Seluruh lembaga pendidikan di berbagai belahan dunia saat ini berupaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas, sebagaimana dicanangkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 yakni Quality Education 2030.
Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas, tentu membutuhkan guru yang berkualitas pula, guna memainkan peran mereka sebagai garda terdepan dalam dunia pendidikan. Tanpa guru yang berkualitas, maka cita-cita SDGs hanyalah sebatas wacana yang tak terwujud.
Baca juga: Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia saat ini, jika kita belajar dari pengalaman bagaimana sistem rekrutmen guru yang dilakukan melalui jalur seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), belum berbasis pada kualitas. Mengapa demikian? Tentu kita bisa melihat dari beberapa kelemahan sistem rekrutmen tersebut.
Pertama, soal-soal test yang diberikan bagi para guru yang mengikuti seleksi CASN hanya berorientasi pada tes karakteristik pribadi, wawasan kebangsaan, dan intelegensia umum. Sementara, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mengindikasikan bahwa, untuk menjadi guru yang berkualitas, seorang guru harus memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kedua, sistem rekrutmen guru antar sekolah negeri dan swasta juga memiliki kesenjangan yang sangat signifikan. Dimana rekrutmen guru pada sekolah swasta dilakukan oleh pengelola satuan pendidikan, dalam hal ini adalah yayasan, dan sistem rekrutmen pada sekolah-sekolah negeri dilakukan oleh pemerintah dan kepala sekolah.
Ketiga, sistem rekrutmen guru honorer, baik di sekolah negeri dan swasta dilakukan berdasarkan kebijakan kepala sekolah. Hal ini menjadi titik lemah sistem rekrutmen guru di Indonesia, sehingga sangat sulit untuk menerapkan sistem rekrutmen yang berbasis pada kualitas.
Dari tiga kelemahan sistem rekrutmen tersebut di atas, dapat kita ketahui bahwa, ada faktor penghambat dalam sistem rekrutmen guru yang berbasis pada kualitas, antara lain faktor kelembagaan dan bentuk-bentuk penyelenggaraan sistem seleksi guru.
Baca juga: Problematika Pendidikan di Indonesia
Secara kelembagaan, sistem rekrutmen guru di Indonesia saat ini dapat dikatakan tumpang-tindih, antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) sebagai penyelenggara rekrutmen, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sebagai lembaga yang mengevaluasi kinerja guru-guru, Kementerian Keuangan Republik Indonesia sebagai lembaga yang memberikan gaji guru-guru, dan Pemerintah Daerah sebagai lembaga yang menempatkan guru-guru sesuai kebutuhan pada sekolah-sekolah yang ada di masing-masing daerah.
Sedangkan, bentuk-bentuk atau jenis seleksi guru masih terdapat kelemahan, yakni antara seleksi guru CASN dan guru honorer. Seleksi guru CASN dilakukan secara nasional dan melalui proses yang ketat, sedangkan rekrutmen guru honorer dapat dilakukan oleh kepala sekolah. Kemudian, untuk masa percobaan CASN terkesan hanya sebagai formalitas, sedangkan guru honorer tanpa adanya kepastian status kepegawaian atau masa kerja mereka.
Maka pertanyaan adalah mana yang lebih penting? Ketatnya seleksi CASN atau upaya peningkatan kualitas guru-guru melalui pengembangan dan pelatihan kompetensi mereka?
Berdasarkan gambaran persoalan sistem rekrutmen guru saat ini, maka beberapa saran yang dapat diberikan adalah: (1) pemerintah perlu melakukan pemetaan kompetensi guru, agar dapat menentukan program pengembangan dan pelatihan kompetensi bagi guru, (2) mengembangkan sistem rekrutmen guru yang berbasis pada kualitas berdasarkan kompetensi yang terukur dan komprehensif, (3) mengembangkan sistem jenjang karier guru, sehingga dapat menentukan program pengembangan dan pelatihan yang sesuai dengan sistem tersebut, dan (4) menerapkan resertifikasi berkala agar guru terus mengembangkan kompetensi mereka. (*)
Elsonsius Gade
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik, Sekolah Tinggi Kateketik Pastoral Katolik Bina Insan Keuskupan Agung Samarinda
Editor: Rahmat Al Kafi