Pandangan Islam terhadap Menstrual Regulation dan Eugenetika

Menstrual Regulation

Menstrual Regulation merupakan istilah Inggris, yang diterjemahkan oleh dokter Arab yang artinya pengguguran kandungan yang masih muda. Menstrual Regulation secara harfiah artiya pengaturan menstruasi atau datang bulan atau haid. Tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap wanita yang terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ternyata positif mengandung. Maka ia meminta janinnya dihilangkan. Maka jelaslah bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah abortus provocartus criminals, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah pembunuhan janin secara terselubung.

Berdasarkan KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) Pasal 299, 346, 348, dan 349 negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumannya cukup berat; bahkan hukumannya tidak hanya ditujukan kepada wanita yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi, tukang obat, dan sebagainya yang mengobati atau yang menyuruh atau membantu atau yang melakukannya sendiri.

Mengenai menstrual regulation, Islam juga melarangnya, karena pada hakikatnya sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin calon manusia yang dimuliakan oleh Allah, karena ia tetap berhak survive lahir dalam keadaan hidup, sekalipun dalam eksistensinya hasil dari hubungan tidak sah (di luar perkawinan yang sah).

Bacaan Lainnya

Sesuai dengan hadis Nabi: “Semua anak yang dilahirkan atas fitrah sehingga dia jelas agamanya, kemudian orang tuanya lah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan Majusi.” (HR. Abu Ya’la, Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi dari Al- Aswad bin Sari)

Eugenetika, artinya seleksi ras unggul, dengan tujuan agar janin yang dikandung oleh ibu dapat lahir sebagai bayi yang normal dan sehat fisik, mental, dan intelektual. Sebagai konsekuensinya, apabila janin diketahui dari hasil pemeriksaan medis yang canggih menderita cacat atau atau penyakit yang sangat berat, misalnya down syndrome, maka digugurkan janin terebut dengan alasan hidup anak yang ber-IQ sangat rendah itu tidak ada artinya dan menderita sepanjang hidupnya, dan juga menjadi beban keluarga dan masyarakat. Jelas tindakan tersebut sangat tidak manusiawi dan perbuatan kriminal. Sebab bertentangan dengan norma agama, norma Pancasila, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (KUHP dan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.

Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review (1994).

Pada dasarnya seorang wanita melakukan aborsi akan mengalami hal-hal:

  1. Kehilangan harga diri (82%)
  2. Berteriak-teriak histeris (51%)
  3. Mimpi buruk berkali-kali mengenai bayi (63%)
  4. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
  5. Mulai mencoba menggunakan obat-obat terlarang (41%)
  6. Tidak bisa menikmati hubungan sosial (50%)

Agama Islam mengizinkan wanita mencegah kehamilan karena sesuatu sebab, tetapi melarangnya mengakhiri kehamilannya dengan cara abortus, atau bahkan melalui praktek menstrual regulation. Hal yang sama juga berlaku dalam praktek eugenetika, sebagai bentuk penyesalan atas nikmat atau rezeki yang diberikan Allah. Dari sisi pandang islam, ketiga kasus ini, tidak bergantung pada masalah apakah janin itu berstatus manusia (sudah bernyawa) atau tidak. Kendatipun Islam tidak mengakui janin sebagai manusia, namun islam tetap memberinya hak untuk kemungkinan hidup.

Kehidupan merupakan anugerah Allah Subhanahu wa ta’ala. Semua mahluk ciptaan Allah berhak untuk merasakan kehidupan. Maka, hendaklah kita saling menghargai kehidupan semua mahluk karena tidak satupun alasan yang bisa dibenarkan untuk mengakhiri kehidupan mahluk hidup apalagi manusia.

Tim Penulis:
1. Cici Tri Mulyani
Mahasiswa Ekonomi Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Zuhdi, Masjfuk. 1997.Masail Fiqhiyah:Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: Gunung Agung

http://www.aborsi.org/resiko.htm

https://slideshare.net/mobile/HuryCanz/makalah-abortus

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.