PHK Massal di Indonesia: Apakah Pemerintah Sudah Melakukan yang Terbaik?

PHK Massal
Sumber: unsplash.com

Pemutusan hubungan kerja secara massal (PHK) merupakan fenomena yang sangat lazim di tempat kerja dan sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor sosial dan ekonomi.

Banyak faktor, seperti restrukturisasi bisnis, kondisi ekonomi saat ini, atau kemajuan teknologi yang mengarah pada otomatisasi kerja, dapat menyebabkan PHK massal.

Operasional PHK di Indonesia diatur oleh sejumlah undang-undang, termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksanaannya.

Peraturan ini memberikan kesempatan kepada bisnis untuk melaksanakan PHK secara metodis, aman, dan bagi karyawan (Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Bacaan Lainnya

Pemutusan hubungan kerja secara massal di Indonesia menjadi isu yang semakin mendesak, mengingat dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi.

Meskipun pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan sebagai respons terhadap situasi ini, efektivitas langkah-langkah tersebut masih dipertanyakan.

Baca Juga: Kenaikan Tarif Pajak Hiburan: Langkah Strategis atau Malapetaka bagi Industri?

Ada kebutuhan mendesak untuk menerapkan tindakan strategis yang lebih proaktif guna mencegah terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja selanjutnya.

Ini termasuk pemberian insentif untuk industri lokal, pengembangan pasar baru, serta perbaikan regulasi yang dapat mendukung keberlangsungan usaha.

Bagaimana Pemerintah Menyikapi PHK Massal yang Terjadi?

Pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah isu yang sangat sensitif dalam konteks hubungan industrial, terutama di masa-masa sulit ekonomi.

PHK tidak hanya berdampak pada kelangsungan perusahaan, tetapi juga sangat memengaruhi kehidupan para pekerja yang kehilangan sumber penghasilan utama mereka.

Di Indonesia, fenomena PHK massal terlihat semakin meningkat, terutama pada awal tahun 2025.

Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada Januari 2025 terdapat 3.325 tenaga kerja yang mengalami PHK, dengan angka tersebut banyak berasal dari DKI Jakarta.

Baca Juga: Deflasi Mempengaruhi Daya Beli Masyarakat dan Berdampak untuk Semua Kalangan

Beberapa perusahaan besar, seperti Sritex dan Yamaha, juga tercatat melakukan penutupan pabrik yang berkontribusi pada tingginya angka PHK ini.

Dampak terhadap perekonomian sangat signifikan, ditandai dengan meningkatnya angka pengangguran dan menurunnya daya beli masyarakat.

Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di Indonesia telah mencuri perhatian sejak awal tahun 2025, memberikan dampak luas bagi ekonomi dan masyarakat.

Berbagai perusahaan, termasuk Bank Aladin Syariah dan PT Sritex, terpaksa melakukan PHK massal sebagai langkah untuk mengurangi pengeluaran operasional dan menjaga keuntungan di tengah kondisi ekonomi yang semakin sulit.

Diperkirakan sekitar 280. 000 pekerja di sektor tekstil akan kehilangan pekerjaan tahun ini, yang tentu saja akan membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar.

Upaya yang dilakukan pemerintah saat ini, seperti:

1. Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang memberikan kompensasi sebesar 60% dari gaji selama enam bulan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Baca Juga: PPN Naik ke 12%, Apakah Beban bagi Masyarakat?

Program ini bertujuan untuk meringankan beban bagi para pekerja, meskipun terdapat kekhawatiran mengenai keberlangsungan dana BPJS yang akan mendukung kebijakan ini.

2. Dukungan untuk Industri Domestik

Pemerintah diminta untuk memperbaiki iklim industri domestik dengan memberikan insentif kepada sektor-sektor yang mengalami kesulitan.

Langkah ini diharapkan mampu mencegah terjadinya PHK lebih lanjut serta menjaga kelangsungan operasional perusahaan.

3. Evaluasi Kebijakan Pajak dan Subsidi

Sejumlah pihak mengusulkan agar pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan melakukan revisi terhadap kebijakan subsidi yang dianggap dapat membebani perusahaan.

Dengan demikian, diharapkan dapat mengurangi tekanan finansial yang dialami oleh industri.

4. Investasi di Sektor Baru

Pemerintah didorong untuk meningkatkan investasi di bidang teknologi informasi dan energi terbarukan.

Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lapangan kerja baru yang lebih berkelanjutan dan bernilai bagi masyarakat.

Baca Juga: Welfare State vs PHK

Di balik berbagai upaya yang dilakukan pemerintah, masih banyak tantangan yang menghadirkan kritik dari masyarakat terkait kebijakan mengenai nasib mereka yang kehilangan pekerjaan.

Kebijakan perlindungan, seperti JKP, dianggap belum cukup kuat untuk menghadapi gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang besar-besaran.

Selain itu, pelaksanaan kebijakan ini memerlukan pengawasan yang ketat agar tidak terjadi penyalahgunaan dana.

Penutupan pabrik-pabrik besar mengindikasikan lemahnya daya saing industri domestik serta kurangnya dukungan terhadap sektor-sektor yang rentan.

Di sisi lain, penurunan daya beli masyarakat dan kenaikan biaya operasional akibat kebijakan pajak menjadi faktor utama yang memperburuk situasi ekonomi.

Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah PHK massal pada tahun 2025, langkah-langkah yang diambil belum sepenuhnya efektif dalam meringankan dampak negatif yang dirasakan oleh para pekerja dan perekonomian.

Baca Juga: Pentingnya Investasi dalam Pembangunan Perekonomian Suatu Negara

Diperlukan kebijakan yang lebih terintegrasi, proaktif, dan berfokus pada jangka panjang untuk menangani tantangan ini secara komprehensif.

Dengan meningkatnya angka pengangguran dan efek negatif terhadap ekonomi, sangat penting bagi pemerintah untuk terus memperbarui kebijakan dan strategi yang ada, demi melindungi pekerja dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Jadi, Bagaimana Solusi terhadap Permasalahan Ini?

Untuk memberikan solusi yang lebih efektif, perlu dilakukan revisi terhadap regulasi yang ada serta penguatan mekanisme mediasi dalam penyelesaian sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK), terutama dalam situasi-situasi luar biasa seperti krisis ekonomi.

Harapannya, hubungan industrial yang seimbang dan harmonis dapat tetap terjaga meskipun di tengah tantangan yang ada.

Dalam situasi mendesak ini, penting untuk memperbaiki kerangka hukum dan mekanisme implementasi yang terkait dengan PHK.

Pemerintah perlu memperkuat pengawasan dan penegakan hukum guna memastikan perusahaan mematuhi regulasi yang berlaku.

Baca Juga: Analisis Dampak Kebijakan Penanggulangan Korupsi terhadap Kepercayaan Masyarakat terhadap Pemerintah Indonesia

Selain itu, pengembangan mekanisme penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan terjangkau sangat diperlukan untuk menjamin keadilan bagi pekerja.

Di sisi lain, perusahaan sebaiknya didorong untuk mempertimbangkan langkah-langkah alternatif sebelum melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Beberapa langkah tersebut meliputi pengurangan jam kerja, cuti tanpa gaji, atau pelatihan ulang bagi karyawan agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan peran baru.

Penting juga untuk menguatkan peran serikat pekerja dalam melindungi hak-hak anggotanya, terutama di tengah krisis ekonomi yang sedang berlangsung.

Serikat pekerja bisa berfungsi sebagai penghubung antara pekerja dan pengusaha serta memberikan edukasi kepada anggotanya tentang hak-hak yang dijamin oleh undang-undang.

Selain itu, pemerintah perlu memfasilitasi dialog tripartit antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah untuk mencari solusi yang adil dan saling menguntungkan dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini.

Baca Juga: Perlindungan Hukum Hak Cuti Tahunan Pekerja Waktu Tertentu 

Dampak dari pemutusan hubungan kerja secara massal sangat beragam, antara lain meningkatnya angka pengangguran, penurunan daya beli masyarakat, munculnya ketegangan sosial, serta dampak mental yang dirasakan oleh individu yang terkena PHK.

Meskipun pemerintah telah berupaya melakukan berbagai langkah untuk mengatasi situasi ini, efektivitas kebijakan yang diimplementasikan masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.

Untuk mengatasi isu ini, diperlukan strategi yang tepat, seperti memberikan insentif kepada sektor industri domestik, melindungi pekerja melalui program jaminan kehilangan pekerjaan, mendukung kegiatan ekspor, serta membangun kolaborasi antara sektor publik dan swasta dalam menciptakan peluang kerja baru.

Selain itu, komunikasi yang terbuka dan jelas terkait kebijakan dan hak-hak pekerja juga sangat penting untuk menjaga kepercayaan serta stabilitas di dunia kerja.

 

Penulis: Dinda Nur Fitriyani
Mahasiswa Prodi Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, Universitas Negeri Yogyakarta

 

Referensi

Solihah, R., Alamginto, A., & Sunggu, O. T. O. (2023). Implikasi Sosial dan Ekonomi dari PHK Massal. JISPENDIORA Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan Dan Humaniora, 2(3), 178-192.

Rohendra Fathammubina, S. H. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap Pemutusan Hubungan Kerja Sepihak Bagi Pekerja. Jurnal Ilmiah Hukum DE’JURE: Kajian Ilmiah Hukum, 3(1), 108-130.

Lamonsya, M N., & Fatriani, F. (2025). Kajian Normatif Terhadap Kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Dalam Situasi Krisis Ekonomi. Jurnal Res Justitia: Jurnal Ilmu Hukum, 5 (1), 327 – 337.

Nurdifa, R A. (2025). 38 Pabrik PHK Massal hingga Tutup dalam 3 Bulan Pertama 2025, diakses pada 26 Maret 2025 dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20250316/257/1861752/38-pabrik-phk-massal-hingga-tutup-dalam-3-bulan-pertama-2025

Data Kemnaker. (2025). Tenaga Kerja ter-PHK, Januari Tahun 2025, diakses pada 26 Maret 2025 dari https://satudata.kemnaker.go.id/data/kumpulan-data/2653

 

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses