Menembus Pasar Ekspor dengan Kakao Tropis Berbasis Blockchain

Menembus Pasar Ekspor dengan Kakao Tropis Berbasis Blockchain
Foto Petani Memetik Kakao (Sumber: pexels.com)

Kakao memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan merupakan salah satu komoditas unggulan ekspor Indonesia.

Kakao tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani di daerah tropis, tetapi juga menjadi komponen utama dalam industri pengolahan makanan dan minuman, khususnya industri cokelat.

Permintaan kakao terus menunjukkan tren yang stabil bahkan meningkat, baik di pasar domestik maupun internasional, seiring dengan tumbuhnya kesadaran konsumen terhadap produk cokelat berkualitas dan berkelanjutan (Septian, 2021; Kharisma, 2022).

Pengembangan kakao memang tidak dapat dipisahkan dari fungsinya sebagai salah satu produk pertanian yang menjadi perhatian utama dalam pengembangan untuk sasaran ekspor.

Bacaan Lainnya

Pengembangan kakao adalah usaha yang diadakan untuk memperluas dan memperbaiki mutu tanaman ekspor untuk menjaga pangsa pasar global yang sudah ada serta masuknya ke pasar yang baru (Tresliyana et al., 2015).

Meski Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia, kontribusi kakao Indonesia di pasar premium dunia masih rendah karena berbagai tantangan yang dihadapi dalam rantai pasok yang menghambat kualitas dan daya saing produk di pasar global.

Mayoritas petani masih menjual biji kakao tanpa melalui proses fermentasi dan sortasi yang benar, sehingga mutunya rendah dan tidak memenuhi standar ekspor.

Hal ini diperparah oleh rendahnya insentif ekonomi, karena selisih harga antara kakao fermentasi dan non-fermentasi dianggap tidak sepadan, merupakan bagian dari praktik fraud.

Petani juga cenderung menjual hasil panen dalam keadaan basah akibat kebutuhan ekonomi mendesak tanpa memproduksi value-added product yang bernilai jual tinggi dan ketergantungan pada pedagang pengumpul.

Di sisi lain, ketersediaan fasilitas fermentasi, pelatihan teknis, dan dukungan kelembagaan masih terbatas, sementara koordinasi antar pemangku kepentingan belum berjalan optimal.

Akibatnya, posisi tawar petani tetap lemah dan sistem rantai pasok kakao nasional sulit memenuhi tuntutan pasar internasional yang mengedepankan traceability dan keberlanjutan (Manalu, 2018).

Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi digital untuk menciptakan transparansi, efisiensi, dan keberlanjutan dalam seluruh proses bisnis. Salah satu teknologi yang menawarkan solusi potensial adalah blockchain.

Dalam era revolusi digital yang semakin pesat, para pelaku bisnis dihadapkan pada tantangan yang besar untuk memahami dan mengadopsi teknologi blockchain secara efektif.

Blockchain merupakan suatu teknologi buku besar terdistribusi yang mampu menghasilkan pencatatan keuangan tranksaksi secara aman, transparan, dan tidak dapat diubah.

Kekuatan dari blockchain, yaitu setiap tranksaksi dicatat dalam blok yang saling terhubung membentuk rantai yang kemudian akan disebarkan ke seluruh jaringan.

Blockchain memiliki keunggulan yang ditawarkan, di antaranya adalah desentralisasi, yaitu tidak bergantung pada otoritas pusat.

Selanjutnya, transparansi, yaitu semua pihak dapat memverifikasi tranksasi dan blockchain juga memiliki keamanan yaitu menggunakan kriptografi untuk melindungi data.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Achmad et al., (2024) yang menemukan bahwa motivasi utama dibalik adopsi blockchain adalah keinginan untuk meningkatkan keamanan data, transparansi transaksi, dan efisiensi operasional.

Teknologi blockchain telah membuka peluang besar dalam transformasi digital berbagai sektor, termasuk pertanian tropis, kakao.

Salah satu fitur unggulan dari teknologi ini adalah kemampuannya untuk menciptakan smart-contracts, yaitu kontrak digital yang dapat mengeksekusi secara otomatis berdasarkan kondisi atau parameter yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam konteks kewirausahaan agribisnis tropika, khususnya pada komoditas seperti kakao, smart-contracts menjadi solusi inovatif untuk mengatasi berbagai tantangan klasik yang dihadapi petani dan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), seperti ketidaktransparanan rantai pasok, keterbatasan akses terhadap pembiayaan, serta fluktuasi harga pasar.

Berbagai studi akademik telah secara ekstensif mengkaji potensi transformatif dari penerapan teknologi blockchain dalam rantai pasok kakao global.

Penelitian-penelitian ini menyoroti bagaimana blockchain dapat mengatasi tantangan krusial, seperti kurangnya transparansi, isu ketertelusuran, dan perlindungan pekerja, yang telah lama menghambat industri kakao.

Blockchain menawarkan solusi signifikan untuk meningkatkan rantai pasok kakao global.

Studi di Ghana menunjukkan bahwa adopsinya meningkatkan ketertelusuran dan praktik pengadaan etis, membuat rantai pasok lebih transparan dan mendorong perilaku bisnis yang lebih etis.

Penelitian Apicella dan Tarabella di Italia menyimpulkan blockchain efektif menangani ketertelusuran produk dan perlindungan pekerja, memastikan asal-usul produk dan kondisi kerja yang adil tercatat secara transparan.

Model bisnis yang dikembangkan dalam konteks agribisnis kakao tropis berbasis blockchain berfokus pada pemberdayaan petani dan penciptaan nilai tambah melalui teknologi.

Visi utamanya adalah untuk memberdayakan petani kakao yang selama ini memiliki posisi lemah dalam rantai pasok, dengan menyediakan akses pada sistem digital yang transparan, adil, dan memungkinkan produk mereka menembus pasar ekspor secara langsung.

Misinya adalah membangun platform berbasis blockchain yang tidak hanya mencatat informasi produksi secara real-time, tetapi juga memfasilitasi transaksi yang aman dan dapat dipercaya oleh seluruh pihak.

Secara operasional, proses dimulai dari pencatatan data panen oleh petani menggunakan aplikasi mobile sederhana, modul offline, atau sistem berbasis SMS.

Informasi yang dicatat mencakup berat biji kakao, suhu, tanggal panen, dan lokasi kebun.

Setelah data ini diverifikasi oleh koperasi atau mitra pengolah, sistem akan mengaktifkan smart-contract yang secara otomatis memproses pembayaran kepada petani, sekaligus menghasilkan sertifikat digital yang terekam di dalam blockchain.

Eksportir dan pelaku bisnis di hilir dapat memantau seluruh proses secara transparan melalui dashboard digital yang menampilkan riwayat produk dan status mutunya.

Produk akhir kemudian dikemas dengan label yang dilengkapi QR code, memungkinkan konsumen untuk menelusuri secara langsung asal-usul dan proses perjalanan biji kakao dari kebun hingga ke tangan konsumen.

Untuk mendukung sistem ini, digunakan infrastruktur berbasis Hyperledger Fabric, platform open-source yang umum digunakan untuk blockchain permissioned.

Sistem ini memungkinkan hanya aktor tertentu yang memiliki izin dapat mencatat dan mengakses data.

Selain itu, sistem diintegrasikan dengan SMS gateway agar tetap inklusif bagi petani dengan keterbatasan akses internet, serta menggunakan format data ringan, seperti XML atau JSON.

Studi oleh Agyekumhene et al. (2021) menunjukkan bahwa sistem berbasis blockchain yang menggabungkan smart-contracts dan pencatatan digital berhasil meningkatkan transparansi rantai pasok kakao di Ghana, terutama bagi petani kecil yang sebelumnya sulit terlibat secara langsung dalam sistem logistik modern.

Sementara itu, di Indonesia, Iswari et al. (2019) melakukan analisis kebutuhan (requirement analysis) dan merancang alur penggunaan (use-case) blockchain dalam sistem rantai pasok kakao yang melibatkan petani, pengumpul, industri pengolahan, dan eksportir.

Dengan sistem integrasi ini dapat memenuhi standar pasar global, dan teknologi blockchain menjadi salah satu solusi utama untuk tantangan rantai pasok (Shister, 2019).

Penerapan blockchain dalam rantai pasok kakao Indonesia menawarkan berbagai manfaat strategis.

Pertama, dapat meningkatkan kepercayaan pasar global dan reputasi kakao Indonesia dengan menyediakan catatan asal-usul yang transparan dan tidak dapat diubah, memposisikan kakao sebagai produk premium.

Kedua, blockchain membantu memenuhi regulasi ekspor ketat seperti EUDR (Europe Union Deforestation-Free Regulation) karena menyediakan data akurat tentang lokasi penanaman dan praktik pertanian, memastikan kepatuhan.

Ketiga, teknologi ini memberdayakan petani kakao dengan memastikan pembayaran yang lebih adil, memberikan akses data lengkap untuk negosiasi, dan bahkan memungkinkan akses langsung ke pasar ekspor.

Keempat, blockchain menciptakan nilai tambah dan branding yang kuat, memungkinkan kakao traceable, terutama yang organik atau etis, dijual dengan harga premium.

Terakhir, blockchain meningkatkan efisiensi operasional dengan meminimalkan penipuan, mempercepat verifikasi kualitas, dan mempercepat proses pembayaran.

Penerapan blockchain dalam agribisnis kakao menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diperhatikan sejak tahap perancangan. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan literasi digital dan infrastruktur teknologi.

Banyak petani di daerah sentra kakao hanya memiliki ponsel fitur dasar dan tinggal di wilayah dengan jaringan internet yang tidak stabil, sehingga kesulitan mengakses aplikasi berbasis internet (Agyekumhene et al., 2021).

Selain itu, biaya awal yang dibutuhkan untuk pengembangan sistem, pelatihan, dan pemeliharaan juga cukup besar, terutama bagi koperasi kecil dan UMKM.

Tantangan lain adalah adopsi oleh para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, koperasi, dan eksportir, yang masih terbatas akibat kurangnya pemahaman serta insentif untuk berpartisipasi dalam digitalisasi rantai pasok.

Untuk menjawab tantangan tersebut, beberapa strategi mitigasi perlu diambil. Misalnya, dengan menggunakan teknologi rendah seperti aplikasi mobile offline atau sistem berbasis SMS, agar tetap bisa diakses oleh petani dengan fasilitas terbatas.

Strategi lain adalah melalui kemitraan antara pemerintah, koperasi, dan sektor swasta dalam bentuk subsidi teknologi, program pelatihan digital, dan skema pembiayaan bersama (co-funding).

Studi oleh Iftekhar et al. (2020) menunjukkan bahwa sistem berbasis Hyperledger yang diintegrasikan dengan perangkat sederhana berhasil meningkatkan keterlacakan pangan secara efisien.

Selain itu, memulai pilot project di daerah penghasil kakao utama seperti Sulawesi atau Lampung akan menjadi langkah awal untuk menguji kelayakan sistem sebelum diadopsi secara luas. (BPS, 2023)

Penerapan blockchain dalam rantai pasok kakao seperti yang berhasil diujicobakan di Ghana menunjukkan potensi besar untuk diadaptasi di Indonesia.

Ghana Cocoa Board (COCOBOD) telah sukses menguji coba sistem blockchain untuk ketertelusuran kakao, dengan hampir 83% kakao langsung dapat dilacak (GhanaWeb, 2024).

Ini membantu memenuhi regulasi seperti EUDR yang mensyaratkan produk bebas deforestasi.

Meskipun ada sedikit tantangan terkait partisipasi petani, keberhasilan ini membuka jalan bagi harga premium 10-20% untuk kakao yang traceable dan etis.

Ini dapat meningkatkan margin keuntungan signifikan bagi petani dan eksportir, mendorong pendapatan lebih adil dan praktik berkelanjutan.

Indonesia dapat mereplikasi model sukses Ghana ini, khususnya dengan memanfaatkan sistem open-source untuk meminimalkan biaya.

Diharapkan, hal ini akan membawa efek serupa dalam pemberdayaan petani melalui harga yang lebih adil dan akses pasar yang lebih luas, serta meningkatkan kepatuhan ekspor kakao Indonesia terhadap standar global.

Pendekatan open-source juga memfasilitasi kolaborasi dan inovasi.

Singkatnya, pengalaman Ghana menegaskan bahwa blockchain adalah solusi efektif untuk ketertelusuran dan kepatuhan dalam industri kakao, menawarkan peluang emas bagi Indonesia untuk meningkatkan seluruh ekosistem kakao nasional.

Jika Indonesia ingin menembus pasar kakao global yang semakin selektif, maka transparansi dan keterlacakan produk menjadi keharusan.

Adanya teknologi blockchain memberikan harapan baru untuk menciptakan sistem agribisnis yang lebih adil, efisien, dan terpercaya, terutama bagi petani kecil.

Langkah nyata seperti penggunaan smart-contract, integrasi QR code, serta pencatatan data digital dari hulu ke hilir akan membantu memperkuat posisi kakao Indonesia di mata dunia.

Agar adopsi teknologi ini berjalan optimal, dibutuhkan dukungan konkret dari semua pemangku kepentingan, mulai dari koperasi, pemerintah, hingga eksportir.

Lewat strategi bertahap, seperti pilot project di sentra produksi dan pemanfaatan aplikasi sederhana berbasis SMS, transformasi digital ini bisa dimulai secara inklusif.

Blockchain membangun kepercayaan baru, mempercepat transaksi yang adil, dan membuka akses pasar yang lebih luas bagi petani kakao Indonesia, lebih dari sekadar sistem digital.

Masa depan kakao tropis Indonesia bisa lebih cerah dan berkelanjutan dengan visi yang tepat dan kerja sama yang kuat.

 

Penulis:
1. A. Herawati
2. Rossa Putri Hanny
Mahasiswa Magister Sains Agribisnis, IPB University

 

Referensi

Achmad M, Bhupesh R, Bambang. Motivasi Organisasi dalam Mengadopsi Teknologi Blockchain: Suatu Tinjauan Literatur dan Analisis Kualitatif. Jurnal MENTARI: Manajemen Pendidikan dan Teknologi Informasi.

Apicella, A., & Tarabella, A. (2025, April). The integration of Blockchain technologies in the cocoa supply chain: State of the art and emerging opportunities [Conference paper, International Conference on Digital Agriculture from Land to Consumers (ICDALC 2025), Bogor, Indonesia].

Badan Pusat Statistik. (2023). Statistik Kakao Indonesia 2022 (No. Publikasi: 05100.2308).

https://www.bps.go.id/id/publication/2023/11/30/ef4419ba62e6ec7d4490218e/statistik-kakao-indonesia-2022.html

Iftekhar, A., Cui, X., Hassan, M., & Afzal, W. (2020). Application of Blockchain and Internet of Things to Ensure Tamper-Proof Data Availability for Food Safety. arXiv:2006.01307

Iswari, D. A., Arkeman, Y., & Muslich. (2019). Requirement analysis of blockchain systems on cocoa supply chain. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 335(1), 012011. https://doi.org/10.1088/1755-1315/335/1/012011

Kharisma, N. (2022). Proyeksi Potensi Kakao Menggunakan Arima (Autoregresif Integrated Moving Average) Di Wilayah Pulau Sulawesi 2021 – 2030 [Universitas Hasanuddin]. Http://Repository.Unhas.Ac.Id/Id/Eprint/24630/

Septian, D. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Bubuk Kakao Indonesia [Universitas Siliwangi]. Http://Repositori.Unsil.Ac.Id/Id/Eprint/6338

Shister, A. (2019). From Bean to Bar: Trends and Opportunities in Cocoa Supply Chain Transparency. United States International Trade Commission. https://www.usitc.gov/publications/332/executive_briefings/ebot_amelia_shister_cocoa_supply_chain_pdf.pdf

GhanaWeb. (2024, Oktober 3). Ghana, Ivory Coast cocoa traceability levels stable – CFI report. GhanaWeb. https://www.ghanaweb.com/GhanaHomePage/business/Ghana-Ivory-Coast-cocoa-traceability-levels-stable-CFI-report-1953541

Tresliyana, A., Fariyanti, A., & Rifin, A. (2015). Daya saing kakao Indonesia di pasar internasional. Jurnal Manajemen & Agribisnis (JMA), 12(2), 150. https://doi.org/10.17358/JMA.12.2.150

 

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses