Ultra Processed Food (UPF), Aman dikonsumsi?

Ultra Processed Food
Ilustrasi Ultra Processed Food (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Latar Belakang

Tren pola makanan sangat penting karena digunakan untuk menginformasikan suatu prioritas dan regulasi dalam meningkatkan kualitas pangan dan keamanan pangan.

Identifikasi suatu pangan juga dinilai sangat penting untuk meningkatkan variasi pangan yang dikonsumsi sehingga mengurangi dampak kesenjangan kesehatan dan sebagai upaya meningkatkan kesehatan masyarakat. Kekhawatiran tentang kesehatan yang disebabkan oleh pangan juga di barengi dengan pengawasan  gizi  pada tingkat pengolahan yang dinilai masih kurang (Juul, 2022).

Klasifikasi NOVA dibagi menjadi 4 yaitu kelompok 1 tidak ada pengolahan (unprocessed minimally processed), kelompok 2 bahan-bahan baku yang diproses (processed culinary ingredients), kelompok 3 makanan yang diproses dengan penambahan gula, garam dan zat lain (processed culinary ingredients), serta kelompok 4 makanan dihasilkan oleh serangkaian proses industri (ultra-processed food).

Bacaan Lainnya

Ciri khas ultra-processed food (UPF) yaitu makanan yang memiliki umur simpan lama, memiliki kemasan yang menarik dan biasanya diiklankan. Bahan utama produk UPF sebagian besar terbuat dari gula, lemak dan garam. Contoh produk UPF antara lain permen, roti, minuman kemasan, makanan ringan kemasan dan lain-lain.

Konsep UPF dinilai tidak sehat untuk dikonsumsi, karena pemahaman yang salah. Pemahaman tentang kontribusi UPF terhadap kualitas makanan yang kurang gizi dan sebagai salah satu faktor risiko penyakit.

Namun, beberapa penelitian yang menjelaskan bahwa UPF tidak menyebabkan dampak kesehatan yang kurang baik. Sehingga perlu langkah penting yaitu  peninjauan kembali bukti-bukti yang mendasari hubungan antara konsumsi UPF dan dampak kesehatan yang merugikan.

Baca juga: Pemanfaatan Umbi Gembili (Dioscorea esculenta L.) sebagai Substitusi Bahan Pangan dan Pangan Lokal Fungsional 

 

Pembahasan

Konsumsi Ultra Processed Food (UPF)

Penelitian yang dilakukan oleh Safitri dkk. (2022) tentang pengaruh konsumsi ultra processed food (UPF) terhadap triglyceride/HDL-cholesterol. Subjek yang digunakan dalam penelitian terdiri dari 63 orang (38 perempuan dan 25 laki-laki), usia lebih dari 30-59 tahun, dan mempunyai status obesitas 1 serta memiliki rasio TG/HDL kategori risiko tinggi.

Penelitian ini dilakukan selama pandemi Covid-19 dengan hasil yang diperoleh yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi, kalori, dan asupan lemak konsumsi UPF terhadap rasio TG/HDL. Faktor nilai rasio TG/HDL dipengaruhi oleh pemilihan jenis makan dan faktor lain.

Hubungan Ultra Processed Food dengan Penyakit

Elizabeth et al. mereview jurnal sebanyak 43 penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara UPF dengan kesehatan. Hasil yang diperoleh yaitu 37 penelitian menjelaskan bahwa ada setidaknya 1 dampak kesehatan dari konsumsi UPF.

Sebagian besar temuan berasal dari studi observasional dan bukti mekanisme biologis yang masuk akal untuk meningkatkan keyakinan terhadap kebenaran hubungan makanan UPF dengan adanya dampak kesehatan.

Makanan UPF yang menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ini merupakan makanan yang tinggi gula, garam dan lemak yang diimbangi dengan pola makan yang tidak baik dan tidak dibarengi dengan aktivitas fisik. Namun, penjelasan tentang pengertian UPF sendiri harus dibenahi karena bukan berasal dari proses pengolahan pangan yang menyebabkan penyakit tetapi kandungan makanan itu yang dapat menyebabkan dampak kesehatan.

Perlu adanya penelitian yang secara langsung sehingga hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk acuan. Sejauh pengetahuan penulis yang didasarkan menggunakan penelusuran sistematis dengan mengidentifikasi dari berbagai penelitian tanpa membatasi dampak kesehatan apa yang disebabkan oleh konsumsi UPF.

Kesimpulan

Implementasi UPF pada klasifikasi NOVA lebih menyudutkan bahwa konsumsi UPF tidak aman untuk dikonsumsi sehingga sangat membahayakan kesehatan karena proses pengolahan dapat mempengaruhi berkurangnya gizi di dalam makanan tersebut. Namun menurut penulis proses pengolahan dapat ditambahkan dengan fortifikasi, restorasi, suplementasi sehingga mengembalikan dan menambahkan nilai gizi yang hilang saat proses pengolahan.

UPF sendiri aman untuk dikonsumsi, namun sesuai dengan saran penyajian yang biasanya ada di label pangan olahan. Memperburuknya tingkat kesehatan dipengaruhi oleh kandungan yang ada di dalam makanan itu sendiri dan pola kebiasaan bukan karena proses pengolahan pangan.

Implementasi yang dapat diambil yaitu anjuran untuk mengkonsumsi makanan bergizi dan mengurangi atau membatasi konsumsi gula, garam, lemak, dan natrium.

Indonesia sendiri telah mengatur regulasi pangan olahan dengan cara mengatur pelabelan pangan yang harus dipenuhi oleh Industri dan menjadi acuan bagi konsumen.

 

Penulis: Rufik Dwi Kurniawati
Mahasiswa Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

Elizabeth Leonie, Machado Priscila, Zinocker Marit, Baker Phillip, Lawrence Mark. 2020. Ultra-processed foods and health outcomes: a narrative review. Nutrients. 12, 1995. doi:10.3390/nu12071955.

Juul Filippa, Parekh Niyati, Martinez-Steele Euridice, Monteiro Carlos Augusto, Chang Virginia W. 2022. Ultra-processed food consumption among US adults from 2001 to 2018. American Journal of Clinical Nutrition, Vol 115, Issue : 1, Pages : 211-221.

Safitri Adinda, Purwanti Racma, Afifah Diani nur, Noer Etika Ratna. 2022. Konsumsi ultra-processed food dengan rasio triglyceride/HDL-cholesterol pada dewasa selama pandemi covid-19. Prosiding TIN PERSAGI: 119-130.

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.