Pacaran di zaman sekarang adalah suatu hal yang sangat wajar dimata kita, namun tidak lagi jika dimata sobat muslim yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala.
Pacaran menurut Islam adalah suatu hal yang akan mendatangkan fitnah dan zina, mengapa? Banyak orang yang belum mahrom sudah berpegangan tangan, bercium, dan yang paling miris naudzubillah pacaran sampai di luar batas hingga menimbulkan petaka.
Pacaran adalah pertemuan 2 orang agar mereka mengerti sifat dan paham antara satu sama lain agar saling mengenal.
Dalam Islam pacaran lebih baik diganti dengan kata ta’aruf, ta’aruf artinya sangat banyak, namun dalam konteks ini ta’aruf artinya adalah berkenalan dengan 2 orang dan saling mengenal satu sama lain untuk melanjutkan ke hubungan yang lebih serius.
Banyak remaja yang berpacaran, karena berbagai alasan. Mulai dari, sekedar iseng-iseng saja, hanya untuk main-main, sebagai pengenalan kepribadian, sebagai sarana tukar pikiran, saling membantu, pendorong semangat, dan tempat menumpahkan kegundahan hati. Takut dibilang gak laku, dan lain sebagainya.
Awalnya ketemuan, cinlok (cinta lokasi). Yang jelek jadi bagus, yang jahat jadi baik dan seterusnya. And then, menjadi ketergantungan. Mau makan ingat dia, mau tidur ingat dia, mau pergi ingat dia. So, setan aktif buat ngomporin, manas-manasin, intinya nafsu sudah di ubun-ubun.
Jatuh cinta itu tidak dilarang. Cinta itu fitrah. Tapi gak harus diekspresikan. Ketahuilah, ketika cinta gak diekspresikan, kita merasa resah dan gelisah. Saat itulah, mampukah kita menahannya? Dengan apa kita menahannya? Cintailah dia dalam diam, itu lebih baik.
Menurut Luky B Rouf, pacaran merupakan wadah antara lawan jenis yang kasmaran, dimana sering cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan illegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zin aitu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Masih nekad pacaran? Nabi Muhammad bersabda: “Barang siapa yang memandang seorang wanita yang tidak halal baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka.” (Di dalam kitab Dzamm ul-Huwa dari Abi Hurairah)
“Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita yang haram baginya, maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka.” (Di dalam kitab Dzamm ul-Huwa dari Abi Hurairah)
Mitos bahwa cinta itu harus diekspresikan. Itu tidaklah benar. Cinta memang beda dengan pacaran. Buktinya banyak orang jatuh cinta, tapi tak sedikit yang memendamnya. Karena apa? Karena sengaja ingin memelihara dan merawatnya sampai pada suatu saat dimana kuncup itu menjadi mekar dan berbunga di taman hatinya.
Bagaimana sih cara kita menahan hawa nafsu agar tidak tergoda dengan lawan jenis hingga mengajak untuk berpacaran?
- Yakinkan bahwa Allah selalu mengawasi kita
- Selalu mengingat bahwa pacaran adalah zina
- Ingat orang tua
- Selalu menjaga pandangan dari lawan jenis dan selalu menjaga mahrom
Kita bisa terbebas dari yang namanya berpacaran apabila kita selalu menanamkan diri bahwa saya harus berfokus pada diri sendiri dan selalu menyangi diri sendiri.
Jatuh cinta itu hal yang wajar namun ada batasanya, jika mau memiliki seseorang berarti juga kita harus mencerminkan diri sendiri juga bagaimana sifat kita, timbal balik kita, perlakuan kita.
Pacaran tidak hanya mengingatkan makan, ibadah, dan sebagianya namun atas dasar apa kita melakukan pacaran, jelas-jelas padahal pacaran adalah kredit zina atau kredit dosa.
Jadi kita sebagai umat muslim yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala, janganlah pernah mendekati pacaran karena takutnya nafsu kita tidak bisa membatasi diri kita hingga akhirnya kita terjerumus kepada perbuatan yang menimbulkan kemaksiatan naudzubillah.
Tenang Allah sudah menyiapkan jodoh kita masing-masing sesuai diri kita karena jodoh itu adalah cerminan diri yang nantinya saling melengkapi dan saling mengasihi.
Tim Penulis:
1. Habib Rifai
Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
3. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
2. Arifianto Syahalief Rachman
Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
Editor: Rahmat Al Kafi