Perkembangan Korean Wave (Gelombang Korea) dalam dua dekade terakhir telah mengubah lanskap industri hiburan global. Dari musik K-pop hingga drama dan film Korea, pengaruhnya tidak hanya dirasakan di Asia tetapi juga di Barat.
Namun, di tengah popularitasnya yang masif, muncul pertanyaan kritis: Apakah film local Indonesia bias bersaing dengan film Korea?
Dalam penelitiannya Prasetyo (2023) menemukan bahwa di platform streaming Netflix, film Korea mendominasi 60% tayangan populer di Asia Tenggara, sementara film Indonesia hanya menempati 15%. Tentunya dari data di atas menandakan filem local Indonesia tertingal.
Sala satu Filem korea yang populer yaitu  The Handmaiden (2016) yang perna di liput media luar negeri seperti media The New York Times yang memberikan liputan yang sanggat positif dan antusias dalam mengulas filem The Handmaiden (2016) terutama oleh keritikus seperti A.O Scott.
Di mana dalam liputan tersebut mengandung pijian kemewahan visualnya dan estetka, struktur naratif yang kompleks dan alur cerit yang susa di tebak, dan performa akting bara actor, serta adaptrasi nofel dan konteks budayanya yang unik dan serta pujian untuk Park Chan-wook.
Film-film Korea didukung oleh industri yang matang dengan pendanaan yang besar. Film korea berinvestasi dalam penulisan naskah, sinematografi, dan efek visual agar bisa bersaing.
Korea memanfaatkan platform streaming untuk menjangkau penonton muda dengan konten yang segar dan relevan dan Insentif fiskal atau program pelatihan bisa membantu produser lokal meningkatkan kapasitas produksi.
Indonesia dapat mengejar ketertingalan dalam dunia perfilman, karena Sejarah menunjukkan bahwa gelombang budaya asing (seperti Hollywood di era 90-an) justru bisa memicu kemajuan industri lokal jika direspons dengan tepat. Kuncinya adalah adaptasi, inovasi, dan kolaborasi.
Hallyu merupakan fenomena yang dinamis asal kita mau belajar darinya. Indonesia bias memanfaatkan Korean wave sebagai panutan untuk berkembang.
Indonesia mempunya peluang atau kesempatan yang cukup basar untuk menaikan popularitas film-flem lokalnya, dimana seperti yang kita ketahui Indonesia kaya akan keberagamaan suku dan budayanya yang bias menjadi salah unsur unik yang dapat menambah keistimewaan film-filmnya contonya salah satu filem Indonesia yang baru-baru ini popular yaitu film KKN di Desa Penari yang sukses di Indonesia dan juga diliris di bioskop Malaysia dan Brunei serta di platform streming Internasonal.
Baca Juga:Â Perkembangan Korean Wave Hampir Tak Terbendung: Budaya Lokal Ditinggalkan?
Ini menunjukan Indonesia memiliki peluang yang dapat di kembagkan. Namun unsur budaya yang unik sajah tidak cukup untuk menaikan reting perflman di Indonesia. filem local dapat belajar dari korea dalam strategi produksi dan pemasaran Korea.
Untuk pembuatan film yang dapat menaikan reting popular sertah dapat di kenal di mata global,Tentu Indonesia harus berupaya menciptakan flem yang bagus dan memiliki nilai-nilai budaya di dalam nya yang menjadi keunikan tersendiri.
Untuk itu diperlukan peningkatan kualitas konten di Indonesia harus berinvestasi dalam penulisan naska senematografi, dan efek visual agar dapat bersaing. Adapun di perlukan strategi digital yang kuat yaitu dengan memanfaatkan.
Baca Juga:Â Hallyu Mengguncang Dunia: Bagaimana Korea Selatan Memanfaatkan Budaya Pop untuk Mendominasi Pasar Global
Untuk menjangkau menonton dengan mudah dan relevan. Dalam menciptakan film di perlukan juga dukungan Pemerintah seperti Insentif atau program pelatihan bagi produser agar dapat menciptakan filem-filem yang dapat di gemari di masyarakat dalam negeri dan luar negeri.
Dengan adanya peningkatan kualitas filem dan strategi yang bagus serta dukungan Pemerinta, dan budaya di dalamnya maka tidak di pungkiri filem Indonesia berkemungkinan menaikan reting nya di perfileman Asia.
Penulis: Jeqlince Merchy Wanena
Mahasiswa Hubungan Internasonal Universitas Cendrawasih
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar pustaka
Adriandhy Ryan 2023 ( 9, Januari )CNN Indonesia KKN di Desa Penari Jadi Film Indonesia Pertama Tembus 10 Juta Penonton. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20230109070655-220-897722/kkn-di-desa-penari-jadi-film-indonesia-pertama-tembus-10-juta-penonton.
Lee, J. (2019). Hallyu 2.0: The Korean Wave in the Age of Social Media. University of Michigan Press.
Prasetyo, B. (2023). “Persaingan Film Korea dan Indonesia di Pasar Streaming”. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora, 12(3), 112-125.
By Manohla Dargis 2016 (20, oktober )The New York Times Review: ‘The Handmaiden’ Explores Confinement in Rich, Erotic Textures .https://www.nytimes.com/2016/10/21/movies/the-handmaiden-review.html
Ikuti berita terbaru di Google News