Upaya Masyarakat Tenganan Mempertahankan Warisan Budaya di Tengah Kemilau Sektor Pariwisata

Pariwisata
Foto: Dok. Kemenparekraf.

Sektor pariwisata saat ini sedang berkembang dengan pesat dan menjadi sektor penting dalam mendorong kemajuan ekonomi Indonesia, meningkatkan citra bangsa, sebagai salah satu pintu untuk mensejahterakan masyarakat dan memperluas lapangan pekerjaan.

Peranan penting yang dimiliki oleh sektor pariwisata dapat kita lihat melalui kontribusinya dalam menyumbangkan devisa yang berasal dari hasil kunjungan wisatawan mancanegara, nilai tambah PDB dan terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat kita.

Oleh karena itu pemerintah mulai melirik dan memperhatikan sektor ini serta melakukan berbagai langkah untuk terus mengembangkan potensinya.

Baca Juga: Menilik Warisan Budaya di Tengah Pasar Lama Kota Tangerang

Bacaan Lainnya

Beberapa langkah yang dilakukan oleh pemerintah untuk membenahi dan mengembangkan sektor pariwisata dengan mengadakan survei tingkat kepuasan kepada para wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi wisata, mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengembangkan pariwisata serta memantau perkembangan tren berwisata yang dimiliki oleh wisatawan baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.

Seiring dengan berjalannya waktu dan dampak dari pandemi Covid-19 banyak bermunculan tren baru dalam berwisata, di mana masyarakat yang didominasi oleh generasi milenial memiliki persepsi terhadap risiko yang lebih rendah namun sangat memperhatikan kebersihan, kesehatan, keamanan, dan keberlanjutan lingkungan.

Kemudahan yang ditawarkan teknologi menjadikan pola konsumsi mereka bergeser kepada OTA. Mereka juga cenderung memilih destinasi pariwisata alam.

Karena adanya perubahan persepsi inilah yang menyebabkan timbulnya pariwisata berbasis masyarakat yang kemudian memunculkan gagasan dibuatnya desa wisata yang dapat menyajikan keindahan alam khas pedesaan dan juga dapat memajukan perekonomian masyarakatnya.

Pembangunan desa wisata ini tentunya memicu reaksi yang beragam dari masyarakat, dikarenakan adanya dampak negatif yang akan muncul dengan masuknya sektor pariwisata ke daerah tempat tinggal mereka.

Sebagian masyarakat dapat menerima dengan baik akan hal ini, akan tetapi banyak masyarakat yang masih enggan untuk membuka diri pada sektor pariwisata.

Salah satu hal yang menjadi alasan penolakan masyarakat desa yang sebagian besar merupakan masyarakat adat adalah terancamnya warisan budaya yang ada di tanah kelahiran mereka dan sudah mereka jaga kelestariannya secara turun-temurun.

Dengan adanya penolakan dari masyarakat adat setempat tentunya pemerintah tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk menjadikan sebuat desa adat menjadi desa wisata, akan tetapi pemerintah memiliki alternatif lain dengan bernegosiasi bersama masyarakat setempat agar sektor pariwisata dapat dikembangkan dalam sebuah desa adat tanpa mengancam kelestarian warisan budaya di dalamnya.

Salah satu contoh dari pembangunan desa wisata ini terdapat di Desa Tenganan Pegringsingan yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. Desa ini memiliki luas wilayah sekitar 917,218 ha.

Baca Juga: Kearifan Tradisional Warisan Nenek Moyang Menuntun Pembangunan Berkelanjutan di Kampung Naga

Desa Tenganan adalah desa adat yang dihuni oleh 232 kepala keluarga atau kurang lebih 670 jiwa, desa ini merupakan desa yang masih sangat konservatif dalam menjaga warisan leluhur mereka. Masyarakatnya berprofesi sebagai petani dan ada juga yang menekuni usaha kerajinan.

Desa Tenganan merupakan salah satu desa wisata yang menolak adanya tourism massal atau dapat diartikan bahwa desa ini menerima adanya pembangunan pariwisata, tetapi mereka tetap membatasi skala pembangunan dan jumlah wisatawan yang datang berkunjung serta tidak membuka peluang bagi investor dengan tujuan agar warisan budaya yang mereka miliki tetap terjaga keberadaannya.

Walaupun mereka menolak adanya tourism massal, desa ini mampu mendatangkan 46.000 hingga 56.000 turis setiap tahunnya.

Di Desa Tenganan, pariwisata dikelola dengan swadaya masyarakat, mereka tidak memungut biaya tertentu dan biaya tiket masuk bagi turis yang datang berkunjung bersifat sukarela yang nantinya akan dimasukkan ke dana desa.

Pada musim kunjungan di bulan Mei hingga Agustus kas desa mendapatkan pemasukan sekitar 2 juta perhari dan di luar dari musim kunjungan, kas desa mendapatkan pemasukan sekitar 500 ribu perhari.

Adapun alasan lain bagi para warga desa untuk tidak mengkomersilkan atau memaksimalkan potensi pariwisata yang mereka miliki, dikarenakan mereka menganggap pendapatan dari sektor pariwisata hanyalah bonus karena mereka sudah mempertahankan tradisi dan budaya lokal, sedangkan sektor utama untuk mata pencaharian warga di sana adalah pertanian karena di desa ini terdapat 225 ha lahan persawahan yang setiap tahunnya mampu menghasilkan hasil panen sebesar 10 miliar dan jumlah tersebut tentunya dapat menghidupi seluruh warga desa.

Para warga Desa Tenganan berpendapat bahwa semua warga di sana adalah pengelola dan investor sehingga mereka tidak membutuhkan investor dari luar karena mereka khawatir dengan adanya investor maka akan membahayakan kelestarian adat istiadat yang mereka miliki.

Mereka juga bertujuan untuk menunjukkan dan memperkenalkan wajah asli dari Desa Tenganan kepada para pengunjung sehingga mereka tidak tertarik untuk mengkomersilkan pengelolaan desa wisata tersebut.

Jika dilihat dari apa yang dilakukan oleh warga Desa Tenganan, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sektor pariwisata memang menjanjikan keuntungan yang besar dari segi ekonomi.

Baca Juga: Pekan Wayang, Bentuk Pelestarian Budaya di Surabaya

Akan tetapi kita juga harus memperhatikan warisan budaya yang kita miliki dan memastikan bahwa adat istiadat kita tetap terjaga kelestariannya, mengingat Indonesia sangat kaya akan warisan budaya di setiap wilayahnya, maka dalam pembangunan sektor ini pemerintah dan juga masyarakat harus bersinergi untuk mengawalnya secara bersama sehingga pembangunan pariwisata tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tapi kita juga harus memastikan bahwa warisan budaya yang dimiliki oleh Indonesia tetap terjaga sehingga dapat kita tunjukkan kepada generasi berikutnya secara turun-temurun.

Penulis: Yusfi Shabrina
Mahasiswa Pariwisata Universitas Pancasila

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses