#SaveKomodo: Proyek Jurassic Park Mengancam Habitat Komodo

Pembangunan Jurassic Park di Pulau Rinca, Nusa Tenggara Timur sebagai kelanjutan dari proyek wisata premium di Taman Nasional (TN) Komodo telah menuai polemik sejak perencanaannya pada tahun 2019 lalu.

Baru-baru ini, Indonesia mulai digegerkan kembali dengan beredarnya di beberapa media sosial foto seekor komodo yang tengah menghadang truk konstruksi. Pemandangan yang sangat langka ini memantik perhatian warganet. Perbincangan ini pun semakin ramai ketika hashtag #SaveKomodo berhasil menduduki trending topic di Twitter pada Senin (26/10/2020).

Pro dan Kontra Berbagai Pihak

Semua ini berawal dari mimpi Presiden Jokowi menjadikan Labuan Bajo hingga Pulau Komodo di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai wisata premium, dengan harga tiket mencapai Rp14 juta yang diklaim akan digunakan untuk pemeliharaan habitat komodo. Hal ini mendapat tanggapan yang beragam dari warganet. Beberapa menyatakan persetujuan pembangungan, tetapi banyak juga warga yang tetap menolak pembangunan Jurassic Park ini dengan alasan merusak habitat asli komodo.

Menurut Edo Rakhman, Koordinator Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan, “Konsep pengembangan ini sangat keliru diambil oleh Presiden Jokowi. Habitat alami harusnya dipertahankan jika tetap ingin hewan kadal raksasa ini menjadi kebanggaan Indonesia.”

Beberapa pendapat dari warganet yang menyuarakan kekesalannya akibat keputusan pembuatan Jurassic Park berhasil kami rangkum, di antaranya:

Kronologi Pembangunan Wisata Premium di Taman Nasional Komodo

  1. Pada tahun 2003-2011; Privatisasi Pengelolaan Taman Nasional Komodo dimulai. Pengelolanya adalah PT Putri Naga Komodo (PNK) yang beroperasi atas izin Kemenhut No. 195/Menhut-II/2004. PT PNK merupakan joint-venture antara PT Jayatsa Putrindo dan The Nature Conservancy. PNK bubar tanpa pertanggungjawaban yang jelas pada tahun 2011.
  2. Pada tahun 2012; Pulau Komodo terpilih sebagai the new seven wonders oleh The New7WondersFoundation.
  3. Pada tahun 2012-2018; Tujuh korporasi mengajukan izin usaha pengadaan sarana pariwisata alam dalam kawasan Taman Nasional Komodo.
  4. Pada tahun 2018; Izin usaha untuk 7 perusahaan tersebut turun dan mulai beroperasi. Dua di antaranya adalah PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) melalui SK Menteri Kehutanan No. 796/Menhut-II/2014 dan PT Segara Komodo Lestari melalui SK Kemenhut No. 557/Menhut/II/2013. Di tahun yang sama, Presiden Jokowi membentuk Badan Otorita Pariwisata (BOP) Labuan Bajo-Flores melalui Perpres No. 32 tahun 2018 untuk percepatan pembangunan pariwisata.
  5. Pada tahun 2019; Muncul gagasan mengubah pulau Rinca di Taman Nasional Komodo, Lanbuan Bajo, menjadi wisata premium.
  6. Pada tahun 2020; Pengerjaan konstruksi fisik dimulai pada Februari hingga Maret. Pada 9 September 2020, fase awal pembangunan taman Jurassic Park di Rinca resmi dimulai. (Sumber; Narasi Newsroom)

Pembangunan Area Taman Nasional

Selain pembangunan Jurassic Park, Sunspirit for Justice and Peace Labuan Bajo mencatat, atas dalih KTT G-20 maka akan dilaksanakan pula dua pembangunan infrastruktur utama yang sangat bertentangan dengan keberadaan Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai kawasan konservasi.

Menurut Gregorius, Pemerintah akan membangun kawasan vila (15 unit villa), satu hotel bintang empat, dan satu convention hall dengan kapasitas 2 ribu orang yang dilengkapi dengan dermaga. Tujuan utama konsep ini adalah mempromosikan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan dengan mengembangkan potensi yang ada dengan cara yang berkelanjutan menurut Menteri PUPR Basuki Hadimulyono.

Pemerintah juga akan membangun jalan gerak elevated sepanjang 3.055 meter persegi, penginapan petugas ranger dan peneliti, area pemandu wisata seluas 1.510 meter persegi, dan pusat informasi dengan luas 3.895 meter persegi. Shelter-shelter dan jalur pejalan kaki yang didesain melayang ini diklaim tetap memprioritaskan aspek ekologi dan tidak akan mengganggu lalu lintas komodo.

Pariwisata atau Lingkungan?

Menurut Saya, ketika ada suatu tempat yang akan dijadikan lebih baik dengan tujuan untuk menarik wisatawan. Apalagi ingin dijadikan wisata kelas internasional, pasti akan mengalami berbagai perubahan terutama dalam hal sarana dan prasarana.

Jika wisatawan meningkat maka keadaan ekonomi masyarakat setempat juga akan meningkat. Tetapi, dalam proses pengerjaannya tetap harus memprioritaskan aspek ekologi demi keberlangsungan hewan endemik komodo yang menjadi kebanggaan Indonesia.

Editor: Sharfina Alya Dianti

Kirim Artikel

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI