Paliatif merupakan salah satu bentuk perawatan yang diberikan oleh tenaga medis dan kesehatan untuk tetap menunjang kebutuhan pasien dalam kondisi terminal.
Perawatan paliatif dapat diartikan sebagai pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya saat menghadapi masalah terkait dengan penyakit yang mengancam nyawa pasien serta sebagai bentuk pendekatan baik secara fisik, psikologis dan meminimalisir masalah atau suffering yang indikator pelayanannya dalam meningkatkan kualitas hidup, serta tetap fokus pada kondisi progresif dan serius (Shatri et al., 2020).
Pendekatan perawatan paliatif merupakan suatu cara yang efektif pada pasien dengan penyakit yang tidak dapat disembuhkan untuk mengurangi penderitaan serta meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya.
Program tersebut juga membantu mengantisipasi masalah yang mungkin muncul dan mengurangi dampak perkembangan penyakit, sehingga pasien dapat aktif secara optimal sesuai dengan kondisinya hingga akhir hayatnya (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Menurut penelitian (Shatri et al., 2020) menyatakan bahwa kebutuhan perawatan paliatif sebesar 40%-60% mencakup semua kejadian meninggalnya pasien akibat penyakit yang dideritanya. Hal ini terjadi pula pada kategori penyakit kanker, salah satunya yaitu kanker ovarium stadium lanjut.
Kanker ovarium merupakan tumor ganas yang tumbuh atau diartikan sebagai adanya pertumbuhan sel-sel yang tidak semestinya berkembang di ovarium (indung telur). Sel ini berkembang biak dengan cepat dan menghancurkan jaringan sehat dalam tubuh serta banyak terdiagnosa pada perempuan di rentang usia 50-70 tahun (Klaten, 2022).
Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian dari (Kamajaya, Brahmantara and Wirawan, 2021) dengan hasil bahwa data dominan penderita kanker ovarium ini adalah di rentang usia 51-60 tahun dengan persentase 34,5%, mengalami obesitas sebanyak 44,8% dengan IMT > 25 kg/m2, lebih dominan nulipara daripada primipara dan multipara, tidak ada riwayat penggunaan alat kontrasepsi, mengalami menarche di usia 12 tahun sebanyak 41,4% dan paling banyak sudah terdiagnosa stadium III C yaitu sebanyak 42,3% dan tipe tumor ganasnya adalah tumor epitel serosa dengan persentase 65,5%.
Baca Juga: Manajemen Nyeri pada Pasien Kanker Payudara Stadium Lanjut
Pasien dengan kanker ovarium memiliki tingkat kelangsungan hidup paling rendah diantara semua jenis kanker yang menyerang wanita yaitu dengan angka harapan hidup di lima tahun terakhir adalah 30%-50% dikarenakan pasien baru terdiagnosa kanker ini pada stadium lanjut saat penyakit sulit untuk diobati.
Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan pasien kanker payudara selama lima tahun terakhirnya dapat tetap hidup dengan persentase 80% (FIGO, 2019).
Di Indonesia kanker ini menempati urutan ketiga dengan jumlah pasien terbanyak yaitu pada tahun 2020 sebanyak 14.896 kasus dan angka kematiannya mencapai 9.581 kasus (Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Sehingga pernyataan tersebut menjadikan kanker ovarium menempati posisi ketujuh sebagai jenis kanker yang paling umum dialami oleh wanita, dan menjadi salah satu penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di seluruh dunia (Harsono, 2020).
Beberapa gejala yang muncul pada penderita kanker ovarium adalah rasa tidak nyaman di bagian perut atau area panggul, perut kembung bahkan bisa membengkak dengan durasi yang cukup lama, hilang nafsu makan, dan keinginan berlebih untuk BAK (hal ini sering dianggap sebagai gangguan pada gastrointestinal) (FIGO, 2019).
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya perawatan simtomatik pada pasien kanker ovarium untuk tetap menjaga kenyamanan pasien dan kualitas hidup pasien.
Baca Juga: Pentingnya Mengontrol Pikiran Negatif untuk Kesehatan Mental Pasien
Perawatan simtomatik diartikan sebagai langkah-langkah untuk mengurangi atau menghilangkan gejala pasien tanpa menangani penyebab utama penyakitnya dan termasuk bagian dari perawatan paliatif.
Adapun peran perawatan simtomatik yang dilakukan terkait dengan gejala fisik pada pasien kanker ovarium (kanker dewasa) meliputi nyeri, sesak nafas, mual atau muntah, diare, konstipasi, anoreksia, cemas, depresi, delirium, insomnia, perdarahan, luka kanker dan lain-lain (Kementerian Kesehatan RI, 2017).
Hal yang perlu diperhatikan adalah mengelola nyeri pasien sebagai prioritas utamanya dengan memberikan analgesik (opioid atau non-opioid) sehingga dapat membantu mengurangi rasa sakit pasien.
Kemudian, menangani gejala gastrointestinal (mual, muntah atau sembelit), memberikan dukungan emosional dan psikologis, memastikan pasien mendapat nutrisi yang cukup meski mengalami hilang nafsu makan atau kesulitan makan, memanajemen efek samping pengobatan kanker (kelelahan, infeksi, dan masalah kulit untuk tetap meningkatkan kenyamanan), melakukan pendekatan secara holistik yaitu fokus pada bio-psiko-sosial-spiritual dan melibatkan keluarga dalam proses perawatan, serta merencanakan dan melakukan koordinasi perawatan lanjutan sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan pasien.
Perawatan simtomatik ini melibatkan tenaga medis dan kesehatan, seperti dokter onkologi, perawat onkologi, dokter dan perawat paliatif, apoteker, psikolog atau psikiater, nutrition, fisioterapi, dan dukungan penuh dari keluarga.
Baca Juga: Pelayanan Informasi Obat yang Baik pada Pasien
Tentu berjalannya perawatan tersebut pasti ada tantangan yang menyelimutinya yang berkaitan dengan tidak adanya gejala yang spesifik pada stadium awal, dan baru terdeteksi pada stadium lanjut yang dimana telah menyebar ke organ sekitar (Kementerian Kesehatan RI, 2022).
Selain itu, pasien yang terpapar efek samping dari pengobatan (mual, muntah, neuropati dan bahkan gangguan pada sistem pencernaan), dapat juga menyebabkan stress emosional yang signifikan (cemas, depresi dan rasa takut), adanya hambatan atau tidak berjalan mulus pada komunikasi dan edukasi pasien serta keluarganya.
Dengan ini maka dibutuhkan pendekatan perawatan yang individual, kolaborasi antar profesional kesehatan serta dukungan yang berkelanjutan bagi pasien dan keluarga untuk mengatasi dampak fisik dan emosional kanker ovarium terutama pada stadium lanjut.
Penulis:
Nadilla Catur Alisya
Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Referensi
FIGO (2019) Global ovarian cancer rates rising, FIGO. Available at: https://www.figo.org/news/global-ovarian-cancer-rates-rising.
Harsono, A.B. (2020) ‘Kanker Ovarium : “The Silent Killer”’, Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science, 3(1), p. 1. Available at: https://doi.org/10.24198/obgynia.v3i1.192.
Kamajaya, I.G.N.A.T., Brahmantara, B.N. and Wirawan, A.N.A.P. (2021) ‘Profile of Ovarian Cancer Patients In Mangusada Badung Regional Public Hospital’, Indonesian Journal of Cancer, 15(3), p. 117. Available at: https://doi.org/10.33371/ijoc.v15i3.774.
Kementerian Kesehatan RI (2017) Petunjuk Teknis: Paliatif Kanker Pada Dewasa, Kemenkes RI. Available at: http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/VHcrbkVobjRzUDN3UCs4eUJ0dVBndz09/2017/08/PETUNJUK_TEKNIS_PALIATIF_KANKER_PADA_DEWASA.pdf.
Kementerian Kesehatan RI (2022) Mengenal Kanker Ovarium, The Silent Killer, Kementerian Kesehatan RI. Available at: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1043/mengenal-kanker-ovarium-the-silent-killer/1000.
Klaten, T.P.Rss.R. dr. S.T. (2022) Kanker Ovarium, Kementerian Kesehatan RI. Available at: https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/140/kanker-ovarium.
Shatri, H. et al. (2020) ‘Advanced Directives pada Perawatan Paliatif’, Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 7(2), p. 125. Available at: https://doi.org/10.7454/jpdi.v7i2.315.