Ketidakadilan Gender dalam Politik: Hambatan bagi Partisipasi Perempuan

Ketidakadilan Gender
Ilustrasi Suara Perempuan (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Ketidaksetaraan gender mengacu pada perlakuan tidak setara atau diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan jenis kelamin atau gender. Ketimpangan ini dapat terjadi di banyak bidang kehidupan, termasuk pendidikan, pekerjaan, politik, keluarga, dan hak-hak sosial.

Secara umum, ketidakadilan gender seringkali menimpa perempuan dan kelompok minoritas seksual, namun laki-laki juga bisa menjadi korban dalam beberapa situasi.

Beberapa bentuk diskriminasi yang sering terjadi terkait dengan ketidaksetaraan gender:

1. Diskriminasi di Tempat Kerja:

Misalnya, perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan pada pekerjaan serupa, seperti kurangnya kesempatan bagi perempuan untuk menduduki posisi tinggi dalam organisasi; dan perusahaan.

Bacaan Lainnya

2. Ketimpangan dalam Kesempatan Pendidikan:

Di banyak tempat, perempuan dan anak perempuan seringkali mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk mendapatkan pendidikan dibandingkan  laki-laki, atau mempunyai standar yang lebih tinggi.

3. Kurangnya Keterwakilan dalam Bidang Politik:

Meskipun perempuan merupakan separuh dari jumlah penduduk, mereka sering kali kurang terwakili dalam posisi politik dan pengambilan keputusan, termasuk di parlemen, pemerintahan, dan organisasi internasional.

4. Stereotip Gender:

Masyarakat seringkali menilai seseorang berdasarkan stereotip gender. Misalnya, asumsi bahwa perempuan harus fokus pada pekerjaan rumah tangga dan mengurus keluarga, sementara laki-laki dipandang lebih mampu melakukan hal-hal di luar rumah dan bekerja. Mengurus pekerjaan profesional.

Ketidaksetaraan gender dalam politik mengacu pada ketidakseimbangan dan diskriminasi yang dialami  individu  dalam sistem politik dan pengambilan keputusan berdasarkan gender mereka. Meskipun perempuan merupakan bagian besar dari populasi dunia, mereka seringkali terpinggirkan dan kurang terwakili dalam struktur politik dan pemerintahan, baik  lokal, nasional, atau internasional.

Bentuk-bentuk ketidaksetaraan gender dalam politik meliputi:

1. Kurangnya Keterwakilan Perempuan di Parlemen dan Posisi Politik

Meskipun perempuan setara dengan laki-laki dalam hal jumlah pemilih dan kontribusi sosial. Namun, mereka tetap terpinggirkan dari sudut pandang politik. ekspresi.

Di banyak negara, jumlah perempuan jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki di parlemen atau di posisi politik tinggi. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam pengambilan kebijakan yang mencerminkan kebutuhan dan kepentingan seluruh anggota masyarakat.

2. Hambatan Struktural terhadap Akses terhadap Jabatan Politik

Banyak perempuan menghadapi hambatan struktural yang menghalangi mereka untuk terlibat dalam politik, seperti: Terbatasnya akses terhadap pendidikan politik, kurangnya dukungan dari partai politik, dan norma budaya bahwa perempuan tidak layak untuk menduduki posisi kekuasaan.

Selain itu, perempuan seringkali menghadapi tantangan unik dalam hal pendanaan kampanye politik, sedangkan kandidat laki-laki biasanya memiliki akses yang  lebih baik terhadap pendanaan.

Ketidaksetaraan gender dalam politik mengacu pada berbagai hambatan yang dihadapi perempuan ketika mereka ingin berpartisipasi secara penuh dan setara dalam proses politik dan pengambilan keputusan. Meskipun perempuan merupakan mayoritas penduduk di banyak negara, mereka seringkali terpinggirkan dalam arena politik, termasuk pemilu, jabatan di pemerintahan, dan mempengaruhi keputusan kebijakan. Hambatan tersebut berasal dari berbagai faktor struktural, sosial, dan budaya yang secara langsung maupun tidak langsung menghalangi perempuan untuk aktif berpolitik.

1. Norma Sosial dan Peran Gender Tradisional

Di banyak budaya, norma sosial yang ketat dan peran gender tradisional berarti bahwa politik adalah ranah laki-laki dan perempuan diharapkan fokus pada urusan rumah tangga dan keluarga. Hal ini sering terjadi. Konsep ini membatasi sejauh mana perempuan berpartisipasi dalam kehidupan publik, termasuk politik.

Stereotipe meyakini bahwa perempuan tidak memiliki keterampilan atau kemampuan untuk mengambil peran kepemimpinan atau mengambil keputusan penting, dan hal ini mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap kemampuan politik perempuan.

2. Kurangnya Akses terhadap Pendidikan dan Pelatihan Politik

Pendidikan kewarganegaraan merupakan elemen penting dalam mempersiapkan individu untuk berpartisipasi dalam dunia politik. Namun, banyak perempuan tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan politik dan kepemimpinan.

Di beberapa negara, perempuan masih menghadapi hambatan dalam mengakses pendidikan tinggi dan pelatihan yang sesuai untuk keterlibatan politik. Tanpa pelatihan ini, perempuan seringkali kurang percaya diri dan tidak siap memasuki dunia politik.

3. Kekerasan dan Pelecehan berbasis Gender dalam Politik

Perempuan dalam dunia politik seringkali menjadi korban kekerasan berbasis gender, termasuk intimidasi, pelecehan seksual, intimidasi, dan kekerasan fisik. Kekerasan ini digunakan untuk mengintimidasi perempuan dan mengucilkan mereka dari arena politik, baik di ruang publik maupun digital.

Dalam beberapa kasus, politisi perempuan bahkan harus mengambil risiko besar demi keselamatan dirinya sendiri hanya karena berpartisipasi dalam politik. Ketidaksetaraan gender dalam hal ini menghalangi perempuan untuk melanjutkan atau mengembangkan karir politiknya.

4. Bias dan Diskriminasi dalam Partai Politik

Banyak partai politik, terutama partai besar, masih dipimpin oleh laki-laki, dan perempuan seringkali berperan dalam pembuatan kebijakan atau memegang posisi penting dalam organisasi partai tidak memberikan ruang yang cukup.

Karena tradisi dan preferensi terhadap laki-laki dalam posisi kepemimpinan, partai politik seringkali lebih memilih calon laki-laki, meskipun perempuan memiliki keterampilan yang sama. Diskriminasi ini menghalangi perempuan  untuk mengejar karir politik.

Baca juga: Rendahnya Partisipasi Perempuan Indonesia Akibat Diskriminasi dalam Kesetaraan Gender

 

Upaya Mengatasi Hambatan Partisipasi Perempuan dalam Politik

Untuk mengatasi hambatan-hambatan ini, sejumlah langkah dapat diambil, antara lain:

1. Implementasi Kuota Gender:

Banyak negara telah mengadopsi kebijakan kuota untuk memastikan representasi perempuan yang lebih besar dalam parlemen dan jabatan politik lainnya. Kebijakan ini dapat membantu menciptakan ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi lebih banyak dalam pembuatan kebijakan.

2. Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Politik:

Program pelatihan yang dirancang khusus untuk perempuan, termasuk pendidikan politik dan kepemimpinan, dapat membantu memperlengkapi mereka dengan keterampilan yang diperlukan untuk terlibat dalam dunia politik. Ini akan meningkatkan rasa percaya diri mereka dan memberikan peluang untuk menjadi pemimpin yang lebih efektif.

3. Perlindungan terhadap Kekerasan Berbasis Gender:

Perempuan politisi perlu mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan pelecehan berbasis gender. Kebijakan yang mendukung perlindungan fisik dan psikologis bagi perempuan yang terlibat dalam politik, serta hukum yang jelas terhadap kekerasan berbasis gender, sangat diperlukan.

4. Peningkatan Kesadaran Sosial:

Mengubah pandangan sosial yang membatasi peran perempuan dalam politik melalui kampanye kesadaran masyarakat dapat membantu mengurangi stigma dan bias terhadap perempuan di politik. Pendidikan publik yang menekankan pentingnya kesetaraan gender dalam kepemimpinan juga sangat penting.

Ketidakadilan gender dalam politik merupakan tantangan besar yang menghalangi perempuan untuk berpartisipasi secara penuh dalam proses politik dan pengambilan keputusan.

Hambatan-hambatan seperti norma sosial yang membatasi peran perempuan, kurangnya akses terhadap pendidikan politik, keterbatasan sumber daya untuk kampanye, kekerasan berbasis gender, serta dominasi laki-laki dalam struktur partai politik, memperburuk ketidaksetaraan ini.

Untuk mengatasi ketidakadilan ini, dibutuhkan upaya sistematis melalui kebijakan kuota gender, peningkatan pendidikan dan pelatihan politik untuk perempuan, perlindungan dari kekerasan berbasis gender, serta peningkatan akses terhadap sumber daya kampanye.

Dengan menghapus hambatan-hambatan ini, perempuan dapat memiliki kesempatan yang setara dalam politik, menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif dan representatif, serta memperkuat fondasi demokrasi yang lebih adil.

 

Penulis: Almer Rakha Widyadhana
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang 

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses