Perlunya Regulasi Jam Kerja dalam Kepaniteraan Mahasiswa Kedokteran

Mahasiswa Kedokteran
Mahasiswa Kedokteran (Sumber: Media Sosial dari istockphoto.com)

Jam kerja adalah periode waktu yang ditentukan di mana seorang pekerja diharapkan untuk bekerja dalam suatu pekerjaan atau organisasi.

Ini mencakup waktu yang dihabiskan untuk menjalankan tugas-tugas pekerjaan, termasuk waktu di kantor atau tempat kerja, serta waktu yang dihabiskan untuk tugas-tugas terkait seperti perjalanan bisnis, rapat, atau pelatihan.

Biasanya, jam kerja memiliki batasan waktu yang telah ditetapkan oleh aturan perusahaan yang berlaku. Jam kerja standar varian di berbagai negara, perusahaan, dan industri.

Bacaan Lainnya

Secara umum, jam kerja standar adalah sekitar 40 jam seminggu, dengan pembagian waktu kerja sekitar 8 jam sehari, 5 hari dalam seminggu.

Namun, ada juga variasi lainnya seperti kerja paruh waktu, kerja shift, atau kerja fleksibel yang mungkin berlaku tergantung pada jenis pekerjaan dan perjanjian kerja.

Di Indonesia, seperti yang diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dimana diatur skema 6 hari kerja dalam 1 minggu dengan total 7 jam per hari dan 40 jam per minggu.

Kedua, skema 5 hari kerja dalam 1 minggu dengan total 8 jam per hari dan 40 jam per minggu.

Jam kerja magang diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 123/M/KPT/2019, jam kerja selama 45 jam akan dihitung sebagai 1 SKS (satuan kredit semester).

Sementara, program magang tersebut harus dilakukan minimal selama sebulan. Dalam aturan tersebut juga disebutkan bahwa jam kerja tersebut tidak boleh lebih dari 8 jam per hari.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Atma et al. dan pengalaman yang dialami oleh mahasiswa kedokteran selama pendidikan klinik di rumah sakit akan mengalami tugas jaga/shift.

Panggilan untuk mahasiswa kedokteran umum yang bekerja di klinik adalah dokter muda (DM/koas), panggilan untuk mahasiswa yang pendidikan spesialis atau subspesialis adalah residen (PPDS).

Mereka bertugas di rumah sakit untuk merawat pasien secara mandiri dan tersupervisi (assessment, pengobatan, observasi, tindakan medik, tindakan operatif).

Mereka masuk kerja jam 7 pagi, lalu mulai shift dari jam 2 sore s/d jam 7 pagi besok hari. Tetapi karena besoknya harus pelayanan dan pendidikan lagi, maka pulang jam 2 ataupun 3 sore.

Apabila ditotalkan, lama kerja jam dari mahasiswa kedokteran sekitar 30 hingga 32 jam. Frekuensi shift sekitar 2 hingga 3 kali seminggu.

Tidak ada aturan memperbolehkan tidur (yang terjadi mencuri-curi tidur). Di lapangan, bahkan ada residen yang shift 2x 24 jam karena harus mengganti jadwal shift yang sebelumnya absen.

Pemandangan yang sering dilihat ketika conference atau morning report, atau di ruang perawatan, maupun di ruang operasi, terlihat mahasiswa yang baru saja melakukan shift terlihat fatique, pucat, kurang awas, motivasi rendah, kurang produktif, bahkan tertidur dalam posisi berdiri.

Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa lebih rawan melakukan kesalahan dalam pelayanan terhadap masyarakat

Mahasiswa tidak punya daya tawar terhadap tugas yang diberikan, artinya hanya bersikap patuh menerima kondisi pekerjaan apapun, termasuk jam kerja shift yang panjang, kadang tanpa punya akses cukup untuk mendapat konsultasi atau bantuan supervisor

Jam shift yang panjang adalah kontra-produktif, karena kurang tidur mengakibatkan risiko medical error dan membuat proses belajar tidak efektif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada jurnal Effect of Reducing Interns’ Work Hours on Serious Medical Errors in Intensive Care Units, dapat disimpulkan bahwa mengurangi lama jam shift akan menurunkan kejadian medical error secara signifikan.

Di Amerika Serikat, Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME), Konsil Pendidikan Kedokteran AS, terdapat aturan mengenai jam kerja dan jam shift mahasiswa kedokteran.

Konsil AS mengatur agar lama shift maksimal 30 jam, hal ini termasuk hak tidur 6 jam selama shift, dan tambahan 6 jam untuk program pendidikan, bukan untuk melakukan pelayanan keesokan harinya, Mahasiswa hanya boleh melayani pasien lagi setelah 24 jam berikutnya dan frekuensi jaga tidak lebih sekali tiap 3 hari (2 x dalam 6 hari).

Di Kanada, Canada’s National Steering Committee on Resident Duty Hours, dibuat aturan lama shift adalah maksimal 24 jam dengan frekuensi tak lebih 7 kali dalam 28 hari.

Di banyak negara Eropa, terdapat aturan lama shift residen adalah maksimal 14 jam, dan tidak lebih 2 kali seminggu. Singapura menerapkan aturan jaga residen yang sama dengan ACGME di AS.

Di Indonesia belum ada regulasi ataupun peraturan yang mengatur jam kerja dan jam jaga bagi residen dan dokter muda.

Bahkan belum ada lembaga yang mengaku berwenang mengurus hal-hal seperti itu. Di rumah sakit ada tenaga kesehatan/nakes (dokter dan paramedis rumah sakit), dokter muda dan residen.

Terhadap nakes berlaku ketentuan jam kerja 7-8 jam sehari, 5 atau 6 hari kerja perminggu, maksimal lembur 3 jam sehari atau 14 jam seminggu.

Paramedis shift dengan lama 8 jam. Sedangkan dokter muda dan residen bekerja dengan lama shift hingga 32 jam.

Selain itu, satu setengah tahun pendidikan klinik hanya dapat cuti 7 hari , sedangkan nakes dapat cuti 12 hari kerja setahun. Maka di tempat kerja yang sama, berlaku jam kerja yang berbeda antara nakes dan mahasiwa kedokteran.

Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya medical error yang dilakukan oleh mahasiswa kedokteran, akan lebih baik apabila fakultas terkait atau rumah sakit yang menerima mahasiswa kedokteran, memberikan aturan yang jelas mengenai jam kerja mahasiswa, bagaimana pembagian shift yang dilakukan, atauapun peraturan jam tidur untuk mahasiswa apabila memang diharuskan untuk menginap.

Sebagai mahasiswa pun, jangan hanya bersikap patuh menerima perintah apabila perintah tersebut agak susah untuk dilaksanakan dan dapat menimbulkan efek buruk bagi masyarakat.

Mungkin dengan mengatur agar mahasiswa yang mendapat shift malam, keesokan harinya tidak melakukan pelayanan kepada masyrakat terlebih dahulu.

Mahasiswa harus bisa mengajak diskusi mentor yang berada di lapangan agar bisa menemukan solusi yang lebih baik.

Selain itu, akan lebih baik pula apabila jam Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) ataupun pemerintah lebih memperhatikan peraturan mengenai jam kerja koas maupun residen karena koas dan residen tetaplah seorang manusia, warga negara, pekerja, berhak mendapatkan perlindungan kesehatan dan perlindungan kerja.

Penulis: Christopher Randinata
Mahasiswa Magister Hukum, Universitas Hang Tuah

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.