Menjawab Tantangan Global: Lanjutkan Hilirisasi, Bangun Ekonomi Mandiri!

hilirisasi
hilirisasi

Menurut Patunru (2015), hilirisasi disebut juga downstreaming atau value-adding, yang artinya upaya meredam ekspor bahan mentah dan sebaliknya mendorong industri domestik untuk menggunakan bahan tersebut karena meningkatkan nilai tambah domestik, sembari menciptakan lapangan kerja.

Maraknya isu hilirisasi di bidang mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, pertanian, kehutanan, serta kelautan dan perikanan yang merupakan program keberlanjutan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menimbulkan pro dan kontra.

Sebagian masyarakat mendukung program hilirisasi ini dengan harapan dapat membangun ekonomi yang lebih mandiri.

Sesuai dengan keinginan Presiden Prabowo yang mengatakan bahwa hilirisasi menjadi cara agar kekayaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

Bacaan Lainnya

Baca juga: Efisiensi Anggaran Dialokasikan ke Danantara: Danantara Menjadi Misteri Antara Sejahtera atau Sengsara

Namun, tantangan masih bisa dirasakan, terutama dari pihak eksternal seperti World Trade Organization (WTO) yang mengecam Indonesia dengan kebijakan hilirisasi tersebut.

Awalnya gugatan berasal dari Uni Eropa, yang kemudian disetujui oleh WTO, karena kebijakan Indonesia dianggap melanggar ketentuan perdagangan internasional.

Padahal, dalam sistem internasional saat ini, negara berhak untuk menentukan nasibnya sendiri. Dengan kata lain, Indonesia berhak membuat kebijakan yang menyangkut kepentingan nasionalnya.

Dalam hal ini, Indonesia perlu memiliki bargaining power yang bisa dijadikan instrumen untuk menghadapi gugatan WTO tersebut.

Sehingga hilirisasi dapat dilanjutkan meskipun ada gugatan dan kritik dari pihak eksternal.

Hilirisasi diyakini memberikan dampak yang positif bagi perekonomian Indonesia, seperti peningkatan nilai tambah, membuka lapangan pekerjaan untuk mengurangi pengangguran, serta meningkatkan pendapatan negara.

Hilirisasi juga dilakukan untuk mengubah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi agar jauh lebih bernilai.

Maka dari itu, Indonesia ingin membangun dan mengembangkan industri lokalnya untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA)-nya sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain.

Karena kalau dibiarkan secara terus-menerus, SDA abiotik seperti mineral, batubara, minyak dan gas bumi yang membutuhkan waktu jutaan tahun untuk pembentukannya dapat habis.

Penerapan skema hilirisasi bertahap dapat diterapkan dengan memberikan waktu dan insentif kepada mitra dagang dan investor asing untuk beradaptasi.

Dengan menetapkan kuota ekspor terbatas untuk bahan mentah sembari mengembangkan kapasitas industri dalam negeri.

Baca juga: Hilirisasi Pertambangan dan Kawasan Industri yang mengabaikan Tanggung Jawab Lingkungan

Indonesia juga perlu aktif menjelaskan di forum internasional, seperti WTO, bahwa kebijakan hilirisasi bukan bentuk proteksionisme, melainkan strategi pembangunan berkelanjutan.

Ada dua langkah yang bisa menjadi pertimbangan untuk dilakukan. Pertama, melakukan public diplomacy dan melibatkan para ekonom serta ahli hukum internasional untuk mendukung Indonesia.

Kedua, mengusulkan aturan reformasi aturan WTO agar lebih akomodatif terhadap kebutuhan pembangunan negara berkembang.

Alih-alih menutup akses asing, Indonesia dapat membuka peluang bagi negara mitra untuk berinvestasi langsung dalam industri dalam negeri.

Membuat skema kemitraan industri antara BUMN dengan investor asing untuk alih teknologi dan penciptaan nilai tambah juga dapat dilakukan.

Diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi tekanan dari negara tertentu, Indonesia bisa memperluas pasar ekspor ke negara-negara yang tidak terlalu bergantung pada bahan mentah. Sehingga dapat memperkuat posisi tawar Indonesia di tengah tekanan geopolitik.

Indonesia dapat bekerja sama dengan negara berkembang lainnya untuk membangun narasi bersama bahwa hilirisasi adalah hak negara untuk membangun ekonomi yang berkeadilan dan berkelanjutan, bukan bentuk proteksionisme yang merugikan sistem perdagangan global.

Untuk mempertahankan hilirisasi ini, Presiden Prabowo dan jajarannya perlu mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dapat bersaing, agar dapat memberdayakan masyarakat lokal dan meminimalisir pengangguran.

Baca juga: Mewujudkan Visi Prabowo-Gibran untuk Pembangunan dan Kesejahteraan Indonesia

Teknologi dan fasilitas yang mumpuni untuk mengelola Sumber Daya Alam (SDA) juga tidak kalah penting  agar dapat bersaing di level global.

Sehingga, Indonesia memiliki posisi yang dapat dipertimbangkan sebagai negara yang kuat dan mandiri secara ekonomi.

Dengan menggabungkan pendekatan teknokratis, diplomatis, dan kolaboratif, Indonesia tetap bisa menjalankan program hilirisasi sambil menjaga reputasi dan posisi dalam perdagangan  internasional.

 

Penulis: Sania Adilla Putri

Mahasiswa Hubungan Internasional, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses