Mempertanyakan Keadilan: Menerapkan Teori ‘Just War’ dalam Dinamika Konflik Israel-Palestina

Palestina
Warga Palestina memadati jalan di Rafah, bagian selatan Jalur Gaza, tempat sebagian besar dari mereka mengungsi ketika pasukan Israel kembali memperkuat serangannya (Foto: Mahmud Hams/AFP).

Konflik Israel-Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade, dengan eskalasi kekerasan terbaru yang dimulai pada bulan Oktober 2023. Konflik tersebut telah mengakibatkan banyak korban jiwa, rusaknya infrastruktur, dan pengungsian warga sipil.

Pada tanggal 8 Desember, Amerika Serikat memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza (Stepansky & Najjar, 2023). Langkah ini telah banyak dikritik oleh banyak negara dan organisasi kemanusiaan karena memperpanjang penderitaan warga sipil di zona konflik.

Ironisnya, bahkan UNRWA (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East) atau badan PBB yang bertanggung jawab untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi Palestina tidak dapat beroperasi dengan optimal akibat serangan Israel yang berkepanjangan ini (Donmez, 2023).

Bacaan Lainnya
DONASI

Pembenaran AS atas veto tersebut adalah karena mereka yakin bahwa gencatan senjata hanya akan menguntungkan Hamas, kelompok militan yang menguasai Gaza, dan bahwa AS mendukung jeda dalam pertempuran untuk melindungi warga sipil dan memungkinkan pembebasan sandera (Nichols, 2023).

Namun argumen ini mengabaikan fakta bahwa warga sipil sangat menderita akibat kekerasan yang terus terjadi, dan bahwa gencatan senjata akan memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan dan memungkinkan bantuan kemanusiaan menjangkau warga Palestina yang sangat membutuhkannya.

Demikian veto AS terhadap draf resolusi gencatan senjata di Dewan Keamanan PBB mengirimkan pesan bahwa mereka bersedia untuk memprioritaskan kepentingan politik di atas kehidupan dan kesejahteraan warga sipil yang tidak bersalah.

Teori Just War merupakan gagasan Barat yang menyatakan bahwa penggunaan kekuatan bersenjata (jus ad bellum) dibenarkan dalam kondisi tertentu, dan penggunaan kekuatan tersebut (jus in bello) harus dibatasi dengan cara-cara tertentu (Gvosdev & Serafin, 2023).

Adapun teori ini mempunyai unsur baik keagamaan maupun sekuler serta berakar pada budaya Romawi Klasik dan Ibrani (Johnson, 2017). Penerapan Just War berkaitan dengan pembenaran mengenai bagaimana dan mengapa perang terjadi. Di samping itu, teori ini telah diterapkan dalam berbagai konteks sejarah, seperti konvensi Jenewa dan Den Haag.

Teori ini mempunyai tiga aspek utama: Jus ad bellum, Jus in bello, dan Jus post bellum. Dengan menerapkan ketiga aspek tersebut pada konflik Israel-Palestina, jelas bahwa situasi saat ini tidak memenuhi kriteria Just War.

Pertama, Jus ad bellum mensyaratkan bahwa suatu perang harus memenuhi beberapa syarat, seperti dinyatakan secara terbuka oleh penguasa yang berdaulat, mempunyai alasan yang adil, mempunyai niat yang adil, dan bertujuan untuk terciptanya perdamaian yang adil (Gvosdev & Serafin, 2023).

Konflik yang terjadi saat ini tidak memenuhi persyaratan tersebut karena konflik ini ditandai dengan kurangnya transparansi, banyaknya aktor yang mempunyai kepentingan yang saling bersaing, serta kurangnya jalan yang jelas menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan.

Ditambah lagi, status Palestina sebagai negara yang berdaulat juga masih dipertanyakan akibat konflik berkepanjangannya dengan Israel telah mengakibatkan terciptanya kondisi pemerintahan dan politik internal yang tidak stabil di negara tersebut. Meskipun begitu, hingga tanggal 2 Juni 2023 tercatat bahwa terdapat 139 dari 193 negara anggota PBB yang sudah memberikan pengakuan terhadap berdirinya negara Palestina, termasuk di antaranya adalah Indonesia (WPR, 2023).

Kedua, Jus in bello berfokus pada pembatasan penggunaan kekuatan dan membedakan antara kombatan dan nonkombatan, serta melindungi warga sipil dan populasi rentan lainnya (Gvosdev & Serafin, 2023).

Konflik yang terjadi saat ini telah mengakibatkan hilangnya banyak nyawa warga sipil, hancurnya infrastruktur, dan pengungsian warga sipil. Tercatat bahwa hingga tanggal 9 Desember 2023, setidaknya terdapat lebih dari 17.487 warga sipil Palestina yang meninggal dunia akibat serangan dari Israel dan sekitar 1.200 warga sipil Israel akibat serangan Hamas sejak konflik ini terjadi pada tanggal 7 Oktober 2023 (Sawafta & Fick, 2023).

Pertanggungjawaban ini khususnya mengarah kepada Israel yang telah melakukan kejahatan perang dan menggunakan kekuatan yang tidak proporsional dalam melawan Hamas dengan membunuh warga Palestina secara keji seperti halnya genosida.

Terakhir, Jus post bellum berkaitan dengan tanggung jawab dan akuntabilitas pihak-pihak yang bertikai setelah perang. Hal ini mencakup pertimbangan-pertimbangan seperti peluang keberhasilan yang masuk akal, penggunaan kekuatan sebagai upaya terakhir, dan manfaat yang diharapkan dari perang melebihi pengorbanan atau biaya yang dikeluarkan (Gvosdev & Serafin, 2023).

Konflik yang terjadi saat ini belum menunjukkan jalan yang jelas menuju perdamaian yang adil dan abadi, dan kekerasan yang terus berlanjut hanya akan melanggengkan siklus kekerasan dan penderitaan. Adapun upaya-upaya yang telah dilakukan komunitas internasional, khususnya PBB, dirasa tidak cukup dalam menjamin keadilan dan kemerdekaan yang berhak dimiliki oleh Palestina.

Hal ini dapat secara jelas dilihat dengan adanya veto dari AS yang menolak keputusan gencatan senjata demi menjamin bantuan kemanusiaan di zona konflik di Dewan Keamanan PBB, dan tidak adanya proyeksi upaya komunitas internasional yang jelas dalam menjamin perdamaian antara Palestina dan Israel kedepannya hingga saat ini.

Demikian dapat disimpulkan bahwa konflik Israel-Palestina yang sedang berlangsung merupakan permasalahan kompleks yang memerlukan solusi yang adil dan langgeng. Veto AS baru-baru ini terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan merupakan kemunduran dalam upaya mengakhiri kekerasan dan memberikan bantuan kepada warga sipil.

Penerapan analisis Just War terhadap konflik tersebut menunjukkan bahwa situasi saat ini tidak memenuhi kriteria perang yang adil dan bahwa penyelesaian damai diperlukan untuk mengakhiri penderitaan warga sipil yang tidak bersalah.

Sudah waktunya bagi semua pihak yang terlibat, khususnya komunitas internasional yang lebih luas, untuk memprioritaskan kehidupan dan kesejahteraan warga sipil di atas kepentingan politik dan berupaya menuju perdamaian yang adil dan berkelanjutan bagi Palestina.

Penulis: Fariz Tsabit Taufiq
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Referensi

Donmez, B. B. (2023). UNRWA ‘barely’ operating in Gaza, urges ‘immediate action’ by UN General Assembly. Anadolu Ajansı. https://www.aa.com.tr/en/middle-east/unrwa-barely-operating-in-gaza-urges-immediate-action-by-un-general-assembly/3077609

Gvosdev, N. K., & Serafin, T. (2023). Just war. Carnegie Council for Ethics in International Affairs. https://www.carnegiecouncil.org/explore-engage/key-terms/just-war

Nichols, M. (2023). US blocks UN Security Council demand for humanitarian ceasefire in Gaza. Reuters. https://www.reuters.com/world/middle-east/un-vote-delayed-demand-gaza-humanitarian-ceasefire-2023-12-08/

Sawafta, A., & Fick, M. (2023). How many Palestinians have died in Gaza? Death toll explained. Reuters. https://www.reuters.com/world/middle-east/how-many-palestinians-have-died-gaza-war-how-will-counting-continue-2023-12-06/

Stepansky, J., & Najjar, F. (2023). Israel-Hamas war updates: US vetoes UN resolution urging Gaza ceasefire. Al Jazeera. https://www.aljazeera.com/news/liveblog/2023/12/8/israel-hamas-war-live-palestinians-demand-end-to-israels-gaza-onslaught

World Population Review. (2023). Countries that Recognize Palestine 2023. World Population Review. https://worldpopulationreview.com/country-rankings/countries-that-recognize-palestine

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI