Rasisme terhadap Kulit Hitam?

Rasisme terhadap Kulit Hitam
Ilustrasi Rasisme terhadap Kulit Hitam (Sumber: Penulis)

Saya selaku penulis dari opini yang berjudul “Rasisme Terhadap Kulit Hitam?”. Pembahasan ini berdasarkan sedikit informasi yang saya peroleh dari berbagai sumber.

Jika ada kata atau penulisan saya yang kurang berkenang di hati para pembaca, saya pribadi mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena karya ini saya tulis berdasarkan infomasi yang saya dapat dan saya olah kembali menjadi penjelasan yang akurat, jelas dan mudah dipahami dari isu permasalahan yang ada.

Permasalahan sosial yang sampai sekarang masih saja mendera di masyarakat dunia ini adalah diskriminasi ras minoritas di suatu daerah tertentu. Orang-orang yang berkulit putih selalu beranggap bahwa kelompok mereka adalah ras terbaik dibanding dengan ras lainnya.

Dari waktu ke waktu, rasisme membawa banyak sekali kesengsaraan dan kesedihan khususnya bagi orang berkulit hitam. Rasisme merupakan perpanjangan tangan dari stereotip dan prasangka. Namun, secara konseptual, rasisme diartikan sebagai berikut:

Bacaan Lainnya

Racism is the belief un the inherent superiority of a particular race. It denies the basic equality of humankind and correlates ability with physical composition. This, it assumes that success or failure in any societal endeavor willdepend upon generic endowment rather than environment and access to opportunity”

Superioritas menjadi kata kunci untuk menciptakan dominasi dan redominasi. Ide superioritas berangkat dari satu kelompok masyarakat mendominasi dan mengucilkan kelompok lain melalui suku atau ras, warna kulit, bangsa, asal-usul nenek moyang, agama dan jenis kelamin. Praktek rasisme dilakukan oleh kelompok dominan, dalam hal ini adalah orang kulit putih.

Rasisme adalah suatu pandangan bahwa umat manusia dibagi menjadi beberapa kelompok dan suatu anggota kelompok dianggap lebih rendah. Bentuk-bentuk rasisme telah ada sejak sejarah manusia sekitar abad 1600-an hingga pertengahan 1800-an. Pada masa itu Amerika Serikat banyak sekali orang kulit hitam yang digunakan oleh ras orang kulit putih sebagai budak.

Dan sekitar tahun 1930 Nazi Yahudi mulai mengarah ke skintone (warna kulit). Rasisme ini juga mulai mengarah ke konsep non-Eropa, yang dikonsepsikan orang Timur, Asia dan semacamnya berbeda yang dimana menurut orang-orang tersebut memiliki keterbelakangan ekonomi, derajat, maupun pemikiran, menganggap awal semua sejarah menusia ditentukan secara biologis berbagai ras sebagai sesuatu yang berbeda.

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nazi bangsa Eropa Utara, Jerman, maupun bangsa lainnya adalah ras yang unggul.

Dari sejarah rasisme di Indonesia pada masa penjajahan kolonial Belanda, pada masa itu perbedaan berakar dari perbedaan yang rasial. “Pribumi’ adalah yang baik dan “Non-Pribumi” adalah yang jahat, pertentangan yang cukup sengit terjadi antara sesama orang Eropa dan juga pertentangan juga terjadi diantara sesama kulit hitam/gelap yang dimana adalah sesama kaum terjajah pada era kehidupan kolonial.

Pribumi merupakan sosok makhluk yang diciptakan karena kolonial itu malah tidak dibuang, tetapi malah tetap ada, namun dengan adanya sedikit perubahan yaitu menukar posisi ras yang dinistakan serta yang dimuliakan.

Di dalam catatan sejarah selalu diceritakan bahwa keturunan Eropa selalu menyiksa, memeras, serta selalu mendapat untung dari negara yang dijajahnya sedangkan yang tidak berkulit putih selalu mendapat perlakuan tidak menguntungkan seperti selalu menderita atau tertindas.

Media Digital merupakan media sarana penyampaian pesan persuasif yang dapat diakses diseluruh dunia. Iklan Digital terus berkembang memenuhi kebutuhan audiens dengan berbagai ragam ketertarikan, minat dan gaya hidup termasuk juga kebutuhan industri.

Seperti halnya pada iklan online H&M yang menampilkan seorang anak berkulit hitam mengenakan hoodie yang bertuliskan “Coolest Monkey in the Jungle”. Iklan ini dianggap rasis dan seolah-olah merendahkan orang yang berkulit hitam.

Kebencian dan rasisme di media sosial adalah salah satu tragedi yang muncul sebagai akibat dari hubungan yang intens antara tekologi dan kehidupan sosial sehari-hari. Banyak media di Amerika yang menyudutkan ras kulit hitam sebagai pelaku kriminal seperti adanya pemberitaan kekerasan, penyalagunaan narkoba, pengedarannya, perampokan dan berbagai macam perilaku negatif lainnya.

Hal ini sengaja digiring serta dilakukan untuk membentuk persepsi masyarakat Amerika mengenai perilaku negatif yang dilakukan oleh orang Amerika yang berkulit hitam.

Ketakutan dan iri kedua hal tersebut menjadi penyebab tindak rasisme, ketakutan dan iri serta pikiran negatif lainnya bahwa jika orang atau ras lain yang dianggap berbeda tersebut nantinya bisa unggul atau bahkan mendominasi sehingga memunculkan pemikiran iri dan ketakutan tersebut.

Bukan rahasia lagi bahwa konten media massa tidak bersifat taken for granted, tetapi merupakan hasil konstruksi sosial yang ditandai pemaknaan yang diframe-kan sesuai dengan subyektif para awak media, yang terdiri individu-individu, seperti: Produser, Scripter, Screenwriter dan lain sebagainya.

Pemahaman atas realitas sosial yang ditunjukan oleh media massa tersebut dilatar belakangi oleh suatu ideologi untuk menafsirkan suatu realitas tertentu, yang kemudian mengejawantah kedalam suatu program acar atau konten media sebagai suatu bahasa atau simbol-simbol.

Banyak film di Amerika yang merepresentasikan anggapan bahwa ras minoritas, atau dalam konteksini oarng kulit hitam diposisikan atau berada dibawah orang kulit putih. Orang kulit hitam menjadi pelayang bagi orang yang berkulit putih, bahkan telah menjadi bagian dari sejarah Amerika bahwa terdapat persoalan rasisme mengarah pada eksploitasi rasial yang dibuat oleh ras mayoritas yang dimana itu adalah orang kulit putih.

West dalam Brooks (1997) berpendapat, problematika tentang ketidaknampakan dan ketidakbersamaan diaspora orang kulit hitam modern dapat dipahami sebagai kondisi dari relatif kurangnya kuasa orang kulit hitam untuk menghadirkan diri mereka sendiri dan untuk orang lain sebagai makhluk hidup yang kompleks, dan dengan demikian untuk mempertandingkan bombardir steretoip negatif yang merendahkan, yang dikemukakan oleh ideologi-ideologi supremasi kulit putih.

Representasi rasisme diproduksi secara halus, melalui media massa yang sangat powerfull. Kuasa media tersebut mengkonstruksi realitas social, seperti orang kulit hitam yang beraktivitas sebagai pekerja, pembantu, geng radikal, yang kemudian dikemas melalui pesan-pesan media massa dengan symbol tertentu.

Media merupakan appaaratus pencipta ideologi yang halus dan bukan referensi. Simbol-simbol tersebut kemudian membentuk suatu penanda (citra-suara/audio-visual) dari konsep (petanda) yang telah ada.

Tanda-tanda tersebut merupakan suatu usaha untuk menciptakan rasisme (termasuk stereotip), sekaligus melanggengkan dominasi atas kelompok tertentu dan yang kesemuanya tanpa kita, audiens, sadari mampu menciptakan kesadaran palsu. Serta kelompok dominan ini juga berkuasa atas media massa, kelompok tersebut merupakan kelompok kulit putih yang menindas orang kulit hitam.

Seperti dalam film yang bertemakan rasial yaitu 12 Years A Slave (2013), The Help (2011), Dear White People (2014), The Blind Side (2009).

 

Penulis: Berlin Naja Raihani
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses