”Wanita, mereka tidak hanya memiliki hati saja. Wanita memiliki jiwa dan pemikirannya sendiri. Wanita tidak hanya menampilkan kecantikan semata. Mereka juga memiliki keterampilan dan ambisinya. Aku sangat muak terhadap orang yang mengatakan bahwa cinta merupakan satu-satunya tempat bagi wanita.” – Jo
Greta Gerwig telah mengkonfirmasi bahwa ia akan merilis film remake yang akan tayang di tahun 2026 yaitu The Chronicles Of Narnia.
Tetapi, di sini saya tidak akan membahas tentang film upcoming tersebut, saya akan membahas tentang film remake favorit saya yang ditulis oleh Greta Gerwig juga yang berjudul Little Women.
Little Women adalah film yang disutradarai dan ditulis naskahnya oleh Greta Gerwig yang diadaptasi dari buku yang juga berjudul Little Women yang ditulis oleh Louisa May Alcott, film ini tayang pada tahun 2019.
Film ini berceritakan tentang 4 saudara yang Bernama Meg March (Emma Watson), Jo March (Saoirse Ronan), Amy March (Florence Pugh), dan Beth March (Eliza Scanlen) yang memiliki mimpi berbeda beda.
Film ini memiliki latar belakang di Concord, Massachusetts pada abad 19, di mana pada saat itu perempuan tidak memiliki banyak ruang gerak selain melalui pernikahan.
Baca Juga: Review Film: School For Good and Evil
Dengan alurnya yang maju-mundur, tokoh Jo menuntun penonton untuk mengikuti kilas balik kehidupannya di masa lampau sekaligus menyuguhkan kejadian nyata di masa kini.
Dari situ kita sebagai penonton akan melihat bagaimana March’s sisters menjalani kehidupannya yang penuh kasih sayang dengan ibunya menjalani hidup yang sederhana, sementara ayahnya turut serta dalam perang sipil.
Beragam kegiatan yang mereka lakukan untuk mengisi waktu luang dengan bermain teater, menghadiri pesta dansa, dan membantu tetangga berubah secara perlahan ketika satu per satu dari mereka mulai dewasa dan tiba waktunya untuk mengejar impian atau berkeluarga.
Film Little Women versi Greta ini menunjukkan perbedaan pandangan antarsaudara mengenai kehidupan dan mimpi.
Meg March yang merupakan anak pertama, memiliki karakter yang kontras pada saat dia muda dan mature, Meg muda selalu mendambakan kemewahan dan kekayaan.
Kontras tersebut juga ditampilkan di awal oleh Greta, dengan scene pembuka di mana Meg meratapi ketidakmampuan untuk menikmati barang yang diinginkannya karena ekonomi yang menghimpit.
Baca Juga: Review Film The Beekeeper (2024): Misi Balas Dendam Seorang Petani Lebah
Tetapi seiring berjalannya waktu karakter Meg berubah menjadi orang yang full of love sehingga ia memilih untuk menikah dengan orang yang ia cintai yaitu John Brooke, seorang tutor bahasa, dan membangun keluarga dengan ekonomi yang terbatas.
Di mana hal ini dianggap sebagai suatu penyimpangan karena di zaman itu, sudah umumnya para perempuan menikahi laki-laki kaya guna meningkatkan hidupnya dan keluarganya.
Berkebalikan dengan Meg, Jo yang merupakan anak kedua memiliki karakter sebagai sosok keras kepala yang memiliki jiwa pemberontak dan semangat emansipasi wanita.
Jo tidak pernah membayangkan dirinya akan menikah dan berkeluarga.
Ia mengutarakan hal ini saat Laurie (Timothée Chalamet) yang berasal dari keluarga kaya raya mengajaknya untuk menjalin hubungan romantic.
Baginya, mimpi dan ambisi seorang perempuan lebih penting daripada ikatan pernikahan.
Konflik batin yang dihadapi Jo pun menunjukkan keinginannya untuk merasakan dicintai.
Namun, ia juga tetap bersikukuh bahwa perempuan memiliki kapasitasnya untuk mencapai sesuatu yang lebih dari sekadar menyerahkan hatinya untuk laki-laki.
Baca Juga: Menilik Perjalanan Film dan Home Video di Indonesia
Sedangkan Amy, anak ketiga yang sangat pandai dalam melukis memiliki pandangan bahwa menikahi laki-laki kaya adalah satu-satunya jalan untuk membawa keluarganya keluar dari kemiskinan, hal ini didasari oleh pilihanya yang rasional.
Greta menyisipkan gagasan feminisme dan kritik hukum kepada perempuan, adanya scene di mana Amy berkata pada Laurie bahwa ia hanyalah wanita dan sebagai wanita ia tidak akan dapat menghasilkan uang sendiri, tidak akan cukup untuk menghidupinya dan keluarganya.
Bahkan ketika ia menikah, hartanya akan menjadi milik suaminya. Dan apabila ia mempunyai anak, mereka bukanlah anaknya melainkan milik suaminya.
Jadi jangan katakan bahwa pernikahan bukanlah perihal dalil ekonomi, karena baginya demikianlah adanya.
Lalu si bungsu Beth yang memiliki kecintaan besar terhadap musik, khususnya piano, dan ia memiliki semangat yang penuh kasih untuk orang lain.
Dalam film ini, karakter Beth menunjukkan sisi kelembutannya yang sangat mencolok, serta hubungan yang sangat erat dengan Jo, saudara perempuan yang paling dekat dengannya.
Film ini menerima enam nominasi Oscar, termasuk Film Terbaik dan Skenario Adaptasi Terbaik.
Tidak mengherankan bahwa film ini menggunakan alur maju-mundur untuk menggabungkan keadaan saat ini dengan kenangan masa lalu.
Selain itu, pengambilan gambar dilakukan dengan variasi yang berbeda dengan perbedaan tone warna sesuai dengan alur yang digunakan.
Penonton mungkin tidak bosan sepanjang cerita karena variasi ini.
Selain itu, kesuksesan Little Women sangat dipengaruhi oleh kemampuan para aktor untuk menghidupkan karakternya.
Menikmati Little Women karya Greta juga menyuguhkan dialog yang berisi pesan emansipasi.
Baca Juga: Unsur Romance di Setiap Genre Film
Film ini juga mengingatkan bahwa semua orang memiliki hak yang sama untuk memilih cara mereka menjalani hidup mereka.
Tidak diragukan lagi, durasi 135 menit adalah waktu yang cukup untuk melihat bagaimana karya Alcott tentang emansipasi wanita digambarkan dalam film ini.
Penulis: Naaila Asiilah
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Negeri Malang
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News