mata.

Valentine Moghadam misalnya, penulis buku Modernizing Women: Gender & Social Change in Middle East, juga mengakui bahwa kasus kesetaraan (equity) antara laki-laki dan perempuan adalah kasus yang menarik untuk dibahas di Timur Tengah karena segi kompleksitasnya.

Moghadam bahkan menyusun faktor-faktor terpenting yang mendasari mengapa wanita seringkali tampak jauh dibawah laki-laki. Menariknya, institusi yang terdekat di masyarakat disebutkan sebagai struktur budaya dan ideologi.

Ini hanya mengartikan bahwa ideologi serta budaya perempuan Timur Tengah dibentuk karena trauma generasional, dimana orangtua seorang perempuan mengajarkan apa artinya menjadi seorang perempuan atas dasar kepercayaan masyarakat sebelumnya.

Bukti ini adalah salah satu bukti yang paling menarik, karena tingkat kompleksitas dalam menghapuskan pemikiran ini membutuhkan rasa kepedulian yang cukup tinggi.

Satu generasi dalam satu keluarga harus berani untuk mendobrak hal tersebut agar bisa mengubah cara berpikir generasi setelahnya.

Relasi kuasa pun akan sangat bermain disini, terlebih dengan maraknya permasalahan di Timur Tengah yang makin menjadi-menjadi pasca isu Israel-Palestina kembali ke isu utama setiap media massa.

Hal yang menarik adalah ketika ada sebuah video yang beredar di jagat maya, mengenai sebuah gedung yang di bom oleh pihak-pihak yang berkonflik, lalu ada seorang wanita yang keluar dari reruntuhan gedung tersebut.

Ketika bantuan datang, para laki-laki yang membantu berusaha untuk menutupi rambut sang wanita. Menariknya, komentar unggahan tersebut banyak yang lebih berfokus pada tindakan menutupi rambut sang wanita daripada kondisi mengenaskan pada daerah Timur Tengah tersebut.

Ini adalah sebuah diskursus jagat maya yang menarik, sebab, lebih banyak komentar mengenai tindakan tersebut dalam hawa yang tidak baik atau negatif.

Saya ingat perasaan saya waktu membaca salah satu komentar yang mengkritik laki-laki tersebut ketika ia menggunakan pakaiannya untuk menutupi rambut wanita tersebut, mereka yang berkomentar menyatakan bahwa hijab adalah restriction atau penghambat.

Padahal, maksud dari laki-laki itu baik, sebab sang wanita tampak mencari-cari hijab miliknya di antara reruntuhan, tidak mau keluar tanpa hijab tersebut.

Inilah yang menjadi permasalahan besar, dimana media sosial membiarkan penggunanya untuk berkomentar atas perasaan dan pengetahuan yang bisa dianggap minim. Hal seperti ini juga yang menggiring masyarakat agar konflik di Timur Tengah makin menjadi-jadi.

Berbagai diskursus serta pembicaraan mengenai peran perempuan di kawasan ini sekarang makin bergeser, karena banyak masyarakat dari Barat lebih tepatnya yang membaca juga mencari tahu.

Terakhir, kita juga harus melihat sistem eksternal seperti apa yang hadir di antara perempuan Timur Tengah tersebut dan bagaimana struktur kenegaraannya mengontrol cara mereka berpikir.

Ada istilah yang seringkali dinyatakan oleh para aktivis perempuan, bahwa laki-laki yang menduduki kursi pemerintahanlah yang mengontrol tubuh dan perilaku perempuan.

Ironisnya, kasus dan isu berdasarkan fakta tersebut tidak hanya terjadi di dunia Barat saja, tetapi di Timur Tengah pun demikian.

Faktor ekonomi yang dianggap deprived juga menjadi salah satu permasalahan mengapa perempuan seringkali dianggap tidak sejajar dengan laki-laki di Timur Tengah.

Perempuan disana, diberikan kebebasan pada beberapa negara untuk sebebas-bebasnya jika ingin menjadi anggota parlemen, namun mereka tidak mengajukan dirinya karena membutuhkan dukungan ekonomi serta moral.

Berbeda dengan negara Indonesia sendiri yang dibuatkan persentase berapa banyak perempuan yang boleh menduduki kursi-kursi pemerintahan.

Perempuan serta anak-anak di Timur Tengah seringkali dianggap sebagai makhluk yang kelewat lemah dan tidak mampu untuk berdiri tanpa laki-laki yang katanya lebih kuat.

Padahal tidak selamanya seperti itu, perempuan Timur Tengah tidak diberikan hak yang sama dengan laki-laki dalam bermain pada ranah politik atau diluar dari itu.

Mereka dianggap sebagai seseorang yang hanya bisa menjadi ibu rumah tangga saja berdasarkan ciri biologis dan fisiologinya, padahal pada masa sekarang, hal itu tidak sepenuhnya benar.

Isu-isu ini seringkali digunakan oleh kelompok aktivis dan organisasi-organisasi untuk melakukan penggulingan atas suatu pemerintahan, dan menurut saya, hal tersebut adalah pengaruh yang buruk.

Pergerakan wanita di Timur Tengah adalah suatu dobrakan yang seharusnya dilakukan demi kebaikan bersama, namun jangan sampai dipergunakan untuk hal lain yang malah menggeserkan fokus serta tujuan utama dari pergerakan ini.

Sebagai masyarakat global, sudah paling benar tugas kita adalah menyuarakan hak mereka dengan berbagai cara, membaca lebih lanjut mengenai kondisi disana, mengubah cara pandang orang-orang disekitar kita, serta jangan biarkan pembicaraan mengenai Timur Tengah dalam bentuk atau jenis apapun pudar dari kalangan masyarakat. Biarkan pembicaraan mengenai konflik dan isu di Timur Tengah tetap hidup.

Penulis: Aziizah Ika Meichella
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Padjadjaran

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.