Kehidupan yang inklusif merupakan salah satu tujuan yang tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditargetkan tercapai pada tahun 2030. 15% dari jumlah penduduk di dunia adalah penyandang disabilitas (lebih dari satu miliar orang). Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan sebanyak 12,15 persen. Salah satu jenis penyandang disabilitas adalah tunarungu. Masalah utama yang dihadapi oleh penyandang tunarungu adalah komunikasi, baik antara sesama tunarungu maupun dengan nontunarungu. Cara komunikasi yang digunakan tunarungu dengan tunarungu selama ini adalah dengan menggunakan isyarat seperti SIBI (Sistem Isyarat Bahasa Indonesia) atau Bisindo (Bahasa Isyarat Indonesia). Masalah yang muncul dari hal tersebut adalah tidak semua nontunarungu memiliki kemampuan berbahasa isyarat. Solusi yang ada selama ini berupa kamus SIBI baik dalam bentuk buku maupun aplikasi masih dirasa kurang efektif karena ketika nontunarungu ingin berbicara kepada tunarungu, mereka harus mencari satu per satu katanya di kamus. Hal itu menyebabkan komunikasi berjalan dengan lama dan beberapa kali ada kesalahpahaman di antara mereka.
Hal tersebut mendorong mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) (Nurilman Baehaqi, Sofyan Prayogi dan Dien Islamy) untuk membuat alat yang dapat menerjemahkan suara ke dalam SIBI secara langsung. Alat tersebut bernama Transibi yaitu singkatan dari Translation Speech Into SIBI. Pembuatan alat ini dibimbing oleh Med Irzal, M.Kom yang merupakan dosen Ilmu Komputer di UNJ. Dan alat ini berhasil dirancang dan direalisasikan untuk membantu nontunarungu dan tunarungu untuk dapat berkomunikasi.
Pembuatan Transibi diawali dengan pembuatan dataset berupa rekaman video kosa kata yang akan menjadi output hasil dari pengenalan suara. Pengenalan suara dilakukan dengan menggunakan algoritma speech recognition dengan mengenali suara yang diucapkan oleh nontunarungu yang ditangkap oleh mikrofon.
Transibi hadir dalam 2 platform, yaitu dalam Raspberry Pi dan dalam Android. Cara kerja Transibi pada Raspberry Pi adalah orang tunarungu harus memegang monitor Transibi dan nontunarungu memegang mikrofon untuk berbicara. Input suara yang masuk akan dikirim ke Raspberry Pi. Setelah data diterima oleh Raspberry Pi, ia akan melakukan pengenalan suara menggunakan pustaka Uberi speech recognition dan melakukan proses algoritma stemming untuk memetakan imbuhan dan kata dasar yang dihasilkan. Kemudian video peraga isyarat akan muncul di layar monitor transibi sebagai output secara otomatis.
Pada platform Android, cara kerjanya hamper sama dengan Raspberry Pi. Namun kelebihan yang adala dalam Android adalah bisa langsung diunduh di Google Play Store. Transibi yang didanai oleh Kementerian Riset Teknologi dan Tinggi ini telah dilakukan ujicoba terbatas di SLB Negeri 8 Jakarta dengan melibatkan siswa tunarungunya secara langsung.
“Inovasi yang bagus dari mahasiswa. Saya juga sebagai guru di sini merasa terbantu dengan adanya alat dan sekaligus aplikasi ini. Bisa nerjemahin langsung dan gak ribet. Ya semoga sih bisa segera disosialisasikan secara luas” Tutur Diba Mulia Rizki, Guru SLB Negeri 8 Jakarta pada Senin (24/6)
Ke depannya, diharapkan Transibi dapat terus dikembangkan dan dapat dilakukan ujicoba publik ke Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) maupun komunitas tunrungu lainnya di Indonesia. Kehadiran Transibi semoga dapat membantu masyarakat tuna rungu maupun nontunarungu.
Fadly Idris
Baca juga:
Tim SMART Difabel Menggiatkan Pelatihan Ekonomi Kreatif untuk Penyandang Disabillitas
Tekad Kuat Penyandang Difabel Sebagai Ajang Pembuktian Diri
Optimalisasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Sebagai Upaya Kebangkitan Pendidikan Kaum Disabilitas
Problematika Hak Pilih Bagi Penyandang Disabilitas Mental di Indonesia