Indonesia sebagai negara dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat menyebabkan jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah. Hal ini di satu sisi dapat menjadi keuntungan maupun bisa menjadi permasalahan serius apabila tidak mampu dioptimalkan kelebihan tersebut.
Artinya, semakin tingginya jumlah penduduk Indonesia ini maka jumlah penduduk usia produktif – penduduk dengan usia 15 hingga 64 tahun juga mengalami peningkatan yang signifikan (Kominfo, 2020). Di sinilah kemudian Indonesia diperkirakan akan mencapai bonus demografi beberapa tahun kedepan.
Bonus demografi ini akan menjadi keuntungan bagi Indonesia apabila dapat memaksimalkan setiap sumber daya manusia yang dimilikinya. Akan tetapi, peluang mendapatkan pekerjaan bagi mereka yang termasuk dalam kategori usia produktif tersebut masih sangat kecil di Indonesia.
Baca Juga: Demi Membuka Lapangan Kerja, Ulyahuna Influencer Surabaya Bangun Komunitas Creator
Di mana, tidak sedikit mereka yang memasuki usia produktif karena kurangnya kualifikasi diri menyebabkan mereka tidak dapat memasuki ranah pekerjaan yang diinginkan. Di sisi lain, ada tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup yang terus meningkat seiring waktu.
Minimnya peluang kerja di dalam negeri membuat penduduk Indonesia tidak sedikit yang memilih untuk mencari pekerjaan di luar negeri. Penduduk Indonesia yang bermigrasi ke luar negeri karena pekerjaan inilah yang singkatnya disebut sebagai pekerja migran atau singkatnya PMI (Pekerja Migran Indonesia) (Kemenkumham, 2020).
Persentase penduduk Indonesia yang menjadi pekerja migran tiap tahun semakin meningkat. Terpikat dengan upah dengan nominal yang besar dibandingkan bekerja di dalam negeri serta keterbatasan peluang kerja di dalam negeri dinilai sebagai faktor pendorong masyarakat Indonesia banyak yang memilih bekerja di luar negeri.
Mencoba menelusuri dari sisi penempatan seorang pekerja migran itu haruslah memenuhi perizinan dan persyaratan sesuai prosedur yang berlaku, namun tidak sedikit pekerja migran yang berangkat ke negara tujuan secara non-prosedural atau ilegal.
Sebagaimana yang dilansir dari BP2MI bahwa jumlah PMI yang berangkat secara non-prosedural rentan mengalami berbagai permasalahan di negara tempatnya bekerja, mulai dari kekerasan yang dilakukan oleh bos atau majikan hingga pengusiran oleh pemerintah dari negara tempatnya bekerja tersebut karena dinilai sebagai imigran ilegal (BP2MI, 2023).
Menanggapi fenomena peningkatan jumlah PMI pemerintah mencoba mengubah arah pandangan masyarakat Indonesia terhadap pekerja migran.
Jika sebelumnya menjadi seorang pekerja migran itu adalah pilihan terakhir karena tidak mendapatkan pekerjaan di dalam negeri, tuntutan ekonomi yang terus meningkat, dan alasan-alasan yang lain kini pilihan menjadi seorang pekerja migran itu adalah pilihan yang dapat dipandang sebelah mata.
Baca Juga: Dampak Positif dan Negatif Omnibus Law
Sebagaimana yang dikatakan oleh Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia M. Hanif Dhakiri dalam wawancara dengan media, “Menjadi pekerja migran adalah hak warga negara Indonesia dan menjadi pilihan kompetitif bagi angkatan kerja Indonesia yang sedang berkembang. Mengelola migrasi tenaga kerja secara profesional dapat membantu pekerja migran mendapatkan akses pekerjaan yang baik dan memperbaiki perlindungan mereka ketika di luar negeri, dan hal ini merupakan kewajiban pemerintah untuk memfasilitasinya” (Kemenpppa, 2017).
Re-shifting bagaimana pemerintah melihat secara positif terhadap peningkatan jumlah PMI dari tahun ke tahun membuat pemerintah berusaha meningkatkan kualitas PMI agar dapat bersaing dalam hal kualifikasi diri dengan para pekerja lain di negara tempatnya bekerja serta pencegahan PMI menjadi korban perdagangan orang. Dari sinilah melalui sebuah program pemberdayaan bagi calon-calon PMI mulai dari wilayah asalnya yang dikenal sebagai program Desa Migran Produktif atau Desmigratif (Media Indonesia, 2018).
Lebih lanjut, program Desmigratif ini sendiri merupakan program yang diluncurkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan khususnya dengan tujuan awal untuk meminimalisir calon PMI berangkat sebagai pekerja migran non-prosedural.
Di mana, ketika setiap pekerja migran yang berangkat merupakan pekerja migran prosedural diharapkan berbagai permasalahan yang dialami di negara tempatnya bekerja dapat diakomodasi dan dilindungi oleh pemerintah Indonesia secara lebih maksimal karena memiliki basis hukum yang sah menyatakan bahwa setiap dari yang bekerja sebagai pekerja migran merupakan pekerja legal (Nuraeni, 2021).
Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia menegaskan bahwa selain memberikan edukasi terkait proses penempatan dan perlindungan calon pekerja migran, program Desmigratif juga dirancang sebagai upaya pemerintah untuk memberdayakan pekerja migran beserta keluarganya (Kominfo, 2019).
Diharapkan setelah kembali dari bekerja di luar negeri para pekerja migran dapat memanfaatkan wawasan yang didapat di sana untuk membangun daerah asalnya, yaitu desa. Hal ini didasarkan pada realita bahwa tingkat kemajuan teknologi, akses dalam pemenuhan kebutuhan hidup, hingga cara bekerja di luar negeri jauh lebih baik dibandingkan di Indonesia.
Alhasil melalui pemberdayaan desa akan ada peluang dalam menerapkan dari pengalaman bekerja yang didapat, salah satunya dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan lingkungan kerja yang mencontoh dari tempatnya bekerja di luar negeri (Susanto & Hidayat, 2022).
Baca Juga: Memanfaatkan Media Online, PR Indonesia adakan Kampanye Sosial untuk Meningkatkan SDM Indonesia
Setidaknya hingga kini telah ada lebih dari 400 desa di Indonesia yang termasuk dalam kategori sebagai desa migran produktif (Susanto & Hidayat, 2022). Secara garis besar program Desmigratif memiliki 4 kepentingan di dalamnya (Kemenpppa, 2017).
Pertama, penyaringan awal calon PMI, bagi masyarakat atau warga desa yang ingin merantau ke luar negeri memiliki kesempatan mendapatkan pelayanan di balai desa melalui peran pemerintah desa terkait setiap informasi mulai dari informasi bursa tenaga kerja, panduan kerja, informasi bekerja di luar negeri, dan lain-lain termasuk persiapan dokumen awal sebagai pekerja migran.
Kedua, kepentingan bahwa setiap PMI diarahkan untuk dapat melakukan berbagai kegiatan yang terkait dengan usaha produktif di mana PMI dan keluarganya diberdayakan untuk membangun usaha produktif sehingga mereka akan memiliki keterampilan dan kemauan untuk membangun desanya.
Lebih lanjut, kegiatan yang dimaksudkan tersebut merujuk pada kegiatan-kegiatan penelusuran potensi desa yang bisa dimanfaatkan secara maksimal, berbagai pelatihan usaha seperti pelatihan produksi dan pelatihan pemasaran produk, pendampingan terhadap setiap usaha produktif, dan seterusnya sehingga nantinya ketika remittance yang dikirimkan oleh PMI yang bekerja di luar negeri dapat diarahkan ke basis bisnis yang bisa dibangun PMI dan keluarganya yang sudah ada di desa (Putri, 2020).
Ketiga, kegiatan penanganan anak PMI melalui sebuah komunitas parenting. Anak-anak PMI diasuh dalam sebuah pusat belajar-mengajar yang disediakan oleh desa. Di sinilah kemudian bagi masyarakat desa yang tidak terlibat sebagai PMI aktif dapat menjadi bagian dalam pengasuhan anak-anak PMI ini (Kemenpppa, 2017).
Masyarakat desa yang terdiri dari orang tua dan pasangan yang tinggal serumah akan mendapatkan pelatihan terkait cara-cara mengasuh anak dengan benar sesuai dengan masa kanak-kanaknya. Sehingga, permasalahan terkait pola asuh yang salah dan kenakalan remaja sebagai akibat karena orang tua yang bekerja di luar negeri dapat diminimalisir jumlahnya.
Keempat, penguatan usaha produktif dalam periode panjang menjadi investasi masa depan bagi PMI dan keluarga serta masyarakat desa (Kemenpppa, 2017). Investasi ini dapat berupa koperasi usaha.
Baca Juga: Kemiskinan Menjadi Penghambat Pertumbuhan Ekonomi
Di mana, melalui koperasi usaha produktif ini setiap produk unggulan hasil usaha masyarakat desa dapat diwadahi setiap aktivitas ekonomi yang terjadi dan tentunya ini akan didukung oleh pemerintah mengingat melalui koperasi usaha ini merupakan hasil inisiasi bersama masyarakat desa.
Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kenaikan jumlah populasi penduduk Indonesia dari tahun ke tahun merupakan fenomena yang dapat berdampak positif bagi kelangsungan negara tetapi juga dapat menjadi bumerang apabila tidak dapat dikondisikan dengan sebaik-baiknya.
Mulai dari permasalahan ketimpangan sosial, banyaknya pengangguran, meningkatnya kriminalitas hingga sulitnya akses terhadap fasilitas umum sebagai akibat dari jumlah penduduk yang tidak terkendali. Di sinilah kemudian pemerintah melalui program Desa Migran Produktif (Desmigratif) berupaya melakukan pemberdayaan bagi setiap calon pekerja migran, purna pekerja migran dan keluarga agar bersama-sama membantu pembangunan masyarakat desa.
Pelibatan pekerja migran dalam pemberdayaan masyarakat ini menjadi salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia masyarakat Indonesia agar dapat bersaing ketika bekerja di luar negeri, mengingat jumlah masyarakat Indonesia yang bekerja di luar negeri terus bertambah setiap tahunnya.
Oleh sebab itu, menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga keberlanjutan dari program ini agar dapat bermanfaat sehingga istilah masyarakat desa yang tertinggal dapat dihilangkan.
Penulis: Diaz Zulfa Farida Aini
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Airlangga
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
BP2MI. (2023, Februari 27). Antisipasi Penempatan Non-Prosedural PMI, BP3MI Kalsel Kuatkan Solidaritas Melalui Satgas. Diambil kembali dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia: https://www.bp2mi.go.id/berita–detail/antisipasi-penempatan-non-prosedural-pmi-bp3mi-kalsel- kuatkan-solidaritas-melalui-satgas#.
Kemenkumham. (2020, Desember 18). Kerja di Luar Negeri? Pastikan Menjadi Pekerja Migran Indonesia yang Prosedural. Diambil kembali dari Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Kementerian Hukum dan HAM : https://kanimbatam.kemenkumham.go.id/berita/2020/12/kerja-di-luar-negeri- pastikan-menjadi-pekerja-migran-indonesia-yang-prosedural.
Kemenpppa. (2017, Mei 31). 8 Kementerian Sepakat Tingkatkan Perlindungan TKI Melalui Desa Migran Produktif. Diambil kembali dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia: https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1429/3.
Kominfo. (2019, Agustus 07). Berdayakan CPMI, Kemnaker Kembangkan 400 Desa Migran Produktif. Diambil kembali dari KOMINFO: https://www.kominfo.go.id/content/detail/20529/berdayakan- cpmi-kemnaker-kembangkan-400-desa-migran-produktif/0/berita.
Kominfo. (2020, Juni 27). Komitemen Pemerintah Wujudkan Bonus Demografi yang Berkualitas. Diambil kembali dari KOMINFO: https://www.kominfo.go.id/content/detail/27423/komitmen-pemerintah- wujudkan-bonus-demografi-yang-berkualitas/0/berita.
Media Indonesia. (2018, Desember 10). Desmigratif: Perlindungan Pekerja Migran Mulai Dari Desa. Diambil kembali dari Media Indonesia: https://mediaindonesia.com/humaniora/203147/desmigratif- perlindungan-pekerja-migran-mulai-dari-desa.
Nuraeni, Y. (2021, Januari). Pembangunan Desa Migran Produktif (Desmigratif) dengan Pendekatan Perencanaan Secara Holistik, Temanik, Integratif dan Spasial. Jurnal Ketenagakerjaan, 15(1), 29-47.
Putri, S. K. (2020, Oktober). Pelaksanaan Program Desmigratif Sebagai Upaya Pengurangan Jumlah Pekerja Migran Indonesia Non Prosedural Di Desa Arjowilangun Kabupaten Malang. Novum: Jurnal Hukum, 7(4), 173-188. doi:https://doi.org/10.2674/novum.v7i4.34194.
Susanto, V. Y., & Hidayat, K. (2022, Januari 28). Kemnaker Telah Bangun 450 Desa Migran Produktif, Ini Tujuannya. Diambil kembali dari Nasional Kontan: https://nasional.kontan.co.id/news/kemnaker- telah-bangun-450-desa-migran-produktif-ini-tujuannya.