Peran Wanita dalam Matrilineal Minangkabau: Relevansi dan Tantangan di Era Modern

Peran Wanita dalam Matrilineal Minangkabau
Ilustrasi Wanita dalam Matrilineal Minangkabau (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Sumatera Barat, Indonesia – Suku Minangkabau dikenal memiliki budaya yang unik mengenai sistem kekerabatan, yaitu menggunakan sistem matrilineal yang artinya garis keturunan ditarik dari silsilah ibu.

Indonesia merupakan negara multikultural dengan keberagaman suku, budaya, ras, etnik, bahasa dan agama. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari manusia butuh berinteraksi dengan orang lain, dari interaksi tersebut nantinya akan terbentuk ikatan. Salah satu bentuk dari ikatan tersebut adalah pernikahan.

Pernikahan merupakan bentuk ikatan antar manusia. Pernikahan tidak hanya menyatukan/mengikat dua individu, tetapi juga dua keluarga yang nantinya akan menciptakan sebuah sistem kekerabatan.

Bacaan Lainnya
DONASI

Santika & Eva (2023) menyebutkan bahwa distem kekerabatan secara turun temurun dianut sesuai dengan garis keturunan. Di Indonesia sistem kekerabaran dibagi menjadi tiga, yaitu: sistem matrial (sistem kekerabatan diambil melalui garis keturunan ibu), sistem patrilineal (sistem kekerabatan diambil melalui garis keturunan ayah), dan sistem bilateral yang (sistem kekerabatan diambil melalui garis keturunan orang tua). Sistem kekerabatan sangat penting karena akan menunjukkan posisi seseorang dalam masyarakat.

Budaya Minangkabau memiliki struktur kekerabatan yang unik, jika kebanyakan budaya menganut sistem patrilineal, maka Minangkabau menganut sistem matrilineal dimana garis keturunan ditarik melalui silsilah ibu. Tradisi ini sudah lama dianut nenek moyang orang Minangkabau. Sistem kekerabatan matrilineal sulit dibantah karena telah hidup dan berkembang lama di kalangan masyarakat Minangkabau.

Peran perempuan dalam sistem mitrilineal Minangkabau memiliki ciri, yaitu:

  1. Keturunan dihitung dari silsilah ibu
  2. Suku anak mengikuti ibu
  3. Hak kuasa berada di tangan perempuan dan laki-laki memiliki hak untuk memelihara
  4. Saudara laki-laki ibu (mamak) akan menurunkan gelar ’pusako tinggi’ ke kemenakan laki-laki
  5. Laki-laki (suami) pindah/mengikuti perempuan (istri)
  6. Menikah harus dengan orang dari luar suku
  7. Sehina semalu, saraso dan pareso

Melalui sistem matrilineal perempuan memiliki hak atas warisan keluarganya. Sementara itu, laki-laki bertugas memimpin keluarga dan mengelola aset keluarga seperti lahan pertanian, perikanan, kebun. Hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan saudara perempuan. Laki-laki juga berperan sebagai penghubung antar suku dimana ketika menikah ia akan pindah dan menetap di rumah perempuan dan dijuluki sebagai ’sumando’ (Munir, 2015).

Pada hakikatnya, budaya Matrilineal yang dijalankan masyarakat Minangkabau mengacu pada budaya yang menjadi akar munculnya gerakan feminisme di Indonesia. Sistem matrilineal memberikan posisi penting bagi perempuan dan menampilkan pola budaya yang kaya akan emansipasi dan ajaran feminis, di mana perempuan dihormati sebagai harta keluarga. Budaya Minangkabau juga dipengaruhi nilai-nilai religius Islam yang mempengaruhi pola pikir masyarakatnya (Putri dkk, 2022).

Selama ini sistem matrilineal di Minangkabau selalu dijadikan argumentasi kuat untuk memberi ruang bagi wanita. Namun faktanya, apakah wanita benar-benar ter-empower dalam praktiknya?

Meski garis keturunan dihitung melalui ibu, perempuan harus tetap mengikuti kehendak suami usai menikah. Mereka tidak berhak mewarisi harta suami bahkan jika bercerai. Tuntutan harus menikah dan dilarang menjanda menjadikan perempuan tertekan. Budaya patriarki masih kental dan dominasi laki-laki masih kentara, terutama dalam rumah tangga.

Beberapa aktivis perempuan Minang berpandangan matrilineal tidak sepenuhnya mendorong emansipasi. Mereka menuntut reformasi yang lebih adil. Mereka mendorong interpretasi matrilineal yang lebih progresif sesuai nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender. Apakah masyarakat Minangkabau siap mendengar suara-suara baru ini? Bagaimana mereka merespons tuntutan definisi matrilineal yang lebih inklusif bagi kaum perempuan?

Valentina & Putra (2008) mengatakan bahwa peran Wanita dalam matrilineal Minangkabau bisa dilihat dari salah satu perspektif psikologi yang relevan yaitu teori alamiah/biologis (nature) dan lingkungan (nurture).

Secara biologis (nature) Wanita minang memiliki sifat keibuan yang kuat. Faktor genetik dan sistem matrilineal memberikan pengaruh pada persepsi pentinganya peran wanita sebagai pemegang kelangsungan keturunan. Sedangkan secara lingkungan (nurture) sosialisasi sejak dini mengajarkan wanita untuk mandiri, pintar memasak, tangguh dalam menghadapi berbagai rintangan, serta bertanggung jawab atas keluarga.

Jadi, pada hakikatnya Minangkabau merupakan kelompok etnik terbesar di dunia yang menerapkan sistem matrilineal tipe murni.

 

Penulis: Afifah Dwi Falah
Mahasiswa Psikologi, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

Munir, M. (2015). System Kekerabatan dalam Kebudayaan Minangkabaukabau: Perspektif Aliran Filsafat Strukturalisme Jean Levi-Straus. Jurnal Filsafat, 25(1), 1-31. https://doi.org/10.22146/jf.12612

Putri, D. W., Sardini, N. H., & Astuti, P. (2022). budaya Matrilineal dalam Perwakilan Perempuan di Legislatif Daerah Kota Bukittinggi. Journal of Politic and Government Studies, 11(3), 351-364.

Santika, S., & Eva, Y. (2023). kewarisan Dalam Sistem Kekerabatan Matrilineal, Patrilineal dan Bilateral. Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam, 11(2), 193-202. https://doi.org/10.30868/am.v11i02.4874

Valentina, T. R., & Putra, R. E. (2008). Posisi Perempuan Etnis Minangkabau dalam Dunia Patriarki di Sumatera Barat dalam Perspektif Agama, Keluarga dan Budaya. Jurnal Demokrasi, 7(1)

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI