Dampak dari pandemi Covid-19 dirasakan hampir di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Dengan adanya pandemi ini, hampir seluruh sektor kehidupan menerima dan merasakan dampak negatifnya. Mulai dari sektor kesehatan, sektor kesehatan, ekonomi, bahkan pendidikan.
Dampak Pandemi bagi Sektor Pendidikan
Dari sektor pendidikan, untuk memutus mata rantai penyebaran virus, pemerintah memberlakukan pembatasan sosial termasuk kebijakan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) bagi seluruh siswa di semua jenjang Pendidikan, mulai TK sampai dengan SMA/SMK. PJJ dilakukan secara daring di rumah masing-masing dengan menggunakan fasilitas komputer, laptop, atau smartphone dengan aplikasi khusus.
Kebijakan ini sebagai bukti bahwa Pemerintah tetap memenuhi hak pendidikan anak di tengah pandemi. Dalam implementasinya, PJJ mengundang berbagai reaksi terutama dari siswa. Berbagai keluhan mulai muncul setelah PJJ berjalan selama seminggu.
Baca Juga: Kendala Pelajar di Daerah Terpencil selama Pembelajaran Daring
PJJ Fase Kedua
Sejak November 2020, Indonesia telah menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh fase kedua. Kali ini pemerintah berharap agar PJJ fase kedua ini dapat menjadi lebih baik daripada fase pertama.
Namun, nyatanya PJJ fase kedua ini masih memunculkan banyak keluhan. Banyak sekali daerah yang belum bisa mengimplementasikan gaya pembelajaran yang sesuai di tengah pandemi ini. Juga, para siswa dan siswi masih belum bisa beradaptasi dengan pembelajaran yang diberikan.
Salah satu siswa sekolah menengah atas (SMA) berinisial RA (16 tahun), menuturkan, “Saya sangat merasakan ketidak efektifan kami dalam belajar. Tugas sangat menumpuk dan itu tidak membantu kita untuk lebih memahami materi yang sedang dipelajari”.
Baca Juga: Revitalisasi Pengajaran Guru dengan Teknologi di Era Modern
Kapan Sekolah Bisa Tatap Muka Lagi?
Sampai saat ini, rencana sekolah tatap muka masih belum bisa terlaksana di semester baru tahun ajaran 2020/2021 ini. Tertundanya sekolah tatap muka ini dikarenakan masih tingginya kasus Covid-19. Seperti yang dilansir dari Liputan6, pertimbangan utama Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta belum mengizinkan sekolah tatap muka adalah terkait keamanan dan kesehatan para siswa serta tenaga pengajar.
“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait pelaksanaan pembelajaran tatap muka secara langsung di semester genap tahun ajaran 2020/2021. Prioritas utama adalah kesehatan dan keamanan para peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
“Pembelajaran tatap muka belum dapat dilaksanakan. Sehingga seluruh sekolah di DKI Jakarta tetap melanjutkan pembelajaran dari rumah,” ujar Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nahdiana pada Sabtu (2/1).
Dampak PJJ yang Dirasakan Banyak Pihak
PJJ mengundang berbagai reaksi terutama dari siswa. Berbagai keluhan mulai muncul setelah PJJ berjalan selama seminggu. Dari 800 laporan pengaduan yang masuk ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), mayoritas pengaduan terkait dengan beratnya penugasan yang diberikan guru kepada siswa dan mengenai PJJ yang menguras energi dan kuota internet.
Selain itu, keterbatasan sarana belajar daring, menjadi kendala bagi siswa dalam mengikuti PJJ. Laporan pengaduan ini dikonfirmasi dengan survey yang diikuti oleh 1700 siswa yang dilakukan oleh KPAI. Dalam survey lain yang dilakukan KPAI dengan FSGI. Ditemukan bahwa ketidakmampuan dan ketidaksiapan guru mengajar daring juga menjadi persoalan lain dalam PJJ.
Pada PJJ fase kedua kali ini, Kemendikbud sudah mengeluarkan pedoman melalui Surat Edaran Sekjen Kemendikbud No. 15 Tahun 2020 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Surat edaran ini paling tidak menjadi pedoman untuk melakukan penyesuaian antara kurikulum dengan PJJ sehingga tidak terjadi kebingungan.
Namun, temuan KPAI di lapangan menunjukkan pedoman ini belum bisa dilaksanakan oleh sekolah di daerah. Retno sudah melakukan kunjungan ke beberapa sekolah, hasilnya 46 sekolah yang di 19 kabupaten/kota belum bisa melaksanakan metode penyederhanaan kurikulum pendidikan di masa pandemi Covid-19.
“PJJ fase 2 lebih berat, waktu fase pertama kan sudah berlangsung 9 bulan, itu sisa 2 bulan dan langsung ujian dan itu cenderung bisa mengatasi fase pertama,” terang Retno dalam YouTube FSGI Pusat, Senin (2/11).
Baca Juga: Proses Pembelajaran Terganggu Akibat Pandemi Covid-19
Peran Pemerintah Maupun Orang Tua dalam PJJ
Berdasarkan dampak yang dirasakan dalam proses PJJ dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan tersebut, beberapa pihak memberikan saran kepada Pemerintah di antaranya agar dapat menetapkan kurikulum dalam situasi darurat, membuat prosedur operasi standar (SOP) PJJ, dan memberikan pelatihan mengajar secara daring bagi guru.
Selain itu pemerintah diharap mampu untuk endorong para guru agar lebih kreatif menjalankan kegiatan belajar mengajar, baik PJJ ataupun sekolah normal, untuk tidak fokus pada kompetensi akademik semata, namun dengan mengenali dan manfaatkan minat dan potensi anak sehingga tugas yang diberikan dijalankan dengan total dan penuh semangat
Berikutnya adalah agar pemerintah dapat mendorong para guru untuk lebih menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak anak, serta mendengarkan dan menghargai pandangan anak dan selalu berorientasi pada kepentingan terbaik anak. Evaluasi terhadap kinerja guru dalam pelaksanaan PJJ dalam perspektif pencapaian pembelajaran pada anak juga diperlukan.
Selain itu, melibatkan orang tua dalam proses PJJ sangatlah penting, Nahdiana berharap agar orang tua di rumah turun berperan aktif dalam menyampaikan aspirasi terkait pelaksanaan pembelajaran semester genap TA 2020-2021.
Muna Sophia
Mahasiswa LSPR Communication and Business Institute
Editor: Sharfina Alya Dianti